After Halloween Party

66 9 2
                                    


"Ley."

Cattaleya menajamkan pendengaran. Meyakinkan diri bahwa panggilan itu tertuju untuknya.

"Leya."

Ah, ya, benar. Panggilan itu memang tertuju untuknya. Leya hanya tak yakin, sebab suara itu keluar dari seorang Ejaz Trophy Delta, sosok yang diam-diam ia kagumi selama hampir tiga tahun duduk di bangku SMA.

Delta, begitu nama panggilannya, adalah teman sekelasnya sejak duduk di kelas satu. Hanya saja mereka tak pernah dekat. Sebatas say hi karena merasa saling kenal. Itu saja.

Akhir-akhir ini Leya sering merasa Delta mencuri pandang padanya. Tapi ia tak mau gede rasa. Mana mungkin seorang bintang lapangan mau memperhatikan dia yang cuma murid biasa saja? Cantik tidak, berprestasi tidak, aktivis juga tidak.

Wajah Delta memang tak ganteng, tapi cukup manis dan unik. Ia seorang Khoja, di mana darah Pakistan mengalir di tubuhnya. Soal postur, jangan ditanya. Sejak kecil ia telah berlatih segala rupa cabang olahraga. Itu pula yang mendukung performanya sebagai atlet serba bisa di SMA Ekaprasetia. Namanya tercatat pada tim inti di hampir semua ekskul olahraga. Ia juga pernah aktif di OSIS, sebagai koordinator di bidang yang ia senangi yaitu keolahragaan.

"Eh, y-ya, g-gimana?" Leya mendadak gugup.

"Mau menemaniku datang ke halloween party?"

"H-haloween party? Eh, itu semacam apa? Pesta topeng?"

Delta tertawa. Baru kali ini ia menjumpai gadis seumurannya yang tak tahu tentang pesta halloween.

"Ya, boleh dibilang semacam itulah. Bagaimana?"

"Aku harus izin dulu pada orangtuaku. Tapi aku tak yakin akan dapat izin.

"Baiklah. Kamu sudah punya nomor handphone-ku?" tanya Delta lagi.

"Belum. Eh, sudah."

"Oke. Kabari aku setelah kamu minta izin pada orangtuamu. Kalau perlu, aku langsung yang akan memohon izin untuk itu."

"Eh, nggak usah, Del. Terima kasih. Biar aku sendiri saja. Tapi kamu jangan berharap banyak ya."

Delta mengangguk. Sesaat kemudian sosoknya berlalu, meninggalkan Leya yang masih termangu seakan tak percaya pada apa yang baru saja dialaminya.

---

Leya meremas jemarinya berulang kali. Resah. Ia ragu hendak meminta izin pada kedua orangtuanya. Ayahnya mungkin tak terlalu sulit mengeluarkan permit, tapi ia yakin, tak demikian dengan ibunya.

Berbincang usai makan malam menjadi kebiasaan di rumah Leya. Meski hanya bertiga, ia, ayah, dan ibunya, tapi tak mengurangi kedekatan dan keseruan obrolan dengan topik seputar keseharian mereka. Sesekali Vanda dan Harmoko, kakak dan kakak ipar Leya, ikut bergabung di akhir pekan.

"Ayah, Ibu, Ley mau bilang."

"Tentang apa itu, Sayang?" tanya sang ayah.

"Em ... Ley ... em ... itu ... anu ... em ...."

"Apa sih, Ley? Lama betul am em am emnya." Ibu tak sabar.

"Eh, itu, Bu. Ley mau minta izin. Ada teman yang ngajakin pergi ke pesta halloween."

"APA?! Pesta halloween?! Kamu tahu nggak sih pesta halloween itu apa? Lagipula ibu kan sudah berkali-kali bilang, jangan ikut-ikut perayaan apapun yang nggak sesuai dengan tradisi kita, apalagi nggak ada dalam agama kita. Nggak! Ibu nggak kasih izin, apapun alasannya."

Hati Leya langsung ciut. Sudahlah tak dapat izin, ia pula merusak suasana perbincangan malam ini. Tapi, melewatkan kesempatan untuk bisa dekat dengan gebetan, dia tak yakin mau.

Grassy's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang