Nineteen Years

75 10 1
                                    

Bunyi sirene meraung dari kejauhan. Bukan mobil polisi atau pemadam kebakaran. Itu sirene ambulans. Salle yakin. Ia pernah bertugas di bagian emergency selama empat tahun. Jadi, telinganya secara otomatis menghafal dengungan keras yang selalu membawa serta kemelut yang harus segera ditangani itu.

Salle mengusap-usap bulu lembut kucing hitam di pangkuannya. "Sayang sekali, ya, Jacc. Ada orang yang kesakitan di malam seindah ini."

Tingtong! Senyum merangkak naik di bibirnya begitu bunyi itu membelai telinganya. Ketika ia bangkit, kucing hitam itu melompat pergi. Tidak ada desisan marah atau suara mengeong manja. Kucing itu memang tidak pernah bersuara sejak kali pertama Salle memeliharanya. Hingga ia menyimpulkan bahwa hewan itu bisu.

Dalam tiga langkah lebar, Salle mencapai pintu depan. "Boo!" serunya begitu daun pintu yang ia ayun terbuka. Sekumpulan anak-anak berbagai macam usia sudah menyambutnya di teras.

"Trick or treat?" balas mereka serempak dengan suara riang.

Salle menempelkan telunjuk ke dagu sambil mengerucutkan bibir. Ia memperlihatkan gestur berpikir, seolah bingung hendak memilih. Lalu sebelum gigi para anak-anak itu mengering karena senyum lebar, ia bergeser untuk memperlihatkan ruang tamu yang dipenuhi berbagai kudapan manis.

Satu persatu anak masuk, tanpa lupa menyapa Salle yang berdiri menahan pintu agar tetap terbuka. Dalam sekejap, ruangan itu riuh karena suara tawa anak-anak. Semuanya hibuk mengisi keranjang dengan permen, kue, dan biskuit.

"Setelah ini aku mau pulang."

"Kau yakin tidak ikut ke rumah Mrs. Smith? Kue labunya sangat enak."

"Tidak. Aku takut."

"Ini Halloween. Semua orang memakai kostum menyeramkan."

"Memangnya kau tidak menonton berita?"

"Usia kita sembilan tahun, bukan dua puluh sembilan."

"Mayat-mayat menghilang dari pemakaman," bisik gadis kecil itu sambil merunduk tidak nyaman.

"M-maksudmu, mereka bangkit menjadi zombi?

Telinga Salle menangkap obrolan dari sepasang anak kecil yang mengambil permen jagung dari atas meja. Seorang gadis kecil berkostum penyihir dan bocah lelaki berpenampilan ala bajak laut. Salle mengangkat sedikit gaun panjangnya, lalu berdiri dengan lututnya.

"Apa itu cerita seram di malam Halloween?" tanya Salle begitu tatapannya sejajar dengan anak-anak di hadapannya.

Gadis kecil bertopi kerucut hitam itu menggeleng. "Bukan, Miss Salle. Tadi aku melihat di TV."

"Film tentang zombi memang paling seru untuk Halloween." Salle berkomentar sambil mengambil nampan bundar dari atas meja. Cupcake-cupcake cokelat ditata rapi di sana. Di puncak kue itu, ada fondan hihau berbentuk tangan yang sedang meraih ke atas. Seolah itu adalah zombi yang berusaha keluar dari tanah. "Silakan. Aku memanggangnya sendiri."

"Terima kasih, Miss Salle," ucap keduanya kompak.

"Omong-omong, kenapa Anda mengenakan kostum pernikahan?" lanjut si bocah lelaki. "Apakah itu berarti setelah ini kami harus mengganti panggilan?"

"Kenapa harus diganti?"

"Kata Mom, kalau wanita yang sudah menikah sejarusnya dipanggil 'Nyonya'."

Salle tergelak kecil. "Tidak berlaku untukku. Kalian bahkan boleh memanggil dengan nama depanku."

Bocah lelaki itu menggeleng. "Mom bilang, itu tidak sopan."

"Kita harus menghormati orang yang lebih tua. Itu yang kudengar di TV," tambah si gadis kecil.

Grassy's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang