Mystery of Love

89 13 2
                                    

"Kau marah?"

Mark berusaha bertanya memperjelas semua meski ia sudah bisa tahu dari raut wajah gadis bersurai panjang itu. Ia tidak menyerah meski terus diabaikan gadis yang dua tahun belakangan itu menjadi kekasihnya. Setidaknya itu yang dipercayai Mark.

Diana, gadis blasteran Kanada-Korea itu tidak mengalihkan sedikit pun pandangannya dari berkas-berkas di tangannya. Dengan wajah datar dan dinginnya, ia menjawab, "Tidak."

Mark menghela napas panjangnya. Ia pun merebut kertas-kertas sialan itu demi mendapat perhatian gadisnya. Meski kini ia harus mendapatkan tatapan tajam dari Diana, Mark tidak peduli. "Katakan padaku, bagian mana dariku yang berubah?"

"Kau tidak tahu?" tanya Diana dingin.

"Katakan saja."

Diana tersenyum miring, tak habis pikir dengan kegigihan pria yang kini terlihat bodoh di hadapannya. "Kau tidak lagi mengantarku pulang, tidak mengambil gambarku ketika acara kantor, dan tidak memberiku emoji ketika mengirim pesan."

"Hanya itu? Kau akan menyingkirkanku dari hidupmu karena itu? Lalu, apa arti kebersamaan kita selama dua tahun ini? Waktu yang selama ini kita habiskan bersama, tidakkah itu berarti buatmu?"

"Tidak."

Mark tertawa hambar. Ia tak habis pikir dengan sikap dingin yang tiba-tiba ditunjukkan kekasihnya. "Kau pikir kencan itu lelucon?"

"Kencan? Aku tidak berkencan denganmu. Aku hanya menganggapnya bersenang-senang."

"Sulit dipercaya." Mark berdiri, berjalan sedikit untuk meregangkan otot serta emosinya.

"Cobalah bercermin, lihat betapa menyedihkannya dirimu."

Mark mempersempit jaraknya dengan Diana, mengkungkung gadis yang masih terlihat nyaman dengan posisi duduknya. "Kau melepasku?" desis Mark.

"Mmm," jawab Diana tanpa ragu.

Mark kembali tertawa, tetapi terdengar menyedihkan. Pria itu menjauhkan tubuhnya dari Diana, menekan keningnya sebentar, lantas kembali menatap Diana nanar.

"Fine," ujar Mark sedikit menggertakkan giginya. "Aku hanya bisa mendoakan kebahagiaanmu."

Mark meraih mantel cokelat panjang dari gantungan, memakainya tergesa, kemudian meraih tas jinjingnya dengan kasar.

"Mark."

Mark menghentikan langkahnya ketika suara lirih Diana memanggilnya. Meski pria itu tengah marah dan kesal setengah mati, mendengar suara lembut Diana, hatinya tetap luluh.

Meski tidak berbalik, Diana tahu jika Mark akan mendengarkannya. "Proyek kita-"

"Jangan khawatir. Aku akan bersikap profesional." Setelah mengatakan itu, Mark benar-benar meninggalkan Diana di kantor yang telah sepi.

***

Dedaunan sudah mulai berubah warna di sepanjang jalan River Falls, Wisconsin. Mark melangkahkan kakinya gontai, menyusuri jalanan yang telah sepi. Hari ini, ia memang sengaja tidak memakai mobilnya. Mark ingin mengenang kebersamaannya bersama Diana dengan berjalan kaki, kemudian menikmati sisa hari di restoran cina langganan mereka.

"Hari ini tepat dua tahun dan dia menganggap dua tahun ini hanya sebagai lelucon? Menggelikan." Mark bergumam sepanjang perjalanan. Rasanya masih tak percaya dengan apa yang didengarnya dari mulut Diana. "Bersenang-senang hingga membuang waktuku selama dua tahun? Cih, sialan."

Mark mengeratkan mantelnya ketika embusan angin mulai terasa dingin pada pertengahan bulan Oktober. Meski dingin, pria berambut brunette itu sangat menyukai musim gugur. Selain daun-daun yang berubah warna, ia juga menyukai Halloween. Seminggu mendekati perayaan, hiasan labu dan lampu warna-warni sudah terlihat menghiasi kota.

Grassy's FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang