Bab ini ditulis oleh Meilan85
Kehadiran kembali Ayah di rumah membuat suasana hati Reva lebih bahagia. Meski entah mengapa, untuk lebih mendekat pada Ayah masih terasa sulit. Demi menghemat pengeluaran dengan terpaksa Tante Ratna memberhentikan semua pekerja di rumah. Pada awalnya mereka menolak karena sudah bertahun-tahun ikut dengan keluarga Haris Erlangga. Pada saat keluarga ini terpuruk tidak bijaksana harus meninggalkannya. Namun semua alasan yang disodorkan Pak Salim dan Mbak As dimentahkan Tante Ratna, sampai akhirnya mereka menyerah.
"Non, Pak Haris itu sangat mencintai Non Reva, dan kehadiran Non telah membawa banyak perubahan." Pak Salim tiba-tiba bicara sesuatu yang membuat hati Reva ciut.
Sembari membereskan garasi dan memanaskan mesin mobil, Pak Salim bicara. Reva sendiri saat itu masuk garasi hendak mengambil kotak kardus untuk menaruh semua buku bacaan yang ada di perpustakaan.
"Maksud Pak Salim?" Reva beringsut mendekat, ia tidak ingin ada kalimat Pak Salim yang luput dari pendengarannya dan menyebabkannya merasa terpojok sendiri.
"Setelah Non Reva tinggal di sini, Pak Haris lebih sering makan malam di rumah. Sikap, raut muka, dan tawanya semua berubah. Lebih bahagia dan lebih hidup." Pak Salim memulai ceritanya.
"Saya ikut Bapak sejak sepulang beliau dari Jogja setelah wisuda, karena sifatnya yang tertutup memang tidak banyak cerita yang dibagi dengan saya selaku sopir pribadinya. Bahkan untuk acara-acara tertentu, Bapak lebih banyak menyetir sendiri ketimbang memakai jasa saya."
Reva diam mendengarkan.
"Saya memang tidak tahu banyak, hanya dari sudut pandang pribadi berani menyimpulkan kalau kehadiran Non Reva sepertinya telah mengembalikan sesuatu yang paling berharga dan pernah hilang dalam hidup Bapak. Andai saya bisa melihat aura yang terpancar dari seseorang, rasanya tidak salah kalau aura bahagia itu terpancar kuat begitu Non Reva berada di rumah ini."
"Tapi justru setelah kehadiran saya keluarga ini terpuruk. Ayah menderita kelumpuhan akibat kecelakaan, dan perusahan menuju kebangkrutan hingga disitanya rumah ini." Kalimat Reva lebih menyerupai keluhan.
Kepala Pak Salim menggeleng tegas.
"Jalan hidup tidak bisa ditebak, seperti halnya angin bertiup tidak selalu pada satu arah. Tidak boleh menyalahkan takdir, ada kalanya tertawa, juga akan ada saatnya menangis. Maaf saya bicara seperti itu, jadilah kekuatan Pak Haris, Non."
Pak Salim tersenyum arif. Reva hanya anggukkan kepala lemah. Menjadi kekuatan Ayah? Kekuatan seperti apa? Rasanya ingin sekali tertawa kencang agar perih yang melilit hati tercampakkan begitu saja. Takdir baik rupanya terlalu enggan untuk membersamainya. Berbeda dengan kesedihan, seolah tak mau lepas dari hidupnya. Reva membuang napas, atau barangkali Tuhan terlalu menyayangi dan selalu merindukan dirinya dengan selalu menempatkan dalam kesedihan agar tidak melupakan-Nya.
Hari terakhir Pak Salim dan Mbak As di rumah besar itu dihabiskan dengan membereskan barang-barang di gudang. Mereka tidak ingin meninggalkan sisa pekerjaan sedikit pun. Tante Ratna juga memutuskan untuk merumahkan Pak Satpam. Reva mengerti semua dilakukan semata-mata untuk menghemat pengeluaran. Karena sekarang biaya hidup otomatis hanya mengandalkan tabungan yang tersisa. Reva hanya berharap simpanan tersebut mampu menopang setidaknya sampai ia mendapatkan pekerjaan.
Mereka masih diperbolehkan tinggal di rumah sampai rumah itu disita. Dan itu berarti entah berapa lama lagi, tidak tentu. Entah besok atau lusa.
Selesai makan malam, Reva langsung mengambil alih tugas yang biasa Mbak As lakukan. Ia hanya ingin membantu apa yang bisa dilakukannya saat ini.
"Reva, biar Tante saja." Tante Ratna meletakkan piring kotor di tempat cucian.
"Tidak apa-apa, Tante, aku saja." Reva mencoba tersenyum setulus mungkin meski dipaksakan. Matanya melirik ke arah Ayah yang tengah memperhatikannya. Ada senyuman tipis di bibirnya yang masih terlihat pucat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Untuk Ayah
General FictionReva Putri Anjani, 18 tahun, selama ini hanya mengenal sosok ibu dengan segala kegetiran hidup yang harus dijalani. Namun setelah kematian Ibu, tiba-tiba seseorang datang mengaku sebagai ayahnya. Ujian yang datang silih berganti membuatnya bertanya...