(side story) Love Story, Killed

859 93 22
                                    

an : SPIN OFF. Kurokami Shiro menemukan doujinshi sadistic porn/eroguro yang menggunakan kasus Kurahashi Tomo.

Tadinya ditulis untuk kumpulan cerita pendek 'Almost Love but Not Quite' (cek di akun /promoseh), tapi akhirnya saya masukin ke sini karena masuk ke canon.

warning: gore imagery, sexual assault imagery

.

Kurokami kadang dibuat terkejut akan ulah  manusia.

Ia menemukan komik amatiran itu dengan tidak sengaja; seorang anggota forum mengepost linknya di Escher Club, mengajak membaca. Kurokami tahu bahwa sensasi kematian Tomo menjadi gelombang inspirasi untuk sebagian orang-- ia pernah melihat puisi, atau cerita seperti fanfiksi, maupun gambar-gambar terkait Tomo di internet. Sebagai hantu, sebagai korban. Sebagian melankolis, sebagian sadis, dan beberapa begitu kurang ajar hingga Kurokami menghilang dari internet selama beberapa waktu.

Kekerasan dunia nyata selalu diolah ulang. Penculikan Junko Furuta diabadikan dalam bentuk komik maupun buku, penderitaan bocah yang diperkosa menjadi film drama. Kurokami tahu bahwa penderitaan tak manusiawi mempesona orang-orang yang bosan, tapi bukan berarti dirinya siap menemukan Tomo dalam fantasi sadomasokisme.

Dunia Tomo dalam manga hitam-putih, hanya gambar darah yang dibuat merah. Kurahashi Tomo dalam komik porno disiksa oleh 39 anggota kelas, diperkosa oleh 39 anggota kelas, dibunuh dan dibagi-bagi oleh 39 anggota kelas. Hanya kelopak mata Kurokami yang bergerak naik-turun selagi telunjuknya menekan tombol mouse, membaca, menyaksikan Tomo sekali lagi menderita dalam fiksi, sekali lagi mati, kematian yang kedua kali.

Awalnya tidak apa-apa. Kurokami bisa membedakan antara fiksi dan nyata. Karakter dalam monitor bukan Tomo-- sampul doujin itu menampakkan siswa SMA dengan gakuran dan rambut hitam berantakan yang familiar, dengan lebam-lebam yang sama, tapi kemiripannya cukup sampai di situ. Di balik pakaian, Tomo tidak memiliki lekuk lemak seperti itu, ia sekurus ranting. Di hari-hari paling berat, sepasang tangan Kurokami hampir mencakup satu pahaya, dan Kurokami harus memohon-mohon agar Tomo tidak mati.

Tomo tidak akan akan berpose seksi ala gravure murahan, tidak akan berekspresi penuh gairah. Tidak akan meminta. Ia tidak menangis dengan wajah memerah dan mulut penuh liur ataupun hidung penuh darah.

Kurokami menyimak dari halaman pertama, terkejut karena sanggup membaca.

Ia menyaksikan 'Tomo' yang dicerca di tengah kelas, menemukan kembali ketidakmiripan. Teman-teman sekelas Tomo tidak pernah memukuli sambil tertawa mengejek seperti dalam gambar. Mereka melakukannya dengan raut wajah jijik, penuh kekesalan.

Mereka tidak menyiksa untuk kesenangan-- tapi lebih untuk mengenyahkan gangguan, seperti membunuh serangga. Kau tidak tersenyum-senyum saat memukuli kecoa yang merayap di lantai. Tidak bergairah saat menepuk lalat yang masuk.

Komikus amatiran ini tidak mengenal Tomo seperti Kurokami.

Tomo tidak akan menggelinjang dan berteriak nyaring saat ejakulasi. Ia melenguh tanpa suara, bertahan diam. Tomo bukan pelacur yang diam-diam keenakan saat disodok gagang sapu. Tomo bukan masokis. Segala upaya menyakitinya, termasuk seks, terutama seks, dan Kurokami tidak pernah tahu bagaimana membuat Tomo puas-- pernah semalaman ia menghamba demi kenikmatan Tomo, melakukan apapun. Menciumi setiap kulit yang ada. Menjilati tiap lubang yang menganga. Bergantian kasar dan lembut, nyaris putus asa. Tapi yang bersangkutan tetap sekeras batu, pergi sebelum pagi.

Dulu, yang paling diinginkan Kurokami cuma terbangun dengan Tomo di sampingnya.

Bukan Tomo. Bukan Tomo. Kurokami mengulang dalam hati. Karakter hitam-putih-berdarah merah itu bukan Tomo, hanya seorang jalang digilir yang memakai kulit dan namanya, menjadi sansak onani.

Si jalang dalam komik meronta-ronta selagi dipotong hidup-hidup oleh 39 manusia, memohon ampun. Kurokami menyaksikan semuanya hingga halaman terakhir dengan keapatisan mengejutkan.

Tapi di halaman terakhirlah hantaman datang.

Kurokami berhenti berkedip dan telunjuknya berhenti bergerak. Jantungnya juga mungkin ikut berhenti, juga paru-parunya, segalanya stop. Dari segala bentuk Tomo dalam komik itu, ini yang paling mendekati--paling familiar. Paling mirip. Kurokami pernah melihat Tomo yang seperti itu, segar dalam ingatan.

Dalam gambar yang memenuhi dua halaman komik, Kurahashi Tomo mati dan badannya dibelah enam di atas ubin. Potongan-potongan tubuh berserakan bagai lego yang belum disusun, mengambang dalam sup. Sup merah darah.

Wajahnya tak berekspresi. Mimiknya begitu bersih dari kekotoran, seakan-akan sedang merenung, hanya segaris darah melintas dari hidung ke dagu. Mata hitam tanpa cahaya memandang langsung ke arah Kurokami dari balik layar kaca. Benar, Tomo memang selalu memandang seperti itu ketika masih hidup, ketika Kurokami menaiki tubuhnya di atas kasur.

Rambut hitamnya yang berantakan serupa jaring laba-laba dan Kurokami terperangkap di sana.

Kurokami tidak pulih. Telunjuknya menekan mouse dan halaman berganti menjadi bonus komik dengan humor murahan, namun Kurokami tidak pulih sama sekali. Bahkan setelah mematikan laptop secara tergesa, Tomo masih memandangnya dari balik monitor hitam, membekas.

Ketika nanti malam ia tidur, Tomo mengambang di langit-langit kamar dengan mata kosong yang sama, badan terbagi enam.


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 05, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TOMO [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang