AEGEUS

1.7K 227 57
                                    


[AEGEUS]

.

.

.

Sebut itu memori. Relikui di bawah lapisan-lapisan penyesalan. Berlatarkan hamparan air yang dikelilingi pepohonan, begitu nyata terpampang di pelupuk mata. Higanbana menyala di tengah rerumputan.

Suatu hari yang terlupakan di musim panas.

Kurokami Shiro berdiri di sana, sosoknya jauh lebih muda. Sejak dulu badannya memang tinggi dan tegap, tetapi garis-garis pada wajah tampan itu lembut, kekanakan, belum berpengalaman. Seragam sekolah menengah menggantung canggung di tubuhnya.

Di depannya, tepat di bawah pohon Kusunoki yang tumbuh menghadap kolam sebesar danau, Kurahashi Tomo berdiri hampir limbung. Rambutnya yang hitam, seragamnya yang juga hitam, membuatnya hampir menyatu dengan bayangan dedaunan. Semakin lama semakin condong, bagai hendak terjun. Mungkin sebentar lagi akan terjun, mungkin suatu saat nanti akan terjun.

Tetapi Tomo takkan terjun dan Kurokami tahu itu. Masih ada seorang ibu yang harus ditanggung sang pemuda, satu dari sedikit alasan untuk berjuang.

(Kurokami selalu takut akan hal itu—jika wanita tua itu mati, apakah Tomo juga akan menyerah dan berlalu?)

Alis pirang Kurokami tertaut takkala matanya menatap pungung Tomo yang lebih ringkih dari biasa. Sakit bukan penyakit. Sakit karena luka. Luka akibat ulah manusia. Kemeja musim panas itu pendek, sehingga perban sepanjang lengan terlihat.

Kurahashi.

Kurahashi Tomo tak menoleh.

Biarkan aku melindungimu.

Kurokami memeluk Tomo. Besar tubuh keduanya berbeda; begitu mudah bagi Kurokami untuk merengkuhnya sebegini lembut, begitu mudah pula untuk mematahkannya bila mau. Kedua lengan Kurokami yang tebal oleh otot melingkar di bahu Tomo, bagai rantai pelindung ataupun ular membelit, atau kombinasi keduanya. Kekuatan yang bisa melindungi ataupun menghancurkan.

Secarik napas Tomo tertahan di tenggorokan. Tangannya yang berbalut perban menggelayut di lengan Kurokami. Menyentuh ringan, mengapresiasi.

Kurokami begitu terharu hingga kepalanya terkulai di bahu Tomo. Bibir menyentuh telinga putih itu.

Aku akan melindungimu.

Janji suci itu terbawa angin yang membelai dedaunan Kusunoki.

.

.

Langit-langit apartemen mewah menyapa pagi Kurokami. Pemuda itu segera bangun begitu matanya membuka. Selimut yang dipakainya jatuh tergusur, dan tampaklah tubuh sempurna yang kecoklatan.

Di mana-mana ada sisa liar sesi bercinta— bekas ciuman berlipstik dan sperma kering, pakaian yang bertebaran di mana-mana, kaleng bir dan abu rokok di atas seprai. Udara yang pekat. Seorang wanita telanjang tengah berbagi kasur, keras mendengkur, rambut cokelat mengombak di atas bantal. Sosok telanjang yang montok. Tidak ringkih.

Seutas rambut coklat masih melilit di jemari Kurokami. Menjijikan.

Terbangun karena gerakan Kurokami, hostess itu berbalik sambil mendesah.

"Keluar."

Tanpa ragu-ragu ataupun mengingat kemesraan tadi malam, Kurokami mengusir partnernya yang telanjang dari apartemen, lengkap dengan pakaian dan tas jinjing yang tadi berserakan di lantai. Lalu klik, pintu dikunci begitu saja.

TOMO [bxb]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang