Perih

4 1 0
                                    

Di sore hari aku mampir ke tempat bunda jualan. Seperti biasa aku membantu bunda disela-sela kesibukannya. Wajah lelah namun tampak bahagia begitulah pemandangan saat ini. 

Tak berselang lama aku pamit pada bunda izin untuk pergi ke majelis ilmu yang lokasinya tak terlalu jauh. 
"Hati-hati ya sayang, hari nampak gelap" ujar bunda. 
"Iya bunda, Zahra akan berhati-hati semoga tidak terjebak hujan" ucapku. 

Setelah nya aku menyalami bunda kemudian pergi berjalan kaki karena tempatnya bisa ditempuh dengan 20 menit perjalanan dengan jalan kaki. Jika menggunakan bus maka aku akan terlambat nantinya. 

Cuaca makin memburuk, angin kencang mulai menerpa suara amarah dari langit mulai terdengar. Aku merasa cemas aku tak ingin terjebak hujan. Tak lama kemudian hujanpun turun dan aku berusaha mencari tempat untuk berteduh. 

Dua menit berjalan aku menemukan tempat untuk berteduh. Tak ada orang lain disini hanya aku sendiri. Menikmati hujan membuat ku senang. Tak lupa menengadahkan tangan untuk berdo'a karena hujan adalah salah satu waktu mustajab untuk berdo'a. 

Namun tak lama kemudian hatiku merasa perih. Teringat sesuatu yang membuatku sedih. Saat ingin melupakannya namun hujan mengembalikan kenangan tentang nya. Tak terasa air mata menetes dengan sendirinya. Luka lama kembali terpampang di depan mata begitulah rasanya. Teringat wajah bunda yang lelah karena harus terus bekerja membuatku semakin sedih. Sosok itu dimana? entahlah...

Aku ingin melupa namun rasanya tak berdaya. Disatu sisi aku merindu namun disisi lainnya aku terluka. Luka batin begitu menyakitkan meskipun bertahun-tahun telah terlewatkan. Tertawa miris itulah yang kulakukan tentang luka saat ini.

Happy reading ^_^ 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 06, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

hujanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang