perasaan yang terungkapkan

186 19 5
                                    

Malam minggu yang menyenangkan. Walau hanya kami berempat, tapi suasananya sangat hangat- ku harap begitu, tapi..

"kotet kuning! Jangan lu ambil semua kembang api nya, gua juga mau njir!"

"ini gk gratis, lu bayar dulu 10.000 yen. Ah bayar ke ichi-nii"

"anj- gua kagak punya duit kes!"

"idih gk punya duit sok-sok'an ngajak nii-chan malam mingguan!"

Ah sialan.. Mencoba tenang menyelesaikan daging yang ku olah. Saat menu utama(BBQ) selesai, aku menyajikannya di teras. Ku lihat mereka yang seperti anjing dan kucing. Lucu sih tapi ngeselin juga.

Aku menghampiri mereka yang lagi ricuh. Saat sudah dekat, aku memukul kepala mereka satu per satu tanpa kecuali, "oi kalian! Berhentilah bersikap seperti anak tk. BBQ sudah siap, jadi cepat makan sebelum dingin"

"bgst sakit bego!" ucap kesal si lelaki putih.

Jiro dan saburo hanya tertunduk dan meminta maaf. Aku acuh tak acuh ke lelaki putih. Menghela nafas melihat mereka. Sekali lagi aku bilang BBQ yang sudah siap santap, mereka pun menghampiri di mana BBQ itu di sajikan.

Aku, jiro dan saburo mengucap syukur dan menyantap masakan dariku. Sedangkan lelaki itu hanya mengerutkan keningnya melihat kami yang berdoa sebelum makan.

"huwaa enak! Ichi-nii memang hebat!"

"nii-chan namba wan!"

Duh jadi malu- adik-adikku memang manis, apa lagi saat mata mereka yang berbinar menatapku kagum.

Di sisi lain, lelaki putih itu seperti nya ingin langsung makan tanpa mengucap syukur. Dia mengambil piring dan hendak menaruh daging ke piringnya. Menyendok daging dan mengarahkan ke mulutnya, namun langsung ku hentikan.

"samatoki-san sudah mengucap syukur?"

"untuk apa juga? Gk guna, gua udah laper!"

Sekali lagi ku pukul kepala lelaki itu tanpa memandang umurnya yang lebih tua dariku. Tentu saja dia marah. Hendak menyemburkan protes nya tapi ku dahului, "gk ada syukur gk ada daging!"

Diam terdiam. Lagi-lagi decihan ia keluarkan menandakan kekesalannya. Dengan terpaksa lelaki itu menurut, lalu menyantap daging yang ku sajikan.

Perut terisi hatu pun senang. Aku bersama adik-adikku membersihkan bekas acara kecil kami. ".... Samatoki-san, bisa bantu kami sedikit?" , "gk. Gua capek kekenyangan."

Aku memakluminya karena dia adalah tamu. Aku pun melanjutkan kegiatanku.

Saburo menghampiri lelaki yang tengah rebahan dengan tangan yang di silangkan ke belakang kepalanya. Saburo menendang kaki lelaki itu lumayan keras. "gyahaha!! Nice saburo!" sorakan dari kakak tengahnya.

"bgst- APA MAU LU KUNING?!"

Saburo menyilangkan tangan ke dada. Menatap datar lelaki itu.

"walau tamu, situ juga harus ikut bersihkan kekacauan ini. Kan lu ikutan makan"

"OI CHIR–"

"idih pengadu!" sahut jiro.

Sepanjang adu mulut mereka aku tak perduli sedikit pun. Pikiran ku sedang berada di tempat lain. Aku melamun. Lelaki putih yang melihat ku seperti itu langsung menghampiriku, "lu kenapa?" dia menghancurkan lamunanku.

"eh ya?"

Ku lihat jiro dan saburo melihat ku khawatir. Ah sial tatapan itu. Lagi-lagi aku membuat ekspresi khawatir di wajah kedua adikku. Aku juga melihat lelaki itu menatapku khawatir(?). Aku pun mencoba kembali bersikap biasa, bukan untuk lelaki itu tapi kedua adikku.

Unknow |SamaIchi| Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang