Di sebalik nama Mayleen

138 7 4
                                    

“Panggil saja leen.”

Katanya sambil beringsut menjauhiku memberikan jarak beberapa hasta dariku. Mayleen, begitu katanya saat kutanyai siapa namanya. Wajahnya terlihat familiar bagiku. Kutawarkan  sebotol mineral, dan senyum mengembang di wajahnya.

“Terima kasih” katanya. Lalu dia lagi untuk beberapa saat.

“Mau ku antar pulang?”

“ndak usah. Apa kata orang nanti?”

“oke, gimana kalau njenengan duduk dibelakang. Tenang saja mobilku ini tidak tembus pandang.” Dia menggangguk. Dan berdiri lalu masuk kedalam mobilku.

Gadis yang mengaku orang kaliwungu ini masih tetap diam  setelah sepuluh menit perjalanan berlalu. Mungkin fikiranya jauh lebih kacau dibanding aku. Entah, apa yang ada di fikiranya. Aku sendiri masih memikirkan keselamatan Alyn, Aku sudah tidak ingin lagi berandai, tapi kalaulah kita masih dipertemukan, itu akan jauh lebih baik meskipun kenyataanya kamu bukan lagi hak ku. Aku sedikit terkejut melihat arlogi sudah tidak melingkar di lengan tangan. Kemana? Tersangkut? Tersangkut apa? Atau jangaan jangan jatuh ke jurang waktu aku menyelamatkan mbak mbak ini. Ponselku juga mati, dan mana sempat aku membawa charger. Syifa juga pasti tidak sempat menyelipkanya diransel tasku.

“roti, puron?”

Aku menawarkan roti. Tapi dia menggelang. Botol yang ku beri juga belum habis diminumnya. Lalu, aku memilih kembali fokus pada jalanan. Sesekali, aku melihat pantulan wajah gadis yang duduk di bangku belakang mobilku dari kaca spion depan. Raut wajah khawatir dan takut masih saja menghiasi wajahnya yang, jujur saja, wajahnya sebelas dua belas dengan Alyn. Dan itu yang membuatku ingin mengikutinya.

“Jadi...
Aku terkejut mendengar kalimat itu juga keluar dari bibir leen, kenapa bisa begitu? kebetulan sekali kita satu suara.

“Ladies first!” kataku.

“kamu dulu saja!” katanya sambal membuka tutup botol mineral yang tadi kutawarkan.

“bukanya kamu yang punya hutang?” Ya, dia berhutan penjelasan padauk. Tapi hening kembali datang hingga beberapa saat.

“Apa kamu orang baik?”

“Menurutmu?” aku berbalik tanya. Aneh sekali dia. Setelah ku bagi air, bagi tumpangan, bahkan menyelamatkanya di bibir jurang itu, dia masih bertanya begitu.

“Ahh kamu dulu saja. Coba katakan atau tanyakan apapun.” Dia menyerah, alhasil aku juga yang harus memulai pembicaraan yang sedikit serius ini.

“Itu baju siapa?” tanyaku. Lagi lagi, dia diam.

“Penting ya. Aku jawab pertanyaan itu.”

“Ini baju orang. Dia ku selamatkan dari rumah bordir tadi. Dan kalau kamu tanya kenapa aku dikejar algogjo-algojo jadi. Itu karna aku mengantikan posisi orang itu dan aku melarikan diri. Jelas.” Lanjutnya.

Mobil melaju lagi, mengikuti arus perjalanan malam yang menguras perasaan ini. Perasaan entah berantah mencari seorang gadis yang denganya masih ingin ku arungi sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah mawaddah warohmah, menguntai maghligai cinta yang indah sehidup sesurga. Tapi, mungkinkah?

“Siapa nama orang yang kamu bantu.” Tanyaku kembali, barangkali orang yang dia bantu itu Alyn.

“Apa pentingnya, memangnya menolong harus tahu namanya? Intinya, dia dipaksa masuk kerumah bordil itu, kebetulan aku kenal sama orangnya. Dia orang yang baik budinya, akhlaknya dan kami cukup dekat.”jawabnya. Dan itu bukan jawaban yang ku inginkan.

“jangan melucu mbak. Coba jelaskan, satu rumah bordir itu berapa orang yang kamu tahu namanya. Kenapa yang tidak kamu kenal, tidak ikut di selamatkan juga. Menolong kan tidak perlu tahu namanya?” kataku.

Makmum Masbuk✔️ (Beberapa part hilang demi penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang