KULLU NAFSIN DZAAIQOTUL MAUUT

341 13 7
                                    

Aku tersenyum, melihat burung merpati yang terbang dari sangkar satu ke sangkar lainya. Hanya untuk menemui merpati cantik pujaan hatinya. Sambil mengerjakan rutinitas pagiku, aku sering sekali mendengar burung merpati milik pak ruslan -tetanggaku- bermain dengan majikanya.

Pak Ruslan asyik sekali mengantungkan sangkar-sangkar burung peliharaannya yang entah berapa jumlahnya. Terakhir ku hitung, semuanya ada tiga belas. Sebenarnya ini terkesan aneh, oh tidak bukan aneh. Maksudku karena aku tidak pernah menggeluti dan tidak pernah menyukai aktifitas seperti beliau. Setiap hari berkutat dengan burung, dan segala hal tentang burung jadi menurutku itu aneh. Apa asyiknya?

Dan melihat itu aku ingat bagaimana kejadian manis lima bulan yang lalu membuat detak jatungku berhenti, seperti bacaan Sakta dalam Alquran, berhenti sejenak satu alif tanpa bernafas. "Aurat seorang istri adalah aurat suaminya. Hunna libaatsullakum wa antum libaatsullahun" Begitu katanya. Setelah melilitkan kerudung di leherku, dengan tatapan yang menusuk kalbu. Bisakah kiranya, kisah cintaku seindah kisah cinta dua merpati itu?

Sekali lagi, itu kejadian lima bulan yang lalu. Itu artinya kami sudah lima bulan menikah, lima bulan sudah aku meninggalkan Turky, lima bulan sudah aku kehilangan cara untuk mendapatkan restu dari beliau, dan lima bulan sudah aku mengabdi padanya, dan menemani mbak jicha.

Pagi ini, seperti biasanya, aku, ustadz fathaan dan mbak jicha, menyantap sarapan pagi kita di sebuah saung kecil disamping dapur rumah kami. Jangan tanya bagaimana keadaan kami setelah menikah. Karna aku sendiri kesulitan untuk menjelaskanya, ini terlalu menyakitkan.

Aku terlalu cemburu. Bagaimana tidak, kalau sayyidah Aisyah pernah menarik taplak meja yang berisi jamuan tamu yang dihidangkan Ruqoyyah -istri lain Rosulullah, hingga semua hinganya jatuh, hanya karena cemburu, melihat Ruqoyyah yang menghidangkan jamuan itu, dan bukan dirinya. Ya memang, beliau adalah seorang ummul mukminin, tapi cemburu tidak pernah bisa memilih bahkan memilah mana ummul mukminin, mana wanita biasa. Seperti aku.

Dan suamiku bukan Rasulullah, yang akan memaklumi atau bahkan pintar pintar mengambil hatiku yang sedang cemburu, seperti Rasulullah yang pandai mengambil hati Sayyidah Aisyah.

"Ibu kalian hanya sedang cemburu" lalu Rasulullah tersenyum setelahnya. Tidak! Itu sama sekali tidak terjadi padaku. Beliau, entahlah. Mungkin karna kecemburuan sering kali menyelimutiku, hingga tak mampu membedakan mana perhatian dan mana sikap acuhnya.

Kami pisah ranjang. Tidak, antara aku dan ustadz ataupun antara ustadz dan mbak Jicha. Semua itu terjadi begitu saja, awalnya karena mbak Jicha ingin tidur sendiri di kamar utama, dan aku tidak siap jika harus satu kamar dengan ustadz fathaan akhirnya aku tidur di kamar tamu, sedangkan ustdaz fathaan tidur di kamar lain.

Kehidupan rumah tangga kami masih tetap sama seperti dulu, suamiku tetap menjadi suami terdingin, namun super perhatian. Telingaku sudah cukup akrab dengan kata-kata ketus dari mulutnya. Setiap pagi beliau selalu membangunkanku sekitar jam tiga malam untuk sholat malam berjamaah, tentu saja bersama mbak jicha.

Selesai makan, aku menyiapkan beberapa butir obat untuk mbak jicha, dan ustadz yang merapikan tempat makan. Setelah itu kita akan mencuci piring kotor itu berdua. Jika ustadz fathaan pergi mengajar madrasah pagi, aku akan membantu mbak jicha mengelap tubuhnya. Keadaannya sudah tidak memungkinkan lagi untuk berdiri. Kursi roda itu kini menjadi bagian dari organ tubuhnya. Kemanapun dia pergi kursi itu akan menemani. Aku juga sering mengajaknya berjalan-jalan di sekitar pesantren, menikmati panas matahari pagi, dan bercerita banyak tentang pengalaman masing-masing. Sering sekali aku bercerita tentang betapa dinginnya suami kita. Dan itu menjadi topik paling seru ketika di perbincangkan.

"sudah, disini saja." kata mbak Jicha. Hari ini jalanan terlihat sepi, mungkin karena ini hari ahad. Sekolah lain tentu saja libur, berbeda dengan KBM di pesantren kami yang hanya libur di hari jumat.

Makmum Masbuk✔️ (Beberapa part hilang demi penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang