Fatwa Cinta

164 8 1
                                    

Pondok pesantren Nurul Ilma, hari ini disibukan dengan acara peresmian nama marhalah untuk pengurus yang baru saja dilantik bulan kemarin. Jadi, setelah merampungkan murojaah, bareng mbak mbak kelas tahfidz. Aku bergegas masuk ke dapur. Klak! Klek! suara pisau merajang beberapa bumbu dapur, suara kemprungsung para santri dan khodimah, minyak panas, air ditempat cucian piring, beradu seru ditelingaku.  List makanan yang ku minta tidak banyak, sebagian juga ku pesankan di toko mbak Nariyah, salah satu warung langganan pesantren yang biasanya selalu siap sedia menyiapkan pesanan jajanan pasar untuk pondok.

“kurang legi mbok” jawabku ketika diminta mencicipi jenang buatan mbok Tamimah.

“Ngiih ning” jawabnya sambal mengulen jenang. Para santri terlihat sangat antusias membantu para khodimah memasak. Ada yang sedang sibuk nyeseti  dan mengelap daun pisang, ada yang membuat ikut bungkusi poci-poci,  potong-potong sayuran, buah, rempah bumbu dapur, menggoreng ikan, tempe, membuat suasana kemprungsung  semakin panas. Nurul Ilma sebenarnya tidak mengharuskan santrinya memasak sendiri. Bahkan tiga kali sehari jatah makan mereka sudah terjamin dan siap saji. Hanya saja, sebagai seorang wanita mereka juga diberi jatah piket untuk membantu para khodimah menyiapkan makanan untuk satu pondok, pondok putra dan putri.

Biasanya, mbak mbak santri akan membantu masak, sebagian ada yang menjadi ramu saji atau membantu membagikan makanan untuk para santriwati. Nurul Ilma tidak membebankan santriwan ikut masak, kang-kang pengurus hanya mendapatkan jadwal untuk mengambil jatah makanan di dapur pusat. Lokasinya berada diujung pondok putri, jadi mereka harus mlipir masuk ke area asrama putri. Untuk santri putra, kang-kang pengurus yang mendapat jadwal piket akan mengambil jatah makanan untuk semua santri putra berhubung dapur pusat pesantren hanya ada satu dan itu bertempat di putri. Sebagian juga ada yang menjadi ramu saji atau membantu membagikan makanan untuk para santriwan.
Khusus hari ini, tentunya lebih banyak santri yang turun tangan membantu persiapan. Kami membuat golong atau nasi lauk yang dibungkus dan nantinya akan dibagikan ke tetangga. Dan satu nasi tumpeng jumbo yang nantinya akan dibagikan ke para assatidz dan assatidzah, sedangkan untuk para santri nantikan aka nada tajammu’ atau makan bersama menggunakan nampan, satu nampang kurang lebih diisi oleh 4 sampai 5 orang.

Aku keluar dari dapur, melangkah mengghampiri sepeda motor yang ku parker di depan gedung robitoh. Aku harus memeriksa mbak-mbak yang kutugasi membuat snack. Barang kali, ada sesuatu yang kurang, atau bahkan salah.

“Assalamualaikum.” Aku terkejut.

“Waalaikum salam.” Jawabku. Yang menyapa malah memberikan isyarat pertanyaan.

“tempat acara.” Jawabku. Untung saja aku faham apa maksudnya. Dia mengambil alih kemudi dan kami berboncengan.

“isin aku tadz”

“Merem” jawabnya. Enak sekali jawabanya, memangnya merem bisa menghentikan malu. Aku kan isin bukan takut.

“mereka cuma ndak pernah lihat kita boncengan, biasa wae.” Lanjutnya.

Sesampainya di tempat acara. Para santri putra memasang tratak lengkap dengan sound sistem dan meja kursinya. Suara sapu yang bergesekan dengan batako halaman aula, suara kursi yang digeret sana sini sampai terlihat rapi, tak-tok suaran paku ditancapkan untuk menggantung beberapa ornament hiasan acara, suara obrolan-obrolan kecil para santri, beradu dengan lantunan sholawat, menggema disini.
Suamiku sudah melesat entah kemana. Aku juga sudah berada disini sekarang, ditempat para santri membuat kurang lebih 1800 porsi jajan berisi arem-arem, jeruk manis, kacang, wafer dan aua gelas yang dibungkus mengggunakan plastik. Tempatnya ada di gedung Al-Azhar, gedung ini berbatasan langsung dengan asrama putra, sengaja ku pusatkan pembuatan snack disini agar lebih mudahdan tidak terlalu jauh dari tempat acara. Karena acara akan dilakukan di aula. Dan aula pondok Nurul Ilma hanya ada di pondok putra. Disini suara gesrekan plastik-plastik lebih mendominan.

Makmum Masbuk✔️ (Beberapa part hilang demi penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang