SEHANGAT CINTA, SEPANAS CEMBURU

314 9 0
                                    

Pagi ini, pembukaan kegiataan perlombaan berjalan lancar. Semua orang terharu mengikuti kegiatan pagi itu. Sekitar satu jam yang lalu seseorang yang sengaja didatangkan oleh kyai Mustofa, yang kabarnya adalah teman baik beliau, tampil memukau di depan semua audience. Adalah H. Muhammad Fahrizal Ischaq Addimaqi Lc.,M.Fil.I seorang pendidik yang penuh dengan semangat dan motivasi yang juga seorang santri jebolan Pesantren Modern Al Amanah Junwangi.

Penjelajah Eropa ini juga membagikan buku dengan tarif harga yang murah dengan isi buku yang menarik. Gedung masjid berukurang kurang lebih 10 M itu di buat sunyi saat beliau menggemakan sepatah kata demi kata. Di akhir acara semua dibuat menangis, terharu dan merasa menjadi sekecil kecil debu yang berterbangan sesuai dengan Qodarullah.

"Be your self " Begitu katanya. Saat meminta kami menuliskan semua mimpi dan harapan kami di selembar kertas. "Simpan baik-baik kertas itu atau letakan di tempat yang sering kalian lihat." lanjutnya.

Banyak yang aku tuliskan. Ingin menjadi ini, dan ingin menjadi itu, harus begini dan begitu, sudah sering ku hayalkan sebenarnya. Tapi nafsu masih membelenggu di sekitarku, membuatku menjadi budaknya. Selama ini aku memang hidup seenaknya, seadanya, semaunya, sewajarnya, biasa saja. Tapi mulai besok, lihat saja. Tidak ada satupun keinginanku yang hanya mampir di hayalan lalu tergelicir jatuh entah di selokan mana.

Selepas acara, semua santri sibuk mengantri untuk membeli buku "Pesona Langit Junwangi". Beliau H. Muhammad Fahrizal Ischaq Addimaqi Lc.,M.Fil.I. dan ustadzah Laili Abidah -guru bahasa inggris di pesantren modern AL-Amanah ikut andil dalam pembuatan naskah buku ini. Pengalaman langka memang, seseorang yang pernah trauma dengan karya tulis sepertiku sedikit terobati karena motivasi dari beliau. Sementar itu, dari sini aku melihat Bita terlihat membrikan dua jempol dari tempat duduk sana, mencoba mrnyemangatiku. Sedangkan aku masih berkutat dengan selembar puisi yang kugenggam. Duduk di serambi masjid sambil mereka-reka apakah puisiku diterima?

Sistematika perlombaannya memang tidak terlalu sulit, tapi tetap saja menengangkan. Peserta hanya di minta mengirimkan satu karya puisi dan membacanya. Itu untuk lomba puisi beda lagi dengan lomba essay, novel, cerpen, pantun dan beberapa lagi yang lainya. Masing-masing punya sistem yang berbeda.

Awalnya aku memang menolak mengikuti kegiatan ini, karna ada alasanya yang tidak siapapun tahu. kecuali hanya sedikit. Harapanku pagi ini, bukan menang. Hayalanku pagi ini bukan mendapatkan piala. Dan do'aku pagi ini bukan menjadi pemenang dan mendapatkan piala, tropi, setifikat, atau bahkan menjadi anggota tetap PENA HATI.

Ambisi yang seperti ini sudah kukubur semalam. Yang kusisakan hanya semangat optimis untuk menjadi yang terbaik.

Setelah difikir ulang, prioritas hidup seseorang itu harusnya bukan pada hadiah yang diterimanya setelah memperjuangkan sesuatu, tapi dari bagaimana sesuatu itu mendatangkan kebermanfaatan yang mumtaz untukku dan orang lain. Lagi pula berharap yang tidak sesuai dengan fakta hanya membuatku sakit atau lebih parahnya, aku bisa menyerah dan lupa cara untuk mencobanya lagi.

"Annchi Ainayya Nauvalyn".

"Bismillah" Batinku.

"Annchi?" Tanyanya, ustadz muda ini sedikit asing bagiku, tapi sepertinya kita pernah bertemu.

"panggil saja Alyn ustadz." Dia mengggut-manggut.

"Santriwati kelas XII IPA 3?"

"Nggih ustadz."

"Amtsilatinya masuk jilid 5 yah, masuk ke club JMK juga? Sudah berapa tahun suka dunia kepenulisan?"

"kok ustadz bisa tahu?"

"kemarin kamu di wawancarai toh sama ustadz Wisnu?" aku mengangguk.

"Tapi kan ndak bahas soal itu ustadz."

Makmum Masbuk✔️ (Beberapa part hilang demi penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang