Kesempatan Kedua

215 15 2
                                    

Pagi ini ada panggilan dari polisi, ku harap ada angin segar yang bisa ku hirup hari ini. Mobil sudah ku panaskan. Semua tugas pesantren sudah ku alihkan. Kang Wisnu yang akan mendampingi abah nantinya. Dan ustadzah Wachidah yang akan mengurus urusan perdapuran hari ini karena abah memintaku membawa serta baba dan mama.

"Assalamualaikum ustadz" ku dengar seseorang menyalamiku.

"Waalaikum salam" jawabku sambil menutup pintu mobil. Ternyata Azam, dia datang bersama istrinya –Bita-. Seorang gadis kecil, terlihat lucu dan menggemaskan dalam gendongan Bita. Fikirankupun falsback mengingat saat itu. Saat kedua pasangan ini tiba –tiba menelfon alyn tepat saat kami sedang bepergiaan keluar kota.

"Ustadz, Alkhamdulillah bita lahiran, dia dan bayinya selamat." Kata Alyn, euforia kebahagiaan tiba-tiba saja menyeruak memenuhi ruangan mobil kami. Mobil akhirnya ku berhentikan. Alyn, menunjukan bukti whats app dari Azam, dan beberapa detik setelahnya gelak tawa kami terhubung via telfon.

"Gus, kira kira, namanya siapa yah. menawi loh gus, jenengan punya nama yang bagus." Kata Azam

"Risya... tapi lengkape, Luru o dewe" begitu jawabku.

Tak disangka sekarang sudah sebesar ini, kedip mata, dan senyum semunya, mengingatkanku pada awal pertama kali melihatnya bersama Alyn. Oh tidak!!! Tolong berikan waktu satu detik saja tanpa bayangan Alyn, ya Allah. Aku menarik nafas cukup dalam.

"Gimana kang, sudah ada kabar?" Tanya azam

"wes masuk sek, kalian baru saja sampai kan?"

"mbok, nyuwon tulung. Ini ada mas Azam, tolong buatkan minum yo, sekalian diantar ke kamar tamu".

"Ndaleme jenangan nopo ndaleme pak yai?" tanya mbok mi.

"Ndaleme kulo mawon." Mbok mi mengangguk mempersilahkan keduanya masuk kedalam rumahku. Tak lama kemudian mama datang, lengkap bersama baba dan tentu saja leen.

"sudah datang?" Lirih mama menanyaiku.

"sudah ma sama Azam sekalian tadi." Mama tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumahku. Aku pun ikut masuk kedalam, bermaksud mengambil topi hitamku yang tertinggal. Tapi, akhirnya aku dikejutkan dengan tangis pecah Bita yang memeluk erat tubuh kakak yang selama ini hilang dari pelukanya.

"Fathaan yang membawa kakakmu kesini dek?" kata mama. Aneh memang kenapa aku sendiri tidak pernah tahu kalau kembar kakak beradik ini punya seorang kakak lagi. Entahlah. Kenyataan memang begitu kan.

Selang beberapa menit kemudian. Abah datang, dan kami mulai menyantap sarapan pagi buatan mbok mi. Aku terpaku saat pertama kali melihat nasi goreng sosis di hidangkan mbok mi. Lengkap dengan secangkir teh hangat, persis seperti yang biasa aku pesan dengan alyn.

"Ini pasti enak ustadz. Ini nasi goreng special pakai sedikit garam, pakai sosis dan bawang goreng, dibuat pakai bumbu rahasiaku. Oh ya, aku juga buatkan teh untuk ustadz, tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin dan gulanya juga sedikit" Begitu katanya. Setiap kali menyiapkan sarapan pagi, dan nasi goreng favoritku selalu dipromosikan lebih dulu. Wajah periangnya, senyum manisnya, ah ya Allah kenapa dulu tak ku balas senyumanya lebih dari sekedar kalimat "enak" dengan wajah yang datar.

"kok ndak dimakan gus?"

"oh njih... " kataku datar saat leen menanyaiku. Dia bahkan menyendokan nasi itu untukku. Setelah itu, yang lain hanyut menikmati masakan mbok mi, dan aku hanyut dalam kerinduan yang mungkin tak diridoi Allah. Astaghfirullah. Selesai makan aku meminta Syifa menyiapkan tasku. Dia menjadi pengganti Alyn sekarang ini, ikut membantu mama mengurus pesantren, bersamaku dan abah.

Makmum Masbuk✔️ (Beberapa part hilang demi penerbitan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang