23; Rejection

21 10 0
                                    

Semilir angin sejuk menyentuh kulit mereka dengan lembut. Langit biru cerah yang terbentang di atas sana menambah kesan indah bagi dua insan manusia yang sedang duduk di bangku taman.

Dua insan manusia itu duduk berdampingan dengan perasaan yang sama namun berbeda tujuan. Baik Dinda maupun Fakhri, ada hal yang ingin mereka katakan secara langsung.

Suasana hati Dinda dan langit hari ini adalah sama. Sama-sama cerah, indah, dan menyejukkan. Tak henti-hentinya Dinda menggerakkan kakinya yang menggantung sambil menahan senyumnya.

Dinda tidak tahu mengapa dirinya tidak bisa mengontrol rasa bahagia yang sedang memuncak ini. Dinda juga tidak tahu dari mana perasaan ini berasal. Apa karena sekarang dia sedang duduk berdua dengan Fakhri?

Setelah pulang sekolah, Fakhri sengaja mengajak Dinda untuk pergi sebelum mengantarnya pulang. Persetan dengan Nabila yang menatap mereka dari kejauhan, Fakhri sudah tidak peduli lagi.

"Kak Jovan apa kabar?" tanya Fakhri tiba-tiba. Laki-laki itu menyisir rambutnya ke belakang karena terus-terusan tertiup angin.

Secara perlahan ekpresi wajah Dinda berubah menjadi datar setelah mendengar pertanyaan Dinda. "Baik ... mungkin."

"Kok mungkin? Kan lu pacarnya."

Karena pertanyaan itu, Dinda jadi kembali mengingat hubungannya Jovan yang masih belum membaik. Dinda terus menjauh dan Jovan yang masih belum berhasil untuk meraihnya agar hubungan mereka kembali baik seperti dulu.

Jujur Dinda masih terngiang-terngiang saat Fakhri menyatakan perasaannya. Saat itu Dinda merasa telah melewati kesempatan selama enam tahun. Dinda juga merasa seperti telah melukai perasaan Fakhri karena ketidak tahuannya.

Tapi bukan berarti Dinda menyesal karena sudah menghabiskan waktunya selama tiga tahun dengan Jovan. Dinda sadar betul kalau Jovan adalah laki-laki yang baik, bahkan sudah menjadi salah satu orang yang paling Dinda percaya.

Tapi pada hakikatnya manusia itu mudah datang dan pergi. Perasaan mereka sulit ditebak dan tidak ada yang lebih mengerti dibanding diri mereka sendiri. Sama halnya dengan perasaan Dinda. Sulit ditebak dan hanya Dinda yang sangat mengerti dengan perasaannya.

Orang-orang bilang, ikuti apa kata hatimu maka kebahagiaan akan datang. Tapi bagaimana kalau dengan mengikuti apa kata hati malah mematahkan hati yang lain?

Dinda tidak tahu apakah keputusannya benar atau tidak. Dinda tahu apa yang hatinya inginkan dan ingin mewujudkannya. Tanpa tahu siapa yang akan tersakiti karena pilihannya.

Sebenarnya sebelum kejadian Fakhri yang menyatakan perasaannya, Dinda sedang merasa jenuh dengan hubungannya. Tiga tahun pacaran jarak jauh bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Jujur, Dinda sudah mulai merasa lelah saat ini.

Saat jenuh melanda, Fakhri tiba-tiba datang seolah membawa kebahagiaan baru untuk Dinda. Berbagai macam masalah sudah Dinda hadapi dalam hubungannya dengan Jovan. Seharusnya Dinda bisa mengatasi ini dan memilih pilihan yang benar.

"Kalian berantem?"

Kali ini Fakhri menatap Dinda sepenuhnya setelah puas mengunyah kasar permennya. Dinda yang ditatap tiba-tiba seperti itu langsung menjauhkan dirinya dari Fakhri.

"Ngga berantem." Dinda mencebikkan bibirnya sambil menggeleng pelan. "Lagi males aja gitu ngerti ngga sih."

"Jenuh lagi?" tebak Fakhri.

Dinda tertawa kecil karena isi hatinya berhasil ditebak. Fakhri memutar bola matanya, bibirnya tersenyum miring seolah sedang mengejek Dinda.

"Wajar lah pacaran udah tiga tahun. Mana LDR juga," ucap Dinda, pembelaan diri.

Bros Before Loves [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang