📍Dalam mobil
Posisinya papa yang menyetir, Raisa di samping papa, sedangkan Fauzan dan Vano ada di belakang.
"Tolong jelasin sekarang aja, Sa!" pinta Fauzan.
"Jadi gini ...."
Raisa menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada Fauzan dan Vano, juga tentang penculikan mama Diana dan Anya yang dilakukan oleh Lila.
"Bangsat! Ternyata gue cuma diboongin," ucap Fauzan merasa kesal dan benci seketika pada Anya.
"Dasat cewek nggak tau diri! Berani-beraninya dia nipu gue," ucap Vano yang juga merasakan hal yang sama seperti Fauzan.
"Kamu kok bisa tau semuanya, Sa?" tanya papa penasaran.
"Iya, Sa. Kamu tau dari mana?" tanya Fauzan.
"Lo mata-mata apa gimana, Sa?" tanya Vano.
"Beberapa hari yang lalu gue mikir. Di usia gue yang semakin beranjak dewasa, pemikiran gue juga harus demikian. Gue nggak boleh main pergi gitu aja tanpa denger penjelasan lo. Tapi karena gue males ketemu lo, masih sakit hati ceritanya, jadi gue minta tolong ke mas Iky yang ternyata dia seorang detektif buat bantu gue nyari tau tentang lo, istri, sama anak lo. Dari situ gue tau semuanya, termasuk tentang Vano. Gue cuma nggak mau menyesal di kemudian hari karena mengambil keputusan tanpa tau apa yang sebenarnya terjadi," jawab Raisa panjang lebar.
"Maafin aku, Sa. Aku bener-bener nyesel. Kenapa aku bisa sebodoh itu ngelampiasin kesedihan aku dengan pergi ke klub?" sesal Fauzan.
"Gue juga nyesel udah pergi ke tempat sialan itu," ucap Vano.
"Udah, nggak usah nyesel. Jadiin aja pelajaran buat ke depannya," balas Raisa.
"Kamu emang anak yang baik, Sa. Papa bangga sama kamu," puji papa.
"Hehe, makasih, Pa," ucap Raisa.
"Papa yang harusnya bilang makasih. Kamu kan udah rela pulang ke Indo buat nyelametin mama," ucap papa.
"Aku nggak mau mama kenapa-napa Pa dan aku nggak akan ngebiarin Lila berbuat lebih jauh," balas Raisa.
Tiba-tiba handphone Fauzan berdering.
"Lila nelfon gue," ucapnya setelah melihat nama kontak di layar hpnya.
"Loudspeaker!" kata Raisa lalu Fauzan menurutinya.
"Halo, Sayang!" sapa Lila dengan suara sok lembutnya.
"Nggak usah sayang-sayangan!" sentak Fauzan.
"Ih, kok gitu sih? Kamu nggak kangen sama aku?" tanya Lila.
"Nggak," jawab Fauzan.
"Yah, padahal aku kangen banget sama kamu."
"Gue nggak peduli. Ada apa lo nelfon gue?"
"Aku tebak, kamu lagi nyariin mama kesayangan kamu kan?"
"Jangan pernah lo sentuh mama gue! Tangan kotor lo itu nggak pantes nyentuh wanita sebaik mama."
"Oh, tangan aku kotor ya?"
"Iya, tangan lo kotor banget."
"Yaudah terserah kamu mau ngatain aku apa. Btw, kamu mau tau nggak mama kamu ada di mana?"
"Di mana mama gue?"
"Hm, kasih tau nggak ya?"
"Ck! Mau lo apa sih? To the point aja!"
"Kayaknya kamu nggak sabaran ya. Yaudah, jadi mau aku, kamu transfer uang 5 miliar habis itu aku bebasin mama kamu. Gimana? Jumlah yang sedikit kan buat orang kaya kayak kamu."
"Oke, gue bakal transfer uangnya, asal lo nggak ngapa-apain mama."
"Kamu tenang aja, Sayang. Mama kamu aman kok sama aku. Aku tunggu maksimal 1 jam dari sekarang ya. Kalau kamu nggak transfer, siap-siap kehilangan mama kamu untuk selamanya," ancan Lila lalu ia mengakhiri panggilannya.
"Anjing! Dasar bitch!" umpat Fauzan.
"Saban, Jan! Jangan emosi!" ucap Raisa mengingatkan.
"Aku takut Lila nyelakain mama, Sa," ucap Fauzan.
Drt ... drt ... drt!!!
Giliran handphone Vano yang berdering.
"Lila nelfon gue," ucapnya.
"Angkat terus loudspeaker!" ucap Raisa yang diangguki oleh Vano.
"Halo, Vano Sayang! Kamu apa kabar? Udah lama kita nggak ketemu. Aku kangen tau sama kamu," ucap Lila.
"Cih, gue nggak sudi dipanggil sayang sama cewek kayak lo!" seru Vano.
"Ish, Vano!" rengek Lila membuat Vano ingin muntah.
"Udahlah, to the point aja! Lo mau apa nelfon gue?"
"Aku tebak, kamu lagi nyari adik kesayangan kamu kan? Yang pe-nya-ki-tan itu. Iya kan, Sayang?"
"Jangan pernah lo sentuh Anya seujung kuku pun! Gue nggak sudi adik gue disentuh bitch kayak lo."
"Nggak boleh ngomong kasar, Sayang. Kamu tenang aja, Anya aman kok sama aku. Asalkan ...."
"Asalkan apa?"
"Asalkan kamu mau transfer 5 miliar ke aku. Gimana? Tentu uang segitu nggak ada apa-apanya buat kamu. Ya kan?"
"Oke, gue bakal transfer. Tapi balikin Anya ke gue."
"Itu gampang, Sayang. Aku kasih kamu waktu satu jam untuk transfer. Kalau lebih dari itu, kamu siap-siap deh buat kehilangan Anya," ucap Lila lalu mengakhiri panggilannya.
"Dasar jalang bangsat!" umpat Vano.
"Sabar, Van. Tenangin diri lo!" ucap Raisa kembali mengingatkan.
Vano menghela napas. "Tempatnya masih jauh nggak, Sa?" tanyanya.
"Nggak kok. 10 menit lagi kita nyampe," jawab Raisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
NEAR (COMPLETED)
Teen FictionOrang yang dekat kadang terlupakan 🍂 Ya, ungkapan itu memang benar adanya. Seringkali kita melupakan seseorang yang ada di dekat kita dan justru berusaha mencari seseorang yang jauh dari kita. - Mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat - Kisah...