2.1 Kodok Bakar

384 64 0
                                    

Happy reading!

***

Tepat jam 12.30 selesainya kegiatan UAS hari ini, Rila buru-buru melipir ke XII MIPA 3 untuk menemui pasangan sahnya di sana, sebelum dia ke sana Rila sudah memberitahu Al jika Rila rencana ingin nebeng karena kebetulan ia tidak membawa motor scoopy-nya.

Melihat situasi yang sudah sepi, Rila masuk ke dalam kelas yang di dalamnya hanya ada Al seorang saja tengah mengutak-atik rubik. Rila menghampiri dengan girang sambil bernyanyi dengan lirik random yang sepintas masuk ke otaknya.

"Hai, sayang," sapa Rila mengedip genit, sementara di depannya pria itu sama sekali tidak melirik dan tidak peduli apa yang Rila tengah lakukan saat ini.

Al beranjak dengan rubik yang masih ia mainkan sambil berjalan, tempat duduk yang tadi Rila duduki ditendang sampai menimbulkan bunyi berisik. Lagi-lagi Al tak acuh pada perempuan di belakangnya yang menggerutu.

"Tungguin napa, gue mau ngomong dulu. Dasar kulkas!" Sepatu keduanya sudah saling berhadapan, Rila menjegat Al supaya tidak melanjuti langkahnya. Mau tidak mau Al membalas tatapan sebal Rila yang ... Al akui sedikit seram.

Ogah-ogahan Al menjawab. "Apa?"

"Anter gue dulu sebelum langsung balik."

"Ke mana?"

Rila menampakkan punggung tangannya seraya diayun-ayun. "Mau nails art."

"Lain kali ajalah," tolak Al malas, ia tahu bagaimana lamanya menunggu kuku dicat supaya cantik, sebab dirinya sering mengantar bunda melakukan itu.

"No no no, gue pengennya sekarang." Rila mengekor di belakang Al yang kembali berjalan tanpa melihat ke depan.

Sebenarnya Rila tidak terlalu ingin tapi, melihat teman-temannya memiliki kuku-kuku cantik membuat hasrat mempunyai kuku yang sama pula muncul. Lebih-lebih lagi dirinya sudah lama tidak melipir ke salon untuk sekedar mempercantik kuku saja.

"Masih ujian Rila, nanti aja." Al masih menolak ajakan Rila yang sudah kepalang sangat ingin itu. Ia juga tidak mau waktunya dan waktu Rila terbuang begitu saja untuk hal yang tidak bermanfaat, ia ingin menghabiskan waktunya untuk belajar.

"Al, guru juga gak bakalan ngeuh kok, lagian kalo ketauan paling negur doang."

Al berhenti sejenak, ia berpaling pada Rila yang menekuk wajah, merajuk. Dia diam tak bergerak, uh mengapa dadanya berdetak dengan sangat cepat. Dan, mengapa Rila sangat imut memanyunkan bibir seperti itu. Mengapa ... Rila begitu menggemaskan?

Sadar akan pikirannya yang entah kenapa suka melihat Rila marah, Al kembali memasang ekspresi datar sebelum Rila melihat dirinya tersenyum tadi.

Apa? Dirinya terseyum? Tidak, Al sama sekali tidak melakukan itu, tolong mengerti jika tadi ia salah berbicara.

"Masalahnya gue males." Dia berjalan lagi, kali ini langkahnya lebih cepat.

Susah payah Rila menyamakan langkah Al yang lebar itu, karena tak mau ketinggalan Rila memegang ujung vest yang Al pakai.

"Halah yang kayak gini aja males, giliran belajar aja semangatnya minta ampun," decih Rila.

"Belajar itu penting."

"Tapi gak usah diprioritasin, lo udah pinter. Coba contohin gue, kali-kali healing gitu."

Telinga Al memaksakan untuk tidak mendengar ocehan Rila yang belum selesai sampai mereka tiba di tempat parkir. Bibir pink nan manis itu terus mengatakan kata demi kata dari A ke Z dengan sangat cepat hingga Al pusing mendengarnya.

Felicity [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang