"Itu semua cuma perasaan sementara, kita masih terlalu dini untuk tau itu semua. Sekarang lebih baik lu lupain gua. Gak ada yang harus lu pertahanin lagi."
Aiden dan semua tentangnya.
▪︎baku - non baku
▪︎lokal
▪︎Lee Jeno as Jevano Aiden
▪︎Hwang Yeji...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Pagi ini Alena bersiap untuk menuju rumah sakit, sekarang gilirannya untuk menjaga Abrisam yang sedang dirawat. Alena tidak habis pikir dengan kakaknya itu, bisa-bisanya tidak makan selama 3 hari karena tugas kuliahnya. Rasanya ingin melontarkan kata-kata namun saat melihat kondisinya, Alena meringis karena kakaknya benar-benar lemas.
“Oh iya, nanti mama sama papa sempetin juga ke sana sampe jam kunjungan abis. Ini kalau boleh sekeluarga, mama papa mau juga nemenin kakakmu itu.” Alena menganggukkan kepalanya mendengar ucapan dari ibunya.
“Iya ma, ini mumpung besok hari sabtu kan jadi aku bisa nemenin kak Isam. Mama sama papa bisa istirahat dulu di rumah. Lagian papa juga kayaknya sibuk kerja tuh.” Ucap Alena membuat ibunya tersenyum.
“Kamu tau lah papamu, nak.”
“Yaudah kalau gitu aku berangkat ya.” Pamit Alena kemudian pergi ke rumah sakit.
Sesampainya di sana, Ia langsung masuk ke ruangan kakaknya dirawat.
“Gue bingung ya sama lu, lagi sakit sempet-sempetnya megang hp. Mana ngegame.” Ucap Alena kepada Abrisam yang kini sedang memainkan game di ponselnya.
Abrisam yang sadar akan kehadiran Alena hanya memasang senyum lebarnya, bahkan lesung pipi terlihat di wajahnya.
“Gua juga bosen kali, lagi lu lama sih. Gua kan kesepian.” Jawab Abrisam yang kemudian menaruh ponselnya.
“Cari pacar makannya kak, lu begini kesannya menyedihkan banget tau.” Ucap Alena, Abrisam mendengus kesal.
“Ngaca dong, lu juga gak ada pacar.” Balas Abrisam. “Gue mau mau fokus sekolah dulu.” Ucapan Alena membuat Abrisam tertawa, “Apaan? Fokus sekolah? Yang malem-malem ngegalau, senyum sendiri di kamar, apa gua masih bilang lu mau fokus sekolah?” Ledek Abrisam. Alena merona, jadi selama ini kakaknya tau?
“Dasar tukang ikut campur! Sok tau banget sih!” Kesal Alena. Abrisam hanya menertawai adiknya itu.
“Permisi, maaf ini sarapannya sedikit terlambat.” Ucap seorang suster yang baru saja memasuki ruangan. “Iya sus, terima kasih.” Ucap Alena, “Iya, kalau gitu saya permisi.”
Alena dan Abrisam mengangguk saja dan membiarkan suster tadi berlalu dari ruangan.
“Dek, beliin gua makanan lain kek. Soto deh soto, bosen banget sumpah.” Ucap Abrisam, Alena menatap tajam kakaknya itu.
“Ngaco banget lu, mana boleh? Mau makin lama dirawat?” Ucap Alena, Abrisam memasang wajah memohon kepada adiknya ini. “Please lah dek, sekali aja. Kalau sama mama papa mana boleh, ayok dong. Alena mau liat kakak Isam sembuh kan? Please..” mohon Abrisam, Alena bergidik melihat ekspresi Abrisam yang menurutnya menyeramkan.
“Serem lu, iya gue beliin deh. Tapi makan ini dulu sedikit. Gue nyari soto dulu di luar.” Ucap Alena yang akhirnya luluh, kasian juga kalau dipikir, bagaimanapun Alena ingin kakaknya ini cepat pulih agar bisa memoroti Abrisam untuk membeli printilan idolanya.
“Siap tuan putri.” Jawab Abrisam.
Alena akhirnya memilih ke luar rumah sakit untuk mencari tukang soto ayam. Tak perlu lama mencari, Ia sudah menemukannya. Setelah membeli, Alena memutuskan untuk kembali ke rumah sakit. Namun saat di lift, atensinya teralihkan oleh seseorang yang baru saja masuk.
“Jevano?” Ucap Alena memastikan, orang yang dipanggil sedikit terkejut dan tersenyum tipis ke arahnya.
“O-oh hai. Udah lama gak ketemu.” Ucapan Jevano membuat Alena terkekeh.
“Huhh? Iya iya, tapi perasaan kemarin baru ngobrol.” Balas Alena membuat Jevano menggaruk tengkuknya yang tak gatal, Jevano gugup.
“Udah sedeket itu ya..” Ucap Jevano pelan namun Alena masih dapat mendengarnya dengan jelas.
“Maksudnya?” Tanya Alena bingung. “Eh sorry, gua duluan ya.” Pamit Jevano saat lift sudah berhenti di lantai yang Ia tuju. Alena hanya mengangguk sebagai jawaban.
“Jevano beneran aneh.” Gumam Alena sebelum pintu lift tertutup kembali.
***
Sudah dua hari Alena tidak melihat Jevano di sekolah. Ia tidak dapat informasi apapun juga tentang laki-laki itu. Baginya, Jevano benar-benar misterius. Padahal waktu itu Jevano mengajaknya untuk mencoba cafe baru yang ada di dekat taman kota.
“Ngegalauin Jevano?” Tanya Haikal yang kini berada di sebelahnya. Kebetulan sekarang jam istirahat. Jika bertanya ke mana Jenar dan Zoya, keduanya tengah berada di kantin.
“Bisa gak usah sebut merk gak?” Kesal Alena.
“Iya iya, keceplosan nyai.”
Alena mengeluarkan kotak bekal miliknya lalu menyodorkannya ke arah Haikal.
“Kenapa?” Tanya Haikal, Alena menggeleng kecil.
“Gue masih kenyang karena sarapan tadi. Lu makan aja, gue yang masak, gak ada racunnya kok.” Jawab Alena lesu.
Haikal menghela nafas pelan kemudian menatap ke arah sahabatnya itu. “Jevano lagi sakit, itu yang gua tau dari anak kelasnya. Tapi dia gak izin, jadinya dialfain.”
Alena menolehkan kepalanya ke arah Haikal, “Sakit?” Tanya Alena, Haikal mengangguk.
“Gua gak bisa cerita keseluruhan, tapi gua denger ini waktu gua lagi futsal sama anak kelasnya Jevano, gua denger dari.. kalau gak salah namanya Rama, nah satu lagi Sakha. Mereka gosip gitu, Jevano katanya punya penyakit yang emang buat dia jarang sekolah. Tapi bodohnya gebetanlu itu gak cerita ke sekolah.” Jelas Haikal.
“Gua gak bisa bilang apa nama penyakitnya, merasa bersalah gua. Tapi kalau emang lu beneran suka sama dia, atau bahkan lebih dari itu, tetap jadi temannya, dia jarang bersosialisasi juga pasti alasannya karena ini. Tapi karena si Jevano emang asik anaknya, temennya mah di mana-mana.” Lanjut Haikal.
Alena menunduk sedih, Ia tidak tahu bahwa Jevano harus melewati masa remajanya seperti ini. Lalu kembali menatap ke arah Haikal dan terkekeh.
“Gue kurang percaya, soalnya drama banget.” Ucap Alena menanggapi.
Haikal terkekeh pelan. “Drama dalam fiksi pun diangkat dari kisah nyata kan?” Alena terdiam. Ucapan Haikal benar adanya, bisa saja Jevano benar-benar sakit mengingat saat itu Ia bertemu dengan laki-laki itu di rumah sakit, wajahnya juga sedikit pucat.