Part 1 : Misi Menjemput Bidadari
"Cinta bukan hanya soal cantik dan menarik, ataupun pintar dan bergelar. Dan ketika melihatnya hati berdebar, tak cukup menjadikan tolak ukur cinta sejati."
~Syahreza Rahshan
.
.
.
.
.Silau mentari pagi yang tembus dari jendela kaca membuat beberapa siswa menelungsupkan kepalanya di atas meja. Sejam berlalu, tak ada tanda-tanda guru memasuki kelas, membuat anak kelas XI Mipa 4 semakin leluasa melanjutkan aktivitasnya, mulai dari maim game, ghibah, makan bahkan ada yang tidur padahal jam dinding baru menunjukkan jam 8 pagi.
"Auto jamkos, rek!" seru ketua kelas di depan kelas membuat kelas semakin ramai dan gaduh layaknya pasar.
Tapi ada satu orang yang tak berminat melakukan hal yang dilakukan temannya Syahreza
Rahshan, cowok itu hanya diam menikmati suara-suara tumpang tindih yang terdengar di telinganya. Suara ''kling'' yang berasal dari game dan rentetan umpatan kasar yang terdengar seperti sedang mengabsen nama-nama hewan di kebun binatang. lalu disambut suara lekingan teman;teman perempuannnya yang entah heboh membicarakan apa, tapi ddua tahun sekelas dengan mereka sudah membuatnya hafal mengenai topik topikyang mereka bicarakan. jika tidak tentang cowok ya pasti tentang kejulitannya mengomentari siswa perempuan lainnya."Ja," seru Rama membuat Eza menoleh. Gaya bicara Rama memang seperti itu, hufur Z diganti J. Huruf f atau v diganti p. Seperti itulah Rama Byantara.
"Hmm?" Gumam Eza menanggapi dengan enggan.
Tak mendapat balasan yang sesuai, Rama beralih mengganggu sahabatnya yang bernama Kevin.
"Pin, elah ... sibuk pacaran terus, lo!" Sindir Rama tak bisa diam. Ini anak memang hobinya merecoki sahabatnya, tapi lebih sering merecoki Kevin sih daripada Eza. Ia sudah menyerah untuk mengganggu Eza karena sekeras apapun usahanya hanya ditanggapi dengan "hemm" atau "oh" oleh Eza, sedangkan Kevin, sahabat Rama yang lain itu masih bisa mengimbangi kekonyolannya.
Cowok yang bernama lengkap Kevin Adrian itu mengalihkan pandangannya dari layar ponsel yang menampilkan wajah pacarnya ke arah Rama Byantara yang baru saja memanggilnya. "Ram, lo daripada kerjaannya ngerecokin gue mulu, mending lo cari pacar sana!"
Rama mendengus kasar mendengar ejekan sahabatnya itu. "Sorry nih ya, lo pikir cari pacar segampang itu apa? Lo mah enak, tiap hari ceweknya gonta-ganti."
Kevin tergelak mendengar curhatan Rama. Ia melepas earphonenya lalu mematikan panggilan video di handphone barunya itu secara sepihak.
"Besok lo bawa motor sport lo itu ke sekolah. Dijamin banyak yang ngantri!" Saran Kevin menggebu-gebu, terdengar jelas nada penekanan di setiap kata yang terlontar dari mulutnya. Namun, sahabatnya Rama yanh tak tahu diri justru menjitak kepalanya.
"Apa hubungannya, Pin?" Tanya Rama dengan nada nyolotnya.
"Lah, ini anak dibilangin kaga percaya. Nih ya, cewek-cewek zaman sekarang itu bakalan ngantri teratur kalau lo bawa motor sport atau paling nggak motor ninja gitulah mereka sukanya yang berkelas, biar bisa dipamerin di sosial media," jelas Kevin panjang lebar. Pengalamannya bergonta-ganti pacar sejak SMP membuatnya hafal betul dengan modelan perempuan zaman sekarang. Ya, meski itu bukan menjadi patokan sih.
"Ja, lo nggak mau nyoba?" Tanya Rama kepada Eza yang ia abaikan beberapa saat tadi. Kevin pun ikut menolehkan kepalanya ke arah Eza.
"Ngga minat, beda arus," ujar Eza acuh.
Rama dan Kevin menatap Eza dengan tatapan melongo. Keduanya saling melempar pandang lalu mengendikkan bahunya tak peduli. Eza memang sering bersikap acuh seperti itu dan yang bisa kedua sahabatnya lakukan hanyalah memaklumi tingkah Eza.
Bukannya tanpa alasan Eza bersikap seperti itu, tapi karena ia tahu betul seperti apa modelan pacar Kevin sejak pertama kali sahabatnya yang bermarga Adrian itu berpacaran. Modelannya pun tak jauh beda dengan perempuan-perempuan yang mengejarnya, centil, matrealistis.
"Memangnya tipe dan kriteria cewek lo seperti apa, Za?" Tanya Kevin mulai penasaran.
Eza tak pernah menyinggung-nyinggung masalah cewek, padahal sudah banyak cewek yang mengantri di belakangannya setiap kali Eza lewat. Kevin pun heran, padahal Eza tak pernah melakukan apa-apa seperti usaha cowok kebanyakan saat menggoda cewek, entah itu bersikap romantis, puitis maupun melancarkan gombalan-gombalan receh. Sama sekali bukan gaya Eza, tapi dengan tampang datarnya itu, cewek-cewek sudah menjerit heboh.
"Bidadari surga," ucap Eza setelah terdiam beberapa saat.
"Ya, jangan cari di dunia, Ja. Mana ada." Rama terkekeh geli mendengar pernyataan Eza yang menurutnya konyol.
Pletak ...
"Nggak gitu juga, Ram! Maksud Eza itu seperti bidadari tak bersayap seperti lagunya Anji. Benar nggak, Za?" Tanya Kevin mengerlingkan sebelah matanya.
"Seratus," sahut Eza mengacungkan ibu jarinya.
"Bidadari tak bersayap datang padaku, dikirim Tuhan dalam wujud wajah kamu.'' Rama mulai bernyanyi bermodalkan suaranya yang pas-pasan, tapi ia sama sekali tak malu, ia terus saja bernyanyi dan mengabaikan tatapan teman-temannya yang memandangnya aneh.
"Bahkan nih ya, ada satu riwayat yang mengatakan bahwa bidadari di surga itu iri dengan wanita shalihah di dunia."
Ummu Salamah R.A pernah bertanya kepada Rasulullah "Karena apa wanita dunia lebih utama dari ada mereka (bidadari surga?"
Beliau Rasulullah menjawab, "Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekunig-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, " Kami hidup abadi dan tidak mati, kemi lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kamu selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridho dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.'." (HR. Thabrani)
Rama dan Kevin mengangguk-anggukkan kepala mereka seolah mengerti, padahal nyatanya tidak sama sekali.
"Oke! Gue tunggu hari pernikahan lo tiba. Mau tau gue secantik apa istri yang lo sebut-sebut bidadari surga itu." Tekan Kevin.
Eza menggeleng pelan, cinta tak selalu berporos dengan kata cantik. "Cinta yang haqiqi itu bukan sekedar definisi cantik dan menarik, ataupun pintar dan bergelar. Dan ketika melihatnya hati langsung bergetar juga belum cukup dijadikan patokan cinta sejati."
"Lah, terus cinta yang haqiqi itu yang seperti apa?" Tanya Kevin mulai terbawa arus perbincangan yang mulai serius.
"Ya ... aku juga nggak tahu," ujar Eza jujur.
"Pletak!" Rama menjitak kepala Eza dengan kesal.
"Eja! Gue udah baper ya sama kata-kata lo, tapi lo gantungin gitu saja. Gue nggak terima, Ja!" Rama memulai tingkah alay nan mendrama itu. Sok dramatis lebih tepatnya.
"Ya 'kan aku belum merasakannya, jadi aku belum bisa menjabarkan cinta haqiqi itu seperti apa. Lagi pula definisi cinta setiap orang itu berbeda-beda."
Cinta, satu kata yang tak pernah ditemui patokannya bahkan oleh ilmuan-ilmuan ternama. Cinta wujudnya berubah-ubah tergantung kepada siapa ia berlabuh.
"So, kesimpulannya lo harus melakukan misi pencarian cinta haqiqi itu seperti apa,"
"Misi dimulai!" Kompak Kevin dan Rama bersamaan. Sementara Eza yang tak ingin mengecewakan kedua sahabatnya itu hanya mampu mengucap basmalah dalam hati.
1000 words
Jangan lupa tekan tanda bintang di pojok kiri.Bersinarlah bintang. Bersinarlah bintang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Grey (Belum Revisi)
Teen FictionLanglite story (belum revisi) "Cinta Eza dan Fatimah, tak memandang rupa maupun wajah. Sebelum melihat, mereka sudah lebih dulu bersemayam dalam cinta." "Cinta Rama dan Karin adalah pengulangan takdir. Sesulit apapun mereka menghindar. Nyatanya takd...