٥. Kevin-Icha

169 27 69
                                    

Bersebelahan dengan Luka

"Hidup itu saling berpasangan, suka dan duka datang bergantian. Bahagia, luka dan usaha selalu berdampingan."
~Thalisha Amartha
.
.
.

Pukul setengah lima sore, Icha keluar dari rumah sahabatnya menuju rumah sebalahnya--tempat tinggal keluarga Adrian. Sudah biasa bagi Icha keluar masuk di kedua rumah tersebut. Setiap ada tugas sekolah, Icha pasti akan bekerjasama dengan Chika--sahabatnya dan mengerjakan di rumah sahabatnya itu.

Pulangnya? ia tak perlu risau, cukup pergi ke rumah sebelah, lalu meminta Kevin--sahabat kakaknya itu untuk mengantarnya. Dan sudah bisa dipastikan Kevin tak akan menolaknya.

Kevin dan Eza sama-sama tahu, bahwa Icha dengan tingkah manja dan kekanakannya itu membutuhkan penjagaan ekstra. Bagi Rama, Icha itu tak pernah bisa melakukan segala sesuatunya sendiri--kecuali bermake up yang memang sudah menjadi keahliannya.

"Icha datang," ujar Icha dengan riang seperti biasa, tapi sepertinya ia terlalu cepat berkata sebelum tahu betul seperti apa kondisi di depannya. Dan sekarang ia terdiam kikuk dengan wajah meringis yang justru terlihat imut.

Sekarang Icha paham, ada sesuatu yang buruk terjadi di sini. Siska--Mama Kevin berurai air mata di wajahnya, Kevin berdiri tak jauh dari sisi Mamanya dengan raut wajah tak terbaca, sedangkan Adrian--Papa Kevin masih terdiam beku di pertengahan tangga dengan penyesalan yang tampak jelas dari caranya menatap istri dan anaknya.

"Maaf. Icha nganggu ya? kalau gitu, Icha pulang dulu. Permi--" ujar Icha berbalik badan sembilan puluh derajat.

"Gue antar!" tegas Kevin. Ia mengambil jaket kulit berwarna hitam dan kunci motornya di meja, lalu menarik pelan tangan Icha yang terdiam di tempatnya.

"Eh! nggak usah, Bang," tolak Icha berusaha mengurungkan niat Kevin yang ingin mengantarnya.

Kevin terus berjalan tanpa melepas gengaman tangan gadis di sampingnya.

"Ayo." Kevin menginstruksikan agar Icha segera naik ke motornya.

Kevin melajukan motornya dengan kecepatan normal. Sekelebat bayangan yang terjadi beberapa menit lalu menyergap pikirannya, memainkan emosinya dan tanpa sadar tangannya menarik gas di sisi kanan stir hingga motornya melaju kencang.

Brum ... brum ....

Icha memejamkan matanya begitu merasakan angin begitu terasa menerpanya. Tubuhnya seakan melayang saat Kevin meliuk-liukkan stirnya menyalib kendaraan beroda dua ataupun beroda empat.

"Bang!" lirih Icha mekingkarkan tangannya di perut Kevin.

"Abang Icha takut," tegas Icha semakin merapatkan tubuhnya dengan punggung Kevin.

Sama saja! ucapanmu Icha tak merubah apapun, justru laju motor Kevin semakin bertambah kencang.

Icha mengangkat kepalaya yang bersandar di punggung Kevin, ia sedikit memiringkan kepalanya hingga dagunya bertumpu pada dagu Kevin. "Abang!" teriak Icha tepat di telinga Kevin.

Cit .... Kevin langsung menekan rem, memghentikan motornya secara mendadak hingga Icha kembali terkatuk pada punggung Kevin yang keras itu.

Dug.

"Huft ...." Icha mengembuskan napas lega begitu jantungnya kembali berdetak normal.

"Maaf," ujar Kevin dengan penuh rasa bersalah. Ia sadar, harusnya jangan mengajak siapapun apalagi membawa Icha untuk melampiaskan amarahnya.

"Pegangan," pinta Kevin tak langsung membuat seorang gadis di belakangnya menurut.

"Mau ngebut lagi?" tanya Thalisha tak percaya.

Prince Grey (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang