٨.

99 16 12
                                    

Lapangan sekolah yang biasanya lenggang kini sesak dipenuhi ratusan orang. Panggung besar dan megah berdiri kokoh di lapangan SMA Pusaka. Bukan hanya siswa-siswi SMA Pusaka dan para guru saja, tapi juga para tamu undangan dan wali mulid kelas dua belas ikut menyemarakkan acara ini. Acara perpisahan kelas dua belas.

Sahabat tiga serangkai itu, duduk santai dengan perbincangan mereka sendiri. Mereka tak begitu memperdulikan pertunjukan di depan mereka yang menurut mereka tampak membosankan.

"Za, kita kan sudah bisa dikatakan dewasa. Lo nggak ada niatan cari pacar gitu? belum nemu cewek ala-ala bidadari surga itu?" tanya Kevin membuat orang berjas hitam dan dasi abu-abu itu langsung menoleh ke arahnya.

"Sejauh ini belum," jawab Eza dengan jujur. Sejauh ini, ia tak menemui tanda-tanda perempuan yang menjadi kriteria idamannya. Tak ada yang membuatnya tenang saat menatap mereka. Kedamaian cinta itu belum hadir untuknya.

"Ja, gue sebenarnya nggak enak sendiri sama lo, andai saja lo punya pacar 'kan bisa tripel date
tanpa membuat lo merasa tersisihkan," jelas Rama mulai mendramatisir suasana melalui kalimat terakhirnya.

"Gila!" pekik Kevin menonyor kepala Rama agar kembali normal pikirannya.

"Kalian nggak perlu merasa seperti itu, toh sebentar lagi kita juga pisah. Em, lebih tepatnya aku yang berpisah dari kalia." Kevin dan Rama langsung memasang wajah serius. Mereka tahu ke mana arah pemikiran Eza.

Empat bulan lalu, tepatnya saat liburan semester ganjil. Eza memantapkan diri untuk melanjutkan pendidikannya di pondokpesantren. Lihatlah! di saat Kevin dan Rama bahkan teman-temannya sibuk memilih kampus dan fakultas dan harus belajar dengan giat untuk mengikuti UTBK, tapi Eza? dia hanya ingin menenangkan dirinya dengan mengaji dan berkumpul dengan orang-orang yang selalu menyebut nama Allah.

"Jujur, gue merasa berat, tapi gue juga mau yang terbaik buat lo, Za. Gue harap semua visi-misi kebaikan lo tercapai," ujar Kevin menatap Eza dengan sendu. Mereka sudah terbiasa bersama-sama, melepas salah-satu di antara mereka tentu akan memyulitkan yang lainnya.

"Percakapan lo berdua tanpa sadar membuat gue berkaca-kaca. Ditambah lagi lagu di depan tuh nyesek banget. Orel terlalu menghayati."

Di atas panggung sana seorang gadis cantik keturunan Turki memainkan biola dengan sangat baik. Alunan lagunya langsung merasuk dalam hati pendengarnya. Di sekeliling mereka sudah banyak perempuan yang menangis dengan berbagai gaya, ada yang menangis histeris sambil menepuk-nepuk dadanya dengan tangan terkepal. Ada juga  yang  menangis sok anggun seperti gaya-gaya bangsawan kuno,  beberapakaki menghapus air matanya dengan menepuk-nepukkan tisu di pipinya, tapi kok jadinya nggak ada kesan anggun-anggunnya. Mungkin karena sesuatu yang dibuat-buat tetap terlihat celahnya.

"Beri tepuk tangan yang meriah dong buat Kak Aurellia Pasha," ujar Nihan--sekretaris osis yang saat ini menjadi mc dalam acara lepas pisah kelas dua belas.

Prok ... prok ... prok ... tepukan heboh langsung menggema di udara. Itu sesuai dengan penampian yang disuguhkan aurel sebelumnya--sangat memukau.

Saat Aurel hendak turun panggung, Nihan lebih dulu menyela, hingga membuat gadis berdrees hitam itu menghentikan langkahnya. "Kak Aurel, bisa bincang-bincang santai dulu sebentar?:

Aurell mengangguk pelan lalu mendekat ke arah Nihan.

"Kak Aurell anggun banget hari ini. Aku saja yang melihatnya sampai pangling. Dan untuk lagu tadi, sangat menyentuh hati. Kalau orang bilang, 'sesuatu yang dari hati akan sampai di hati juga' jadi, apakah ada sesuatu di balik lagu yang Kakak bawakan?"

Aurell mengangguk pelan. Matanya mulai berkaca-kaca. Setelah menarik napas dan mengembuskannya pelan-pelan, barulah  gadis cantik itu angkat bicara, "setelah ini aku akan menetap di Turki. Rasanya susah meninggalkan kota yang menyimpan kenanganku di sana. Terlebih lagi, ketika aku harus benar-benar menyerah memperjuangkan cinta pertamaku," ucap Aurell. Tatapannya tak pernah berpaling dari sosok laki-laki yang memakai jas hitam dan berdasi abu-abu. Eza--cinta pertamanya.

Seluruh pasang mata langsung menoleh ke arah pandang Aurell. Seharusnya tanpa menoleh pun mereka tahu, karena memang tingkah Aurell yang tak pernah ragu untuk mengejar cintanya. Gadis keturunan Turki itu tak pernah malu jika harus memperjuangkan cintanya dengan cara terang-terangan.

Rama menyenggol lengan Eza dengan sikunya. "Ja, tuh Orel lagi ngomongin lo. Dilihat-lihat, kasian juga si Orel. Lo benar nggak ada rasa sama Orel. Menurut gue dia udah cewek sempurna, Ja."

"Sempurna saja tak cukup untuk diklaim sebagai cinta. Dan sampai sekarang aku juga nggak bisa mendefinisikan apa itu cinta. Jadi, bagaimana aku bisa tahu kalau aku mencintainya?" Sekuat tenaga Rama berusaha agar tak menonyor kepala sahabatnya itu.

"Gue dan Kepin sampai capek nasehatin lo buat cari pacar biar lo bisa merasakan apa itu cinta," ujar Rama yang entah sudah berapa kali ia mengucapkan hal serupa sejak ia berpacaran.

"Aku nggak ada niatan untuk menodai fitrah cinta," tekan Eza yang menjadi penutup perbincangan mereka. Ketiganya sama-sama terdiam dan menatap lurus ke depan, lebih tepatnya ke arah panggung. Aurell masih ada di sana bersama Nihan dan seorang mc laki-laki. Mereka memperbincangkan banyak hal untuk mengisi waktu selama menunggu persiapan penampilan berikutnya.

***
Bersinarlah bintang☄🌟

Prince Grey (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang