٧.

104 14 0
                                    

Icha mengedarkan pandangannya ke kanan dan ke kiri mencari mobil yang biasanya menjemputnya. Ia memainkan handphonenya dengan cemas. Hampir setengah jam berlalu dan sebentar lagi tepat pukul lima sore, tapi tak ada tanda-tanda Kang Parto--supirmya datang.

Cit ... Icha mendongakkan kepalanya menatap motor yang berhenti di depannya. Pengemudi yang mengenakan helm full face itu belum turun dari motornya, tapi meskipun begitu Icha sudah mengetahui siapa dia.

"Cha," panggil pengemudi itu turun dari motornya lalu melepas helm yang menutupi wajahnya.

Icha melangkah mundur namun, Kevin dengan cepat menarik tangannya hingga membuat langkah Icha terhenti. Icha menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri. Sorot mata yang menggambarkan ketakutannya terbaca jelas oleh Kevin dan membuatnya hingga tanpa sadar Kevin mengeratkan cengkeramannya yang membuat Icha meringis pelan.

"Jangan menatap gue seperti itu, Cha. Jangan beri tatapan ketakutan lo itu ... Cha!" Awalnya Kevin berucap begitu pelan, tapi saat Icha semakin menatapnya penuh ketakutan dan hampir menangis membuat Kevin berang. Ia membentak Kevin di akhir kalimatnya.

"Jauhi Icha," ujar Icha bergetar.

"Kenapa, Cha? kenapa terus menghindar?" tanya Kevin menatap Icha dengan frustasi. Sejak awal ia berpacaran tak pernah sekalipun ia membujuk perempuan. Apalagi sampai dibuat frustasi seperti ini. Hanya Thalisha Amartha seorang yang mampu membuatnya kalang kabut seperti ini.

Melihat keterdiaman Icha, Kevin melepas cengkeraman tangannya di pergelangan tangan Icha. Kevin juga memundurkan tubuhnya. Raut wajahnya berubah menjadi datar--Raut wajah yang tak pernah Icha lihat sebelumnya.

Kenapa nggak ganti baju lagi?" tanya Kevin begitu menyadari Icha masih memakai seragam latihannya--seragam regu chesrsnya yang terlihat begitu pendek di mata Kevin.

"Malas," jawab Icha. "Sekalian di rumah saja nanti. Lagian nggak enak ganti pakaian pas berkeringat seperti ini.

"Ya, tapi buktinya sampai sekarang jam lima sore lo nunggu jemputan sendirian di pinggir jalan dengan pakaian seperti itu. Kalau ada apa-apa gimana?" Icha kembali terdiam.

"Ayo, gue antar pulang," ajak Kevin yang langsung dibalas gelengan kepala pertanda gadis yang diajaknya itu menolak usulannya.

"Icha nunggu Kang Parto saja," tolak Icha secara halus.

"Bentar lagu magrib, Cha!" Icha ikut menatap ke arah langit yang mulai kehilangan cahayanya.

"Ayo naik," ajak Kevin. Ia menyerahkan jaket yang berada di tasnya kepada Icha. "Pangku jaket gue," titah Kevin yang langsung diangguki oleh Icha.

"Bawa motornya pelan-pelan," pesan Icha saat meletakkan kedua tangannya di pundak Kevin untuk berpegangan sekaligus berjaga-jaga jika sewaktu-waktu Kevin menambah laju kecepatannya di jalan.

"Sebenarnya gue juga maunya gitu, Cha. Bawa motor pelan-pelan. Menikmati angin sore berduaan di atas motor dan lo meluk gue dari belakang. Gue juga pengennya seperti itu, tapi jangan deh, kasian Bunda dan Mami pasti mereka khawatir." Icha menimpuk pundak Kevin dengan tangannya. Icha tak hanya memukul Kevin sekali, tak puas rasanya meluapkan kekesalannya dengan sekali pukulan.

Buayanya mulai keluar, guys.

***
Kevin menghentikan motornya tepat di depan pagar rumah Icha.  Rama berkacak pinggang begitu Icha turun dari motor Kevin. "Dek! Kan sudah Abang bilang, jangan--"

Perkataan Rama dipotong begitu saja oleh Icha. Ia menyerahkan jaket Kevin kepada pemiliknya lalu mendekat ke arah Rama. "Nggak usah ngomong! Abang malah asyik-asyik pacaran. Ditelpon nggak diangkat. Pulang duluan, adiknya ditinggal padahal satu sekolah."

Prince Grey (Belum Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang