Sweet Moment
"Mas, aku nggak usah ikut ya?" bujuk Fatimah berusa meraih lengan tangan suaminya dengan meraba-raba dengan kedua tangannya.
Sejak ia resmi menjadi istri Syahreza Rahshan, ia tak lagi diizinkan oleh sang suami untuk menggunakan tongkatnya. Kata Eza, dia adalah tongkat sekaligus mata untuk Fatimah. Jadilah Fatimah sebagai istri penurut hanya mampu menyetujui titah sang suami.
Eza meraih kedua tangan Fatimah yang meraba-raba udara. Ia juga menggenggam tangan Fatimah dan membawa ke pangkuannya. Mengusapnya pelan dengan penuh kasih.
"Mana bisa," tegas Eza. Ia melepas genggaman tangannya dan beralih menangkup pipi Fatimah dengan kedua tangannya. Mencoba memberikan kenyamanan kepada Fatimah agar istrinya itu bisa leluasa bercerita.
"Aku takut ngerepotin kalau ada di sana," cicit Fatimah pelan. Ia menundukkan kepalanya dalam.
"Jangan bicara seperti itu lagi, aku tak suka," tekan Eza tak suka.
Meski tak bisa melihat raut wajah Eza. Fatimah bisa merasakan ada kemarahan dalam nada suaminya itu.
"Tapi, Mas. Teman-temanmu tak menyukaiku," sanggah Fatimah belum puas dengan ucapan Eza.
"Aku akan selalu ada di sampingmu, dan jangan lupakan juga ada Icha dan Karin di sana."
"Heem."
***
"Cha, sudah siap belum?" tanya Kevin yang suah kelima kalinya. Pemuda yang mengenakan jaket kulit berwarna coklat itu tampak kesal, tapi sebisa mungkin tidak melupkan emosinya kepada seorang gadis manja yang menjadi sumber kekesalannya pagi ini."Bentar," jawab Icha dengan jawaban yang serupa seperti empat ucapan sebelumnya.
Sepuluh menit lagi Kevin menunggu. Akhirnya, bunyi decitan pintu terdengar di telinganya. Kevin mendongakkam kepalanya dan seketika ia melongo melihat penampilan heboh Icha. Satu tas ransel yang digeret layaknya koper ditambah satu tas lagi dipenuhi oleh make up. Memang sih, Icha tak pernah bisa lepas dari make up, tapi apa harus dia membawa semua koleksi make upnya itu?"Banyak banget. Kita cuma dua hari di sana, Cha. Perlu banget bawa make up sebanyak ini? Kamu bawa semua ya?" selidik Kevin disertai helaan napas berat saat Icha dengan tampang polosnya menganggukkan kepala.
"Iya. Kan rencananya nanti mau bakar-bakar, jadi Icha harus persiapan make up juga dong." Fiks. Kevin harus menimbun banyak stok kesabaran untuk menghadapi gadis manja di hadapannya ini.
"Kepulan asap nggak banget," lanjut Icha bergidik ngeri.
Malam tahun baru, Kevin berencana membuat acara kecil-kecilan di villanya. Ya, hanya sekedar bakar-bakar seperti yang Icha bilang. Lalu keesokan harinya keliling kebun teh di sekitar Villa. Ia juga mengajak Rama dan Eza serta pasangan mereka, Karin dan Fatimah.
"Ye, gitu gitu lo juga doyan makan, Dek," sela Rama yang tiba-tiba nimbrung dalam pembicaraan sepasang kekasih itu.
"Abang diam!" sentak Icha. Matanya menyorot Rama dengan tajam.
"Bodolah ngurusin lo berdua nggak ada kelarnya. Gue duluan. Mau jemput Cinderella," ujarnya kemudian keluar begitu saja.
***
"Semua bahan sudah ada, tapi gimana cara masaknya?""Apa perlu gue bawa Bi Ipeng ke sini?"
"Bang Eza sama Kak Fatimah sweet banget. Apalagi pas hari-hari di rumah mereka, pasti tambah sweet," puji Icha dengan mata berbinar melihat interaksi Eza dan Fatimah yang tampak begitu harmonis dan romantis di matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prince Grey (Belum Revisi)
Roman pour AdolescentsLanglite story (belum revisi) "Cinta Eza dan Fatimah, tak memandang rupa maupun wajah. Sebelum melihat, mereka sudah lebih dulu bersemayam dalam cinta." "Cinta Rama dan Karin adalah pengulangan takdir. Sesulit apapun mereka menghindar. Nyatanya takd...