11

20 1 0
                                    

Adit memainkan ponselnya, sambil rebahan di sofa rumahnya. Dia tinggal di rumah itu, hanya dengan kakaknya saja, setelah dia memutuskan melanjutkan pendidikan di sekolah detektif itu.
"Dik, sibuk apa tidak?"
"Sibuk, kenapa?"
"Sibuk apaan? Daritadi aku lihat, kamu sedang main game."
"Ya sibuk main games lah, hahaha."
"Beliin kakak bunga ya?"
"Buat apa?"
"Buat pacar kakak lah."
"Astaga kak, dimana-mana, yang memberi bunga itu laki-laki, bukan perempuan."
"Bodo amat, buruan, nanti keburu pacar kakak datang."
"Iya-iya, mana uangnya?"
"Nih, kembaliannya buat kamu."
"Asik, kakak memang baik sekali." Adit melajukan motornya menuju ke toko bunga langganannya. Dia melihat sekumpulan orang di tengah jalan, dia pikir ada kecelakaan lalu lintas, tapi ternyata bukan. Dia mendekati korban yang tergeletak di jalan. Damn! Itu kakak kelasnya dia, langsung saja dia menelpon ambulance untuk segera datang ke lokasi.
"Kenapa ini pak?" Adit bertanya ke orang di sebelahnya.
"Tidak tahu sebabnya apa, sepertinya dia dibunuh." jelas orang itu.
Adit menginvestigasi lingkungan sekitar korban, dia menemukan sebuah pisau berdarah. Jadi benar, ini adalah korban pembunuhan.
"Halo kak, maaf, lo beli sendiri saja ya, gue tiba-tiba ada urusan." Adit mengabarkan kepada kakaknya melalui telepon singkat.
"Awas lo, uang gue jangan dipakai."
"Iya bawel lo."Adit menutup panggilan telepon dengan kakaknya. Matanya terbelalak melihat secarik kertas yang ada di sebelah korban. Dia mengambil, dan membacanya, ternyata itu adalah sebuah soal ujian untuk seniornya. "Apa bapak tahu, ciri-ciri pelakunya pak?"
"Usianya seperti tiga puluh tahunan nak." Setelah mendengar itu, Adit mengamankan barang bukti yang dia temukan.

****
Pagi ini aku berjalan menuju ke ruang kepala perpustakaan. Aku ingin memeriksa cctv yang berada di ruang itu. Bug! Aku menabrak seseorang yang berlawanan arah dengan ku. Tas yang ku bawa, isinya berserakan keluar.
"Maaf Line, aku tidak sengaja."
"Adit, terima kasih sudah membantuku." Mata ku terbelalak melihat secarik kertas yang dibawa Adit, aku melirik ke arah Excel, sepertinya dia juga sama terkejutnya denganku. "Ka.. Kamu mau kemana?"
"Aku mau ke ruang kepala perpustakaan." Excel memberi ku kode untuk mengurungkan niat awal kita. "Kalian mau kemana?"
"Kita mau ke kelas." ucap ku gugup. "Ya.. Ya sudah, kalau begitu, kita pergi dulu, Dit."
"Ok." kita mengikuti Adit, setelah jarak antara kita cukup jauh. Perlahan kita mengikutinya, agar tidak diketahui olehnya. Samar-samar, aku melihatnya keluar dari ruangan itu, setelah itu dia mengambil tangga, dan ketakutan ku pun terjadi. Dia memgambil cctv yang terpasang di ruangan itu. Aku dan Excel pergi setelah melihat kejadian itu.
"Kamu lihat sendiri kan, detektif Qaroline." Aku masih tidak percaya, dia melakukan itu. "Ok, sekarang sudah jelas siapa pelakunya, besok kita bawa dia ke mr. Roy." Excel berlalu tanpa minta persetujuan Line dulu.
"Aaaaaaaaaahhhhhhhhhhhhhh." Line berteriak sekencang mungkin, untuk menenangkan hatinya.
"Berteriak memang melegakan perasaan ya."
"Adit. Kamu kenapa disini?"
"Lupa ya? Ini kan tempat aku."
"Oh iya, maaf ya."
"Tidak apa-apa. Kamu kenapa?"
"A.. Aku boleh tanya sesuatu tidak?"
"Boleh, sepertinya penting."
"Ka.. Kamu kemarin ma.. Mau apa di."
"Hai Line." seseorang datang memutus pembicaraan mereka. "Oh, kalian sedang pacaran ya?"
"Oh tidak, kita tidak pacaran, gabung saja." ucap Adit
"Line, Andreas memintaku untuk datang ke sini." seketika Andreas muncul di samping mereka. "Ini dia hantunya." Adit meninggalkan mereka, setelah melihat hantu yang wajahnya tidak asing baginya, disusul oleh Andreas yang menghilang lagi entah kemana. Line dan Clow bingung kejadian itu. "Kenapa Adit tiba-tiba pergi?" tanya Clow yang masih kebingungan.
"Entahlah, aku juga tidak tahu Clow." sebenarnya Line juga bingung melihat kejadian itu.

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang