19

17 0 0
                                    

"Emang tuduhanmu itu sudah pasti benar, Line?" Andreas membuyarkan lamunanku, ah dia kan hantu, jelas tahulah apa yang aku pikirkan. Batin Line. "Haha, seorang hantu tidak akan bisa membaca pikiran manusia, jika, manusia itu tidak benar-benar dekat dengan hantunya."
"Berarti kita pernah sedekat itu dong?"
"Line, makan siang yuk." Kedatangan Clow menghentikan percakapan mereka.
"Shit. Menghilang lagi dia."
"Andreas disini, Line?"
"Tadinya si, sekarang sudah pergi tuh." Kesal Line. "Sebenarnya dia siapa si Clow?"
"Kamu yakin mau membahasnya saat ini juga?" Line terdiam "Yah, aku maunya si kita profesional dalam kasus ini, Line."
"Tapi Clow,"
"Aku janji deh, habis kasus ini tuntas, aku akan bantu cari tahu tentang Andreas."
"Hei, gue menemukan barang bukti baru nih, kita ke markas yuk."
Line dan Clow pun mengikuti Adit menuju ke markas mereka.
"Gue tidak sengaja menemukan ruangan mencurigakan, ruangan itu selalu dijaga oleh ibu Susan."
"Ruang belakang, sebelah kamar mandi."
"Yap betul kata lo Line. Kita harus cari cara untuk masuk kesana."
"Jadi maksud lo, korban dikurung di sana? Kalau iya, kenapa dia tidak teriak saja?"

****
Aku menuju ke sel-nya Rinjani, urusanku dengan yang lainnya sudah selesai. Jujur aku terkejut melihat Rinjani bisa melakukan perbuatan itu, mengingat setelah kita lulus dari SMA, kita tak pernah berkabar lagi. Ah memang benar, kerasnya kehidupan bisa merubah sikap dan sifat seseorang.
"Terima kasih pak." Aku membuka sel-nya Rinjani setelah mendapat ijin dari sipir yang jaga. "Lo sudah makan?"
"Makan, biar perut lo keisi."
"Thanks."
"Enak?" Rinjani menggelengkan kepalanya. "Makanya, lain kali jangan aneh-aneh, sudah tahu makanan di sel, rasanya tidak enak, kenapa lo malah milih masuk sel?!"
"Terpaksa Dit."
"Itu nomor gue, lo simpen baik-baik kertasnya, jangan sampai ilang tuh."
"Ok. Lo baik juga ternyata." Cengir Rinjani. "Cewek tadi itu siapa?" Adit terdiam sejenak, otaknya masih menyusun jawaban yang pas atas pertanyaan itu.
"Gue tahu, lo sudah kenal sama itu cewek."
"Jadi dia beneran Syiqa?" Adit menganggukan kepalanya. "Dia pasti malu mengakui kalau gue temennya, iya kan?" Cengir Rinjani.
"Dia juga tidak kenal sama gue Rin." Decak Adit. "Entahlah, apa saja yang terjadi setelah kelulusan kita, yang gue tahu sekarang, dia sudah tidak mengenali gue yang dulu lagi."
"Tapi kayaknya kalian berdua sudah lumayan dekat lagi. Lo temen sekelasnya kan?" Adit hanya mengangguk. "Lo kan detektif, kenapa lo tidak cari tahu mengenai kehidupannya Syiqa yang lo lewatkan? Eh gue mau ikut bantu kalian dong."
"Bantu apa?"
"Menyelidiki kasus pembunuhan itu." Lugas Rinjani.
"Lo kan lagi direhab."
"Gue cuma pakai 0.4 gram aja, dikit doang, paling besok gue sudah dibebaskan. Tapi tetap harus lapor 1 kali 24 jam. Tolonglah, gue kangen sama sahabat gue yang itu." Rinjani memasang wajah memelas
"Bukan gue yang memutuskan buat membebaskan elo Rin." Adit meninggalkan Rinjani
"Lo bantuin gue buat ijinin ya." Teriak Rinjani. "Shit! Tega banget si lo Dit."

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang