20

13 1 0
                                    

"Halo, perkenalkan, saya Rinjani."
"Kamu bukannya yang kemarin baru masuk sel-kan?"
"Dia sudah mendapat ijin untuk membantu kita, Line." 'Line?' Lirih Rinjani. "Oh ya Rin, dia Caroline Nuralita, detektif juga." Adit menegaskan ucapannya, agar Rinjani bisa menahan sejenak hasratnya.
"Ha. . Halo Li. Ne, senang berkenalan dengan kamu."
Semua tim turun ke lapangan lagi, setelah perkenalan selesai dilakukan. Rinjani berusaha bersikap profesional, walaupun rasanya dia ingin sekali memeluk sahabatnya  itu, tapi dia teringat sama pesannya Adit, jangan tunjukan hal itu, ketika sedang tugas.
"Aku keluar dulu ya." Tim penyidik terdiam mendengarnya. "Eh aku mau menyelidiki di luar rumah ini, siapa tahu ada petunjuk baru."
"Gue temenin." Adit berucap
"Tidak ada yang boleh pacaran kalau sedang tugas." Lugas Excel.
"Tidak apa-apa, aku sendiri saja Dit."
"Ribet amat si kalian berdua, gue aja yang nemenin dia." Ucap Line menarik tangan Rinjani dan berlalu pergi. Rinjani merasa senang, karena dia kali ini bisa berdua dengan sahabatnya itu. Kini saatnya dia mencari tahu tentang yang sebenarnya terjadi.
Mereka berdua sudah berada di pekarangan rumah, mencari barang yang bisa dijadikan bukti atas kasus ini. Hening, tak ada suara dari mereka berdua. Line masih bingung harus mulai dari mana, agar bisa mencairkan suasana.
"Kamu temannya Adit?" Line membuka percakapan
"I..iya, aku temannya waktu SMA."
"Oohh, teman dekat?" Tanya Line ragu. Rinjani tersenyum mendengarnya, kemudian dia sedikit tertawa.
"Nih makan bakso dulu, tadi aku beli lebih." Rinjani memberikan sekantung bakso kuah tanpa saos, hanya dikasih sambal dan kecap saja. "Tenang, tidak ada racunnya kok." Line masih ragu untuk menerimanya. "Tidak suka? Ya sudah buat aku saja."
"Eh suka." Seketika bakso itu berpindah ke tangannya Line. "Kamu stalking Instagram aku ya? Makanya kamu tahu kesukaanku."
"Napi tidak boleh bawa hp di sel." Rinjani terkekeh lagi. "Kita kenalan lagi ya, aku Rinjani, panggil Rin aja."
"Aku Caroline Nuralita. Panggil Line saja." Line masih mengunyah bakso yang baru saja direbutnya. "Jadi tadi jawabannya apa?"
"Hah. Memangnya tadi tanya apa?" Rinjani pura-pura lupa.
"Kamu teman dekatnya Adit?"
"Teman biasa saja, tidak terlalu dekat banget. Dia dulu mantannya teman aku. Jadi aku tahu dia."
"Oh. Mantannya cantik?"
"Cantik. Tapi dia.."
"Bagaimana Line, sudah menemukan petunjuk." Kedatangan Adit membuat percakapan mereka terhenti.
"Belum Dit."
"Cari lagi ya, nanti sebelum jam istirahat kita kumpul lagi."
"Ok. Tadi bagaimana kelanjutannya, Rin?"
"Never main, kita pokus cari barang bukti dulu ya."

****
Adit mengumpulkan teman-temannya satu jam sebelum jam makan siang. Seorang leader harus menjadi panutan bagi anggotanya, jadi dia sudah datang dulu ke tempat biasa mereka kumpul.
"Rinjani kenapa bisa masuk sel?" Hantu Rheandre muncul seketika di samping Adit.
"Bagaimana bisa, kamu tidak tahu soal itu?" Adit tanya balik.
"Aku baru kesini tadi, dan kaget melihat Rinjani di sel."
"Cari tahu dong, kan kamu hantu."
"Asli bikin kesel ya kamu, untung aku sudah mati."
"Hahaha. Dia pakai narkoba, jadi direhab bentar."
"Kok bisa?"
"Tekanan hidup, katanya." Hantu itu bersiap untuk menghilang. "Kamu mau apa? Munculin diri ke Rinjani? Terus dia terkejut melihat kamu, kemudian kamu buat dia terharu gitu? Sama kayak aku dan Syiqa."
"Aku cuma ingin menguatkan dia."
"Tidak usah, biar aku saja, mungkin nanti Line juga bisa bantu."
"Hai Dit, sudah lama?" Excel datang menyapa Adit.
"Baru datang kok, yang lain kemana?"
"Itu mereka." Semua duduk di tempat masing-masing, begitu juga dengan Line dan Rinjani, mereka duduk bersebelahan.
"Bagaimana pencarian hari ini?" Adit membuka diskusi mereka. Semua menggelengkan kepalanya, hasilnya nihil, tak ada barang bukti yang bisa mereka temukan. "Kalau saksi, bagaimana?"
"Kebanyakan dari saksi mengatakan kalau, terakhir mereka melihat korban masih di lingkungan rumahnya." Jelas Clow.
"Kalau begitu, berarti seharusnya ada barang bukti yang bisa kita temukan."
"Tapi diantara kita, tidak ada yang menemukannya." Timpal Excel.
"Kita yang tidak bisa menemukan, atau kita yang tidak mampu menemukan?"
"Maksud lo, kinerja kita kurang bagus gitu?" Nada bicara Excel sudah meninggi.
"Bukan seperti itu, Xcel."
"Oh gue paham maksud lo, barang bukti itu sengaja disembunyikan, agar tidak bisa dijangkau oleh orang, dengan kata lain, kita butuh anjing pelacak, untuk melacak keberadaannya, gitu kan?" Adit mengiyakan pendapat Clow kali ini. "Aku akan ambil anjing pelacaknya." Clow berlalu meninggalkan mereka ditemani sama Line yang berjalan di belakangnya.

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang