17

28 0 0
                                    

Hari pertama mulai aktif di Indonesia, siswa sekolah detektif sudah langsung diberikan kasus besar. Pembimbing mereka beralasan, tidak ada yang namanya anak baru, atau anak yang baru belajar menyelidiki kasus. Jadi setelah dinyatakan masuk ke sekolah detektif, mereka harus siap menyelesaikan kasus yang diberikan.
"Pagi tadi, ada seorang ibu paruhbaya, melapor ke kantor kita, dia berkata kalau keponakannya hilang sudah dua hari. Terakhir anak itu, terlihat di sekitar rumahnya."
"Bisa bicara dengan orangnya pak?"
"Ibu. Keponakan saya hilang." Seorang ibu paruh baya, histeris karena keponakannya hilang.
"Tenang ibu, kami akan membantu sebisa mungkin."
"Bagaimana kronologinya bu?" Line membuka pertanyaan penyidikannya. Ibu paruh baya yang bernama bu Susan itu, terlihat masih menggigil tidak tenang. Clow yang melihatnya seperti itu, dia mencoba menenangkannya. Setelah tenang, bu Susan kembali diintrogasi. Introgasinya menghasilkan informasi bahwa, keponakannya hilang sejak pukul sembilan pagi. Hari ini, hari ketiga, setelah keponakannya hilang. Bu Susan mengatakan, terakhir dia melihatnya di sekitar rumahnya. Detektif Line dan timnya, bergegas menuju ke tempat kejadian perkara. Namun langkah mereka terhenti, karena baru saja ada narapidana baru yang akan dimasukkan ke sel.
"Rinjani." Adit terkejut melihat Rinjani sudah diborgol dan akan dimasukkan ke sel. "Maaf pak, ini kenapa ya?"
"Dia ketahuan memakai narkoba, kita masih menyelidikinya, apakah dia pengedar atau hanya pemakai saja, sementara menunggu itu, dia dimasukkan ke sel terlebih dahulu. Ayo masuk."
"Sebentar pak, saya mau berbicara dengannya terlebih dahulu. Saya akan bertanggung jawab, jika saya melanggar aturan." Adit meyakinkan polisi itu. Akhirnya, polisi itupun memberikan waktu lima belas menit, untuk mereka berdua. "Lo kenapa pakai narkoba si Rin?"
"Kerasnya kehidupan, membuat gue jadi pemakai Dit," cengir Rinjani. "Elo polisi?"
"Gue detektif magang disini Rin."
"Adit." Suara itu tak asing di telinganya Rinjani. Dia terkejut melihat seorang wanita di hadapannya. Matanya nanar melihat wanita itu, seolah bulir air mata akan keluar dari pelupuk matanya, tapi dia masih bisa menahannya. "Kita sudah menunggumu sejak tadi, eh ada napi baru ya?" Adit melihat Rinjani tertunduk malu.
"Ok, kita pergi sekarang." Adit mengajak Line bergegas keluar.
"Syiqa." Tiba-tiba Rinjani menyebut nama itu. Adit dan Line menoleh ke arah Rinjani. "Maaf, bukan anda berdua." Aku kangen sama kamu Qa." Lirih Rinjani.

******

Aku menikmati secangkir kopi di pagi hari, berangkat lebih pagi, membuatku harus minum kopi, agar mata ini bisa diajak kompromi. Line dan yang lainnya sengaja aku tinggal, karena aku ingin menyelidiki tempat ini lebih dalam.
"Ini nak, indomie telornya." Pemilik warung, memberikan pesananku yang sudah siap.
"Terima kasih bu."
"Kasus hilangnya keponakannya ibu Susan, katanya sedang diselidiki ya?" Beberapa warga yang makan di warung itu, membicarakan kasus yang sedang diselidiki Adit dan teman-temannya.
"Iya, penyidiknya kesulitan, sampai katanya menyewa detektif dari luar negara."
"Wah hebat juga ya, padahal kemarin aku lihat Lisa masih main bareng anakku."
"Apa iya pak?" Adit yang sudah tak tahan dari tadi, akhirnya keceplosan. "Maaf, saya hanya ingin tahu saja pak." Adit menggeser duduknya lebih dekat dengan mereka. "Saya Adit, dari Bandung, saya dengar sedang ada kasus kehilangan anak ya pak?" Adit mulai memancing pembicaraannya.
"Iya nak, padahal dua hari yang lalu, saya masih melihat anaknya itu."
"Dimana pak?"
"Di sekitar rumahnya, dia sedang main sama anakku."
"Kenapa dilaporkan hilang pak? Kalau selama dua hari itu, anaknya main di dekat rumahnya."
"Ya itu aku tidak tahu."
"Hei Dit, maaf kita telat." Line dan kawan-kawannya baru saja sampai di warung itu.
"Maaf pak, saya tinggal dulu ya."
"Oh iya nak."
"Kalian sarapan dulu, nanti kita lanjut lagi." Ujar Adit

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang