4

35 2 0
                                    

Koran dan sarapan, tengah menemani sarapan keluarga pak Danish. Sarapan pagi ini, bibi menyajikan masakan Indonesia yang sudah lama direques sama keluarga ini.
"Pagi ma, pa."
"Pagi, duduk sayang."
"Wah ada sup, enak nih."
"Itu namanya soto sayang. Makanan Indonesia."
"Oh ya? Tapi ini kan breakfast mah, perut aku belum siap makan yang berat."
"Ya sudah, nanti bibi simpan buat non Line."
"Ok deh. Pa, hari ini jadi antar Line kan?"
"Oh iya, maaf Line, papa tidak bisa."
"Yah kok begitu pa? Kemarin kan papa sudah janji." ucap Line kesal. "Seorang detektif, harus menepati janji."
"Ya sudah, janjinya papa, kak Cle yang tepati ya?" Cle memeluk adik yang dirindukannya itu.
"Kak Cle." Line membalas pelukan kakaknya itu. "Kenapa tidak bilang kalau pulang?"
"Suprise! Mama papa saja tidak tahu kalau aku pulang."
"Iya, tadi malam, papa kira ada orang mau minta donasi, eh ternyata anak papa yang pulang. Auh sakit mah."
"Sama anak sendiri, bercandanya kelewatan."
"Iya deh, papa minta maaf ya Cle."
"Hahaha. Iya pa."
Pagi ini, Line diantar sama kakaknya, yang baru pulang malam tadi. Line masih excited dengan kehadiran kakaknya itu. Alhasil, dia bercerita seru sekali.
"Kakak, stop." Cle memberhentikan mobilnya itu. "Adit. Masih menunggu subway ya? Berangkat sama kita saja."
"Ada pacar kamu di dalam, aku tidak enak hati."
"Itu kakak ku, santai saja." Adit masuk dan bergabung dengan Line dan kakaknya Cle.

****
Line dan Adit turun, setelah mobil yang mereka tumpangi, sampai di depan kampusnya. Cle yang sudah lama lulus, tengah memandangi kampusnya dulu.
"Tidak terasa, hampir tiga tahun aku lulus dari kampus ini, banyak yang berubah juga."
"Ya iyalah, masa sama terus seperti dulu, kan harus ada kemajuan kak."
"Hahaha, iya deh iya." Cle mengacak-acak rambut adiknya itu. "Belajar yang giat, agar bisa seperti kakak."
"Kakak, rambutku jadi berantakan. Tidak mau, pokoknya aku harus lebih dari kakak."
"Emang bisa?"
"Bisa. Aku akan buktikan."
"Ya sudah, sana masuk. Kasihan Adit."
"Eh iya, maaf ya Dit."
"Tidak apa Line."
"Bye kak." Line melambaikan tangan kepada kakaknya. "Maaf ya Dit, aku kalau ketemu sama kak Cle, ya begitu, berantam, tapi kalau dia ada tugas ke luar negara, aku rindu."
"Kakakmu detektif juga?"
"Iya, kamu tidak tahu?"
"Siapa dia?"
"Kasihan kakak ku, sudah lama jadi detektif, tapi tidak terkenal." Adit mengernyitkan dahinya. "Dia Cleo Danisha, detektif yang paling menyebalkan untuk adiknya ini."
"Hahaha, namanya juga keluarga, kadang akur, kadang berantam. Kita sudah sampai di depan kelasmu, aku duluan ya. Terima kasih tumpangannya."
"Sama-sama."
"Ciye, ada yang baru jadian nih."
"Hah? Jadian sama siapa?"
"Sama itu tuh, Adit."
"Karena aku sama dia jalan berdua gitu?" Clow hanya mengangguk. "Tidak begitu juga Clow, aku bertemu dia di jalan tadi, terus aku beri tumpangan, lagian aku sama kak Cle juga kok."
"Andreas tertawa tuh."
"Hah? Andreas siapa?"
"Hantu itu."
"Oh namanya Andreas." Line menengok ke arah hantu itu. "Seperti nama cowok. Hahaha." hantu itu pergi menghilang. "Hahaha, dasar labil."
"Selamat pagi." Pembimbing pagi ini telah memasuki kelasnya.
"Pagi."
"Kita mulai saja ujian tulis hari ini ya." suasana kelas hening, setelah pembimbing membagikan lembar ujian kepada siswanya. Waktu berlangsung selama tiga puluh menit, dengan jumlah soal lima puluh. Karena sekolah detektif ini, ingin mengajarkan berpikir cepat kepada siswanya, dengan cara seperti itu.
"Ah, pusing aku."
"Ya sudah, kita ke kantin saja yuk?" ajak Line kepada Clow.
"Hello baby." seorang lelaki menghampiri Clow.
"Hello beb, Line maaf, aku sudah janjian sama pacar aku." Line hanya memanyunkan bibirnya. Akhirnya dia sendirian ke kantin. Dia memilih tempat makan di pojok, karena lebih sepi. Cling, hantu itu kini sudah di hadapan Line. Line sudah tidak terkejut lagi, karena sudah terbiasa.
"Sudah tidak marah lagi nih?"
"Marahku sudah hilang, karena aku mau menemani kamu yang sendirian ini."
"Cih, ngomong saja, kalau aku jomblo."
"Hahaha. Kamu yang memperjelas loh, bukan aku." Line mendengus kesal
"Nama kamu Andreas?"
"Ya, Andreas."
"Tapi sepertinya aku tidak punya teman bernama Andreas, apalagi kamu kan sudah meninggal."
"Terkadang ada kasus yang seperti itu juga Line. Jadi dia pernah bertemu, tapi karena suatu hal, dia tidak ingat."

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang