9

31 2 0
                                    

Kali ini, Line berangkat ke sekolah lebih awal, sesuai dengan rencana kemarin yang telah mereka susun. Dia memasuki lantai dua, gedung utama. Posisi gedung utama, tepat menghadap ke pintu masuk ke sekolah itu. Adit, seperti biasa, dia berangkat paling pagi di banding yang lain, kemudian disusul pak Leo, yang tengah menenteng tasnya. Line keluar dari ruangan itu, untuk mengetahui posisi pak Leo lebih dekat lagi. Sekarang Line berada di ruang baca sekolah, yang jendelanya menghadap ke arah pak Leo. Jendela itu, kalau dilihat dari luar, orang yang di dalam tidak terlihat, jadi posisi Line aman dari pandangannya pak Leo. Satu jam dia mengamati pak Leo, tetapi yang dilakukannya hanya menyapu taman saja.
"Astaga, percuma saja aku berangkat pagi." keluh Line meninggalkan ruangan itu. Matanya terbelalak melihat Adit yang baru saja keluar dari ruangan kepala perpustakaan, kenapa dia keluar dari ruangan itu, bukannya junior harus dapat ijin dulu, kalau mau memasuki ruangan itu. Batin Line. "Astaga!" Line terkejut, karena bahunya ditepuk seorang.
"Kamu sedang apa?"
"Excel. Kamu sedang apa?"
"Sedang mengawasi cowok yang baru saja keluar dari ruangan itu." bisik Excel. "Soalnya, kemarin, aku lihat dia memasuki sekolah, di malam hari."
"Kita pergi dari sini dulu." Line dan Excel menuju ke markas mereka. Mr. Roy memberi mereka satu ruangan khusus, agar bisa berdiskusi dengan aman. Ternyata sudah ada anggota tim yang lain disana.
"Hei, kalian dari mana? Kita tidak menemukan seorang yang mencurigakan di depan." jelas Irene, anggota tim mereka.
"Aku si melihat cowok yang mencurigakan, siapa namanya tadi Line?"
"Adit,"
"Iya, Adit, dia memasuki ruang kepala perpustakaan."
"Ruang kepala perpustakaan? Setahuku, soal-soal ujian, disimpan di ruangan itu."
"Yap, tepat sekali."
"Tapi tidak mungkin Adit, aku tahu dia bukan orang yang seperti itu."
"Sekarang dilogika saja, seorang junior, memasuki ruangan itu pagi-pagi sekali, bahkan yang ku lihat, dia berangkat lebih pagi dari pak Leo, mau apa lagi, kalau bukan lagi mengincar soal ujian."
"Tidak mungkin dia."
"Kenapa kamu membela dia terus? Kamu suka sama dia?"
"Bu.. Bukan saatnya membahas tentang cinta, Cel. Kita masih belum menyelesaikan kasus ini."
"Baik. Kita buktikan nanti." ucap Excel meninggalkan ruang diskusi mereka. Excel terkejut, pasalnya waktu dia buka pintu, pak Leo ada di depannya.
"Maaf, saya sedang membersihkan lorong ini."

***

Aku berjalan menuju ke ruang kepala perpustakaan lagi, untuk mengambil beberapa pesanan dari anak kelas dua. Aku menjalankan bisnis ini, baru beberapa minggu yang lalu, untuk membayar biaya perawatan anakku di rumah sakit. Sial, anak lelaki itu lagi, kenapa dia selalu memasuki ruangan itu.
"Excel. Sedang apa kamu?" mendengar ada siswa yang lain, aku pura-pura menyapu ruang sebelahnya. Samar-samar aku mendengarkan percakapan mereka.
"Aku sedang mengawasi dia, soalnya gelagatnya mencurigakan."
"Kita pergi saja dulu, lanjutkan besok." Astaga, aku terkejut saat melihat salah satu dari mereka, keluar dari ruangan itu.
"Maaf, saya lagi membersihkan lorong ini." dia berlalu begitu saja, cih anak baru, sudah sombong. Aku melanjutkan tugasku membersihkan lorong ini, sambil menunggu anak yang lainnya keluar dari ruangan itu.
"Maaf pak, saya lewat dulu ya." Kini anak yang terakhir, keluar dan tidak ada siapa pun di dalam. Aku melanjutkan tugasku membersihkan ruangan ini, dan tentu dengan melaksanakan pekerjaan sampinganku. Aku mematikan cctv yang ada di ruangan itu, dan melanjutkan aksiku.
"Bagaimana pak? Sudah dapat?"
"Sudah den, ini soalnya." aku memberikan hasil curianku ke siswa yang akan membayarku.

Detektif Qaroline (I remember it) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang