Permintaan Gandi

1.3K 69 5
                                    

Pukul lima pagi keadaan dapur rumah keluarga Jovandra sudah ramai bak pasar malam. Bunyi wajan bergesekan dengan spatula memenuhi ruangan. Dua pekerja wanita yang berusia pertengahan abad tampak sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang menggoreng dan ada pula yang mengiris-iris sayuran. 

Hara berdiri canggung di sisi pintu dengan baju yang sama seperti hari sebelumnya. Mungkin nanti dia bisa meminjam satu baju pada Rita atau dengan terpaksa meminta gaji di muka dan membayarnya nanti setelah satu bulan bekerja. Pemikiran itu membuatnya merasa menjadi manusia tidak tahu diri, tapi Hara tidak mungkin terus-terusan mengenakan baju kotor setiap harinya.

"Permisi," semerbak harum masakan langsung menerobos indra penciuman Hara ketika dirinya memberanikan masuk lebih dalam. Kedua orang yang sebelumnya saling sibuk kini beralih memperhatikan Hara. "Apa ... apa boleh saya membantu?"

"Kamu siapa?" salah seorang yang bersanggul bertanya. Lalu buru-buru disikut yang satu lagi dengan menjawab informasi yang belum dijawab oleh Hara, "Dia tamu Nyonya. Yang aku ceritain kemarin."

"Oh," wanita itu tampak sungkan ketika kembali mengalihkan tatapannya kepada Hara. "Maaf, saya nggak tahu."

Hara meringis malu. Untuk apa sebenarnya orang itu meminta maaf?

"Kamu bisa antar ini ke meja makan?" Hara melihat deretan makanan yang sudah siap diletakkan di sisi kompor. Gadis itu mengangguk. "Hati-hati, ya. Masih panas."

Melihat Hara yang tidak beranjak sedikitpun membuat kedua wanita itu semakin bingung. Mereka berpandangan satu sama lain. Mencoba mencari-cari jawaban dari sikap aneh gadis manis di depan mereka yang terlihat menjaga jarak dan bergerak gelisah di tempatnya.

"Mbok Mi, bisa tolong buatkan saya kopi?" 

Suara berat tepat di belakang tubuhnya nyaris membuat Hara terlonjak. Gadis itu buru-buru menepi ke sudut lain dengan tangan di depan dada. Sementara matanya mendelik kemudian menunduk saat Gandi balas menatapnya.

Yang dipanggil mbok Mi cepat-cepat mengangguk dan berbalik badan mengambil cerek lalu meletakkannya di atas kompor. Hara mencoba fokus pada air yang dituang ke dalam benda berbentuk angsa itu daripada harus melihat Gandi menarik salah satu kursi tinggi di depan dapur bersih–yang bersebelahan dengan dapur kotor. Menunggu pesanannya selesai dibuat.

Selama beberapa menit tidak ada yang dilakukan Hara selain berdiri seperti orang bodoh. Gandi berpura menyisir rambut untuk diam-diam melirik dan mengerutkan kening saat menyadari perempuan itu tidak berganti pakaian.

"Mau yang manis atau kayak biasanya, Mas?" tanya mbok Mi yang dijawab Gandi dengan kalimat, "Kayak biasanya saja, Mbok."

Mbok Mi mencampur dua sendok kopi, setengah sendok madu dan ... apa itu? Hara mengerutkan kening melihat bubuk putih ditaburkan di atas gelas sebelum dihidangkan pada laki-laki yang entah mengapa ingin membuat Hara pergi dari sana.

"Makasih, Mbok." Gandi meniup kopinya dan mulai menyesap.

"Ada yang Mas Gandi perlukan lagi?" Mbok Mi pergi setelah sang majikan menggelengkan kepalanya. Karena Hara tidak melakukan apa-apa, kedua wanita itu mengambil alih pekerjaan dan membawa seluruh makanan ke ruang sarapan. Sementara Hara menjadi semakin bingung harus melakukan apa di tempat yang sudah sepi itu.

Saat Hara ingin pergi dan menyusul asisten rumah tangga sebelumnya, Gandi berdeham dan berkata, "Boleh saya bicara sama kamu sebentar?"

Hara kembali terlonjak. Tapi kali ini dia sadar situasi dan mengangguk meski tetap tidak bergerak sama sekali. Gandi berdecak. 

"Saya mau bicara, artinya kamu harus di depan saya. Kalau kamu berdiri di situ yang ada saya malah ngomongnya sama tembok dan bukannya sama kamu." Hara serta merta merasa bersalah dan maju dua langkah. Gandi memejamkan mata sesaat. Bagaimana bisa gadis itu ingin mereka bicara sementara jarak mereka tidak bisa disebut sebagai lawan bicara.  Gandi menunjuk bangku di sampingnya menggunakan dagu. "Saya mau kamu duduk di sini."

TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang