"Jadi, namanya Sahara?" Pemuda itu, Gandi Jovandra tampak serius mengamati foto-foto yang terhampar di atas meja kaca rumah orang tuanya. Tidak pernah sekali pun terpikir dalam otak jeniusnya kalau sang Mama memiliki hati seputih kapas atau justru gampang ditipu karena memungut orang yang melupakan sebagian besar kisah hidupnya untuk menjadi salah satu bagian keluarga. "Mama ketemu cewek ini di rumah sakit, begitu? Dan cewek ini nggak ingat apa-apa selain namanya?"
"Namanya Sahara," Mama Rita memprotes cara anaknya memanggil gadis manis yang masih tertidur di kamar tamu. "Mama yakin dia gadis baik-baik."
"Tapi nggak langsung di bawa ke rumah juga, Mama," Gandi melemparkan foto Hara ke atas meja—bergabung bersama foto-foto lainnya. Gemas juga sebenarnya dengan sang Mama.
"Mama bahkan berencana menjodohkan kamu dengan dia."
"Menjodo—what?!" Kedua bola mata Gandi mendelik maksimal. "Mama lupa aku sudah punya pacar?"
Mama Rita langsung mengibas. "Mama nggak setuju kamu nikah sama perempuan mata duitan seperti Dara. Mama lebih suka punya menantu manis dan berhati baik seperti Hara."
"Dari mana Mama tahu kalau dia gadis baik-baik?" Serang Gandi. "Mama sendiri yang bilang kalau Mama melihatnya di rumah sakit selama berhari-hari sendirian, nggak ada satu pun keluarganya yang datang. Bahkan, Mama yang harus membayar biaya perawatannya selama satu bulan karena gadis itu nggak punya uang jaminan. Bagaimana kalau sebenarnya dia buronan?"
Semua yang diucapkan oleh Gandi memanglah benar. Tapi untuk kesimpulan terakhir sepertinya tidak sama sekali.
Beberapa hari yang lalu, Rita kebetulan sedang berkunjung ke rumah sakit tempat Gandi bekerja. Lalu tak sengaja melihat salah seorang pasien tengah terjatuh di lorong sepi. Karena tidak ada manusia yang lewat, Rita berinisiatif membantu. Tapi rupanya bantuannya justru mendapat penolakan berupa tepisan tajam hingga tubuhnya terdorong beberapa langkah ke belakang.
Tentu saja Rita terkejut akan hal itu. Mengira kalau ada kemungkinan pasien itu salah tempat. Harusnya dimasukkan ke rumah sakit jiwa, bukan ke rumah sakit umum biasa seperti miliknya. Namun dari gelagat ketakutan yang ditunjukkan, mampu membuatnya iba seketika. Hara—yang waktu itu masih belum mau menyebutkan namanya, mundur ke ujung tembok, lalu menatapnya dengan sorot ketakutan yang teramat sangat.
"Mama yakin dia bukan orang jahat, apalagi buronan seperti yang tadi kamu bilang," bantah Rita sambil mengarahkan tatapan ke kamar tamu rumahnya. "Mama bahkan harus berusaha keras agar dia mau tinggal di rumah ini."
"Mama aneh!" ujar Gandi yang langsung mendapat pelototan ganas. Pemuda itu mengusap wajah, lalu bangkit dan berkata, "Terserah kalau Mama mau dia tinggal di rumah ini. Tapi aku tetap nggak mau nikah sama dia."
Gandi naik ke lantai atas dan mengabaikan ibunya yang mulai mengomel karena dirinya belum selesai bicara. Suara itu baru hilang ketika Gandi menutup rapat pintu kamarnya, setelah itu membuang jas ke atas kasur dan rebah. Astaga, dia lelah sekali rasanya.
Hampir dua tahun Gandi menjadi salah satu dokter yang bekerja di rumah sakit milik keluarganya. Gelar SpOG resmi di sandangnya beberapa tahun lalu benar-benar membuat ayahnya—yang seorang dokter juga—sangat bangga. Gandi jadi lupa kalau dulu sempat ingin memberontak karena bercita-cita sebagai bajingan saja. Yeah ... Semua orang punya masa gila di dalam hidupnya. Gandi pun pernah merasa demikian sebelum akhirnya pasrah dan menjalani pendidikan sebagai seorang dokter.
Nada dering ponsel membuat Gandi terlonjak dari tidur-tidur ayamnya. Pemuda itu menemukan nama Dara menari-nari di layarnya.
"Halo, Sayang?"
"Kamu kenapa nggak ngasih tahu aku kalau sudah selesai praktik?" Terdengar nada merajuk dari seberang telepon.
Gandi langsung menepuk kening. "Maaf, Sayang ... Aku lupa. Tadi buru-buru karena Mama nyuruh pulang ke rumah."
Karena ada calon anggota keluarga baru dengan perekrutan secara dadakan. Tambah Gandi dalam hatinya.
"Terus aku gimana, dong?" Dara—pacar 4 bulan Gandi merengek lagi. "Aku di rumah sakit tempat kamu praktik sekarang. Dan kamu malah enggak ada."
Gandi ingin tidur dan istirahat sebentar saja. Bukan malah mendengar keluhan yang bikin kepalanya makin pusing. Cowok itu berdecak pelan. Jika bukan karena pelayanan Dara selama ini memuaskan, dirinya tidak akan segan-segan memutuskan gadis itu sekarang juga.
"Sayang! Kok diam saja sih?!"
"Nanti malam aku ke apartemen kamu, ya?" bujuk Gandi, mencoba bernegosiasi. Mungkin malam ini dia akan membuat rencana bagus dengan mereguk kenikmatan bersama Dara. Dosa paling nikmat yang sudah dijalani pria itu beberapa bulan sejak pulang dari studi di Amerika Serikat. "Jangan ngambek dong, Sayang.."
Terdengar Dara menghela napas panjang sebelum menyahut ketus, "Ya udah!"
Lalu panggilan diputuskan begitu saja.
Gandi tidak ambil peduli. Yang penting sekarang perempuan itu diam dan dia bisa tidur sekarang. Beristirahat dari pekerjaan—yang dulu dia pikir sangat menguntungkan—tapi nyatanya bisa bikin mual. Bagaimana tidak, hampir setiap hari dia melihat beragam bentuk alat kelamin perempuan. Untung kalau masih bagus, muda dan single. Kebanyakan sudah punya suami dan berulang kali dia mendapat tatapan permusuhan setiap kali para pasangan ibu-ibu muda itu ikut mengantarkan istrinya memeriksakan kandungan mereka.
Mungkin mereka tidak rela ketika bagian intim istrinya disentuh-sentuh oleh lelaki yang bukan dirinya. Pemikiran itu juga yang membuat Gandi sering memaklumi karena jika dia punya istri nanti, dia juga akan mengamuk kalau istrinya disentuh oleh pria selain dirinya. Apalagi bagian yang hanya dia yang boleh tahu dan sentuh.
Ah, membayangkannya saja sudah membuat Gandi panas dingin tak karuan.
Pemuda itu memutuskan bangkit dan mandi saja. Kepalanya panas dan tubuhnya berdenyut ingin di urut. Untuk saat ini, hanya Dara yang mampu melakukannya dengan baik. Jadi dia akan ke apartemen perempuan itu sekarang. Tidak perlu menunggu nanti malam.
* * *
Ohayou!
Selamat datang di cerita baruku :)
Btw, boleh kasih pesan kesan pada tokoh pertama yang muncul, gak? Gandi Jovandra, dokter muda, ganteng, dan doyan ena-ena. Hehehe
Nanti si Jovan kayaknya aku buat agak tengil kayak Agas (MPB) meskipun kadar mesumnya agak nambah. Gapapa, kan? Gapapa dooonggg..Semoga aku bisa rutin update yaa..
Semangatin pakai vote dan komen dong!
See you 😘
*Bonus
Gandi Jovandra
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch
ChickLitPINDAH KE APLIKASI FIZZO. ROMANCE ADULT - 21+ Hara tak pernah menduga bahwa kedatangannya ke Jakarta akan menjerumuskannya ke dalam masalah besar. Ia diperkosa oleh segerombol perampok pada malam buta. Disaksikan derai hujan dan suara hewan malam, d...