Setitik Noda

2.6K 76 11
                                    

Pertama kali terbangun sendirian di rumah sakit, yang Hara rasakan hanya satu : takut. Gadis itu berlarian keluar kamar hanya untuk menemukan jika dirinya sudah sendirian. Tidak ada siapa-siapa yang akan menyakiti dirinya. Namun, meski para suster berkali-kali meyakinkan kalau dirinya akan segera sembuh dan baik-baik saja, Hara merasa tidak sama sekali.

Dirinya sudah cacat. Rusak. Harta paling berharga dari seorang perempuan telah terenggut paksa bersama beberapa preman yang merobek-robek sisa harga diri yang ia miliki. Sebuah kejahatan paling keji karena perlakuan itu membuat jeritannya membahana tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Hara telah patah. Ia diperkosa.

"Tolong, jangan.." Hara menangis terisak-isak dengan sebelah tangan memegangi sisa kain di tubuhnya. Sedangkan pria yang berjumlah lebih dari tiga itu terus berusaha melucuti semuanya tanpa menyisakan apa-apa. "Jangan.."

"Berisik banget nih cewek!" hardik salah satu di antara mereka. "Kalau lo ngoceh lagi, gue sumpel mulut lo pake beha."

Sementara kepala Hara menggeleng-geleng, semua teman-teman laki-laki itu tertawa gembira setelah berhasil melucuti semua pakaiannya. Salah satu diantaranya bersiul tidak sopan dengan mata memandangi tubuh polos Hara yang tergeletak tak berdaya di atas hamparan daun-daun kering dalam hutan.

"Gilak! Nih cewek mulus banget!" puji pria bertopi dengan sebelah tangan meremas salah satu gundukan Hara. Temannya yang bertato langsung menepis.

"Lo nanti dulu, giliran gue pertama kali."

"Kok gitu?"

"Iyalah! Gue yang nemu nih cewek duluan. Jadi gue yang berhak nikmatin dia pertama kali," terang si cowok bertato dengan seringai puas di wajahnya. "Kayaknya masih perawan. Gue belum pernah masukin cewek original."

Kesemua yang lain langsung mundur ke samping mendengar ketua geng mereka sudah memutuskan. "Oke, lo duluan. Setelah itu kita giliran."

Si cowok bertato bergerak mengangkangi Hara agar tidak bisa kemana-mana. Sementara Hara yang sedari tadi memberontak masih berusaha melarikan diri dengan sisa kekuatan yang ia miliki.

"Lo gerak-gerak malah bikin gue tegang, tau nggak?" cemooh si cowok setelah berhasil melepaskan seluruh pakaiannya. Hara bergidik jijik ketika merasakan tangan pria itu menyentuh kedua dadanya dan memuntir-muntir puncaknya. "Gede juga toket lo."

Salah satu telapak tangan Hara langsung menampar pipi pria itu. Yang ditampar langsung terdiam. Sedangkan teman-temannya malah bersiul kesenangan.

"Garang juga tuh cewek!" komentar cowok bertopi di samping mereka. "Dan, Iket tangannya."

"Dani mana berani," komentar yang paling putih di antara mereka. "Dia biasanya suka main halus. Kagak suka BDSM."

"Diem lo pada!" bentak Dani murka. Lalu tatapannya berlabuh kepada Hara yang terengah marah. "Lo sendiri yang minta."

Setelah itu Dani benar-benar mengikat kedua tangan Hara sampai gadis itu tidak bisa melakukan apa-apa sampai Dani berhasil menjamah tubuhnya. Mengelus dan meraba bagian-bagian paling pribadi. Menjilat dan melumat sementara satu jarinya memasuki Hara hingga gadis itu terpekik kesakitan.

Dani mengabaikan rintihan Hara dan terus mengocok bagian itu dengan jari berlumur lendir. Seolah masih kurang tega, dia menambahkan satu jari lagi dan kembali mengaduk-aduk bagian itu. Tubuh itu menggelinjang tak nyaman. Membuat seringai Dani merekah tanpa bisa dicegah.

"Bilangnya nggak mau, taunya basah juga," hina Dani dengan kegiatannya. "Enak, kan?"

"Lepasin!" Kepala Hara tersentak. Seumur hidup, ia belum pernah berpacaran. Apalagi melakukan kegiatan-kegiatan tabu seperti sekarang. Perasaan ini murni baru dan membuatnya mendesah jijik dan meludahi wajah Dani. "Kamu menjijikkan!"

Dani menampar pipi gadis itu. "Dasar pecun! Diem lo!"

Laki-laki itu berjumlah empat orang. Sementara Dani masih sibuk berbuat sesukanya, ketiga temannya yang lain hanya menonton. Kemudian cowok bertopi tadi berjalan mendekati tempat Dani dan berkata, "Gue mainin tete-nya 'ya, Dan? Udah ngaceng nih!"

Dani hanya mengangguk sambil melumat rakus bagian bawah tubuh Hara. Sementara temannya yang memakai topi langsung melahap kedua bulatan itu hingga air liurnya membuat Hara mual dan ingin muntah.

"Astaga, kamu kenapa?" Rita memasuki kamar tamu lalu seketika panik melihat Hara terbungkuk di depan wastafel kamar mandi yang terbuka. "Hara, kamu nggak-" ucapan itu terhenti ketika Hara langsung menghindar ke ujung kamar mandi.

"Jangan.." gumam Hara ketakutan. "Tolong jangan sentuh saya."

Rita terpaku diam. Sejak di rumah sakit, gadis itu memang tidak mau di sentuh sama sekali. Selalu menghindar setiap kali tubuhnya berdekatan dan merasa panik begitu kulit mereka tak sengaja bersentuhan.

Petugas rumah sakit mengatakan kalau gadis bernama Sahara menjadi korban kekerasan dan juga pemerkosaan. Hanya itu keterangan yang bisa ia dapatkan karena mereka juga tidak tahu menahu mengenai keluarga pasien.

Trauma itu pasti sangat berat dan membekas. Mama Rita yakin sekali jika hal itu terjadi padanya, mentalnya pasti rusak hingga kemungkinan bunuh diri pun terasa masuk akal.

"Hara, saya nggak akan menyentuh kamu,"ucap Rita sambil melangkah pelan ke belakang. Sengaja memberi ruang agar Hara kembali mendapatkan ketenangannya. "Saya nggak akan menyentuh kamu."

Tubuh Hara sudah meringkuk di sudut dekat bathtub. Pelan-pelan kepalanya mendongak, lalu mengerjap dan mulai sadar jika orang yang ada di depannya adalah wanita baik hati bernama Rita. Bukan para pemerkosa biadab itu.

"Kamu mau saya keluar?" tanya Rita penuh perhitungan. "Kalau kamu takut, saya ada di luar."

Hara mengangguk. Lalu Rita keluar kamar dan berjalan menuju ruang tamu sambil menyeka air mata. Gandi yang datang dari lantai dua langsung khawatir dan menghampiri ibunya.

"Mama kenapa?" Gandi menoleh ke tempat mamanya datang tadi. "Orang itu jahatin Mama, kan? Dia yang sudah bikin Mama nangis begini?"

"Gandi," Wanita itu mencegah anaknya pergi ke kamar Hara. Dia terlihat sedih sampai-sampai Gandi tak tega melihatnya. "Gandi, Mama minta tolong sama kamu."

"Mama minta tolong apa?" jawab Gandi langsung. Dia pasti akan mengabulkan keinginan sang Mama untuk mengusir orang asing itu. Masih belum terlambat jika hal itu dilakukan sekarang. Gandi bersyukur Mamanya sadar lebih cepat. "Mama mau aku ngusir wanita itu sekarang? Aku sudah yakin kalau dia-"

"Tolong nikahi Hara," potong Rita dengan tatapan memohon. Sama sekali tidak sadar tubuh anaknya mematung setelah mendengar permintaan itu. "Tolong Mama."

* * *

Ngerasa aneh nggak, sih, sama permintaan Mama Rita ke Gandi?

TouchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang