Raut wajah Gandi tampak murka mendengar
segala ocehan yang Hara sampaikan kepadanya. Bagaimana bisa gadis itu dengan begitu berani datang ke depan wajahnya dan mengatakan tidak akan pergi ketika sudah diberi peringatan keras tadi pagi?!Luar biasa!
"Jadi kamu tidak akan pergi dari rumah kami?" Pertanyaan itu terlontar dengan begitu santai. Hampir terdengar tanpa emosi meskipun Hara mendadak merasa ngeri dan memundurkan langkah saat laki-laki itu keluar memutari meja dan berjalan mendekat ke arahnya. "Begitu?"
Hara mengangguk, setengah gugup. "Iya."
Gandi sudah berdiri tepat di depan perempuan itu. Tubuhnya tampak menjulang begitu tinggi dan kuat. Sangat kontras bila dibandingkan dengan postur tubuh Hara yang tampak begitu mungil dan juga rapuh. Seharusnya dia sadar diri kalau Gandi bukanlah orang yang mudah menerima pembangkangan secara terang-terangan. Dan kali ini Gandi akan menunjukkan jika apa yang sudah dia titahkan tidak boleh dibantah sama sekali.
"Kenapa?" ujar Gandi setelah hanya berdiri memicing.
"Hah?" Hara mendongak. Lalu buru-buru mengangguk begitu menyadari tubuh mereka terlampau dekat. "Tante Rita bilang kalau-"
"Bulshit!"
"Jangan mendekat!"
Kedua tangan Hara terkepal maju ke depan. Mencegah gerak tubuh Gandi yang ingin menyentuh dirinya.
"Kenapa?" Gandi menyeringai. Wajahnya seperti iblis sekarang. Dia tahu jelas kalau Hara memiliki trauma terhadap sentuhan. Mungkin itu biasa dijadikan senjata untuk menyuruhnya minggat dari rumah. "Ini ruangan saya. Saya bebas bergerak kemana saja saya suka."
Melihat tubuh Gandi yang semakin mendekat, secara otomatis kaki Hara terus melangkah mundur hingga mencapai pintu keluar. Gerakannya memutar pintu kurang cepat saat Gandi lebih dulu mendorong kayu itu kembali tertutup.
Mampus!
"Sepertinya penjelasan saya tadi pagi memang kurang jelas. Maaf kalau begitu, bagaimana kalau saya ganti dengan penjelasan yang lain?"
"Ap-apa?"
Senyum di bibir Gandi sama seperti senyum iblis yang ada di gambar komik horor. Entah kesimpulan itu didapat dari mana, tapi Hara merasa ingin menonjok laki-laki itu tanpa perlu menyentuhnya.
Kedua tangan Gandi terulur, menekan pintu dan memenjarakan Hara dalam kungkungan. Mata gadis itu langsung membola, lantas terpejam dan menggigil ketakutan. Rasa mual itu kembali datang. Mengaduk-aduk perutnya hingga keringat dingin mulai bermunculan saat dengan sekuat tenaga Hara mencoba membekap mulutnya.
"Kenapa? Takut?" Seringai di bibirnya semakin lebar kala melihat lutut gadis itu mulai gemetar. "Perlu aku gendong ke ranjang supaya kamu-"
Huekk..
"-shit!!" Secepat kilat, Gandi mundur dan menjauh dari kekacauan. Kekacauan yang terlambat disadari karena kemejanya kini telah ternoda oleh muntahan menjijikkan gadis itu.
Puas melihat bagaimana bentuk pakaiannya, Gandi langsung mendongak dengan amarah yang berkobar. Tatapan matanya menyala-nyala dan membuat Hara yang tengah sibuk membersihkan bibir menggunakan tisu yang diambil dari dalam tas langsung bergidik ngeri.
"M-maaf," cicitnya pelan. Keberanian yang sempat ada sudah terkikis sepenuhnya oleh aura yang dibawa laki-laki itu.
"Minggir," ucap Gandi dengan penekanan meski cukup pelan. Yang ingin dia lakukan saat ini adalah meremas wajah mungil itu dan membuangnya ke selat Sunda kalau bisa.
Melihat tidak ada pergerakan, kali ini Gandi langsung membentak, "Minggir dari pintu sialan itu kalau kamu nggak mau saya sentuh!"
Seperti angin, Hara melesat ke pojok ruangan dan membiarkan Gandi keluar dengan bantingan pintu yang cukup kencang. Astaga, laki-laki itu pasti marah besar. Sekarang bagaimana nasibnya kalau Gandi mengadukan perbuatan tidak sopannya kepada Tante Rita?
* * *
Setelah berganti pakaian dengan kaos yang selalu ada di dalam mobil, Gandi keluar dari dalam kamar mandi yang ada di rumah sakit tersebut. Kemeja kotornya sudah dia buang ke tempat sampah bersama dengan segala barang yang sempat terkena cipratan muntahnya. Menjijikkan.
Dengan pakaian yang lebih santai dan wajah kelam, Gandi berjalan keluar rumah sakit untuk kembali ke dalam mobil setelah menghubungi dokter Neo untuk mengabarkan pesan yang tadi sempat dia katakan pada suster jaga. Malam ini dirinya ingin menjauh dari gadis itu, meskipun itu artinya dia tidak akan pulang dan bertemu ibunya. Tapi membayangkan wajah gadis itu saja sudah membuatnya ingin marah.
Gandi memacu mobilnya menuju salah satu apartemen mewah yang dia sewakan untuk Dara. Perempuan itu mengatakan pemotretan hari ini sudah selesai dan Gandi tidak membuang waktu untuk mengatakan dia ingin Dara saat ini juga. Tentu saja balasan yang didapat sangat manis. Wanita itu bahkan mengatakan akan menyambutnya dengan senang hati dan Gandi merasa tidak rugi membuang uang demi mendapat pelayanan maksimal.
"Sayang, tumben kamu siang-siang kemari?" Dara memeluk tubuh Gandi sesaat setelah pintunya dia buka. "Kangen banget sama aku ya?"
Tanpa menjawab, Gandi membimbing tubuh mereka masuk dan menutup pintu di belakangnya menggunakan kaki. Tidak ada basa-basi sebelumnya, ciuman itu tahu-tahu sudah terjalin dan semakin lama semakin memanas.
Dara benar-benar menyambut dengan baik kedatangannya. Perempuan itu bahkan hanya mengenakan pakaian tipis dan menerawang. Tanpa bra dan juga celana dalam. Mata Gandi menggelap saat suara robekan terdengar dan jeritan pilu itu meluncur kala tanpa aba-aba dirinya sudah menyatukan tubuh keduanya.
Tubuh Dara setengah rebah di atas meja makan. Berguncang hebat dengan paha terbuka lebar. Percintaan mereka selalu terasa panas, tapi kali ini Gandi seolah tengah melampiaskan kemarahannya lewat tindakannya. Tidak ada jeda, apalagi kelembutan. Rasanya tubuhnya dihantam sejuta nikmat saat titik terjauh itu diraih dan pelepasan didapat keduanya.
"Bad day, eh?" Dara mengusap rambut berpeluh milik pria di atasnya. Milik mereka masih menyatu dan belum dicabut hingga tetes terakhir dimuntahkan. "Mau cerita?"
Kepala Gandi menggeleng. Lantas mengeluarkan kejantanannya yang masih basah dan berlendir. Lalu pergi ke kamar mandi tanpa mengatakan apa-apa.
Ini sudah biasa. Dara kadang merasa Gandi memperlakukannya layaknya seorang pelacur. Hanya didatangi ketika butuh, dan ditinggalkan ketika urusan mereka sudah selesai. Sebenarnya dia sendiri sudah tahu kalau selama ini hanya dirinyalah yang memiliki rasa. Hanya dirinya yang menganggap hubungan mereka didasari cinta, dan bukan nafsu semata. Tapi lama-lama Dara muak. Dia ingin lebih, dan Gandi harus memenuhi keinginannya dengan cara sukarela atau paksaan.
Dengan sedikit tertatih menahan perih di pangkal paha, wanita itu beringsut dan berjalan ke dalam kamar. Hendak menemani Gandi mandi. Tidak akan dia biarkan Gandi meninggalkan dirinya. Hari ini adalah kesempatan bagus. Karena ... Dia akan membuat Gandi junior ada dan mengikat ayahnya untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Touch
ChickLitPINDAH KE APLIKASI FIZZO. ROMANCE ADULT - 21+ Hara tak pernah menduga bahwa kedatangannya ke Jakarta akan menjerumuskannya ke dalam masalah besar. Ia diperkosa oleh segerombol perampok pada malam buta. Disaksikan derai hujan dan suara hewan malam, d...