17

929 81 48
                                    

Happy reading ...

Vano melemparkan secara asal buku novel milik sang wanita misterius. Badannya penat dan pikirannya kacau. Berendam air hangat sepertinya bisa menghilangkan segala rasa lelahnya.

Masuk ke kamar mandi dan melepas semua pakaiannya. Berdiri di bawah guyuran air shower yang tepat mengenai kepala dan badannya sungguh menenangkan. Tangannya meraih sabun cair dan sejak delapan bulan ini, sabun itu menjadi favoritnya. Sabun ini menjadi sensasi tersediri bagi Vano. Sabun yang sama dengan sabun milik Diandra. Hanya aroma bunga sabun ini yang menjadi kenangannya dari Diandra setelah semuanya diambil seseorang. Di curi, lebih tepatnya.

Melangkah ke bath up yang sudah terisi air hangat dan menenggelamkan tubuhnya dengan segera. Berharap air hangat bisa menyegarkan tubuh dari lelahnya pikiran dan cintanya yang rumit.

..

Vano menatap ke arah sofa dan netranya terpaku kembali ke arah buku novel. Menyambar buku itu dan dengan rasa penasaran yang tinggi, membuatnya ingin mengetahui siapakah wanita yang diam-diam mengawasinya.

Melajukan mobilnya menuju alamat yang ada di dalam buku novel dan sampailah ia di sebuah rumah kecil dan mungil. Rumah asri dan berpagar tanaman perdu. Vano berhenti tepat di depan halaman.

Vano mencocokkan nomer rumah di buku novel dengan nomer yang terpasang di dinding depan rumah. Setelah memastikan bahwa nomer itu benar, Vano keluar dari mobil dan berjalan pelan ke arah rumah kecil itu.

Tok ... tok ... tok ...

Terdiam sejenak menunggu jawaban dari sang pemilik rumah untuk membukakan pintu. Terdengar suara kunci di putar dan perlahan pintu terbuka lebar.

Nampak seorang wanita paruh baya berdiri di depan Vano. Matanya menyipit penuh heran. Bibirnya terkatup rapat seakan ada lem yang menempel di sana.

"Maaf, saya ingin bertemu dengan pemilik rumah ini? Dia. Beliau ada?"

"Ada tapi sedang mandi. Mari masuk," ucap sang wanita dengan gerakan tangan membuka pintu lebih lebar.

"Saya ...," Vano tak meneruskan ucapannya karena wanita itu segera pergi ke dalam rumah, meninggalkan Vano yang masih berdiri di depan pintu.

Vano memberanikan diri masuk ke dalam ruang tamu. Aroma bunga menguar ke seluruh ruangan, begitu wangi hingga menusuk indra penciumannya, membuat Vano tak sadar memejamkan mata dan menghirupnya dalam-dalam.

"Wangi ini, sepertinya tak asing di ingatanku," gumam Vano.

Vano membuka matanya pelan. Kali ini tatapannya mengedar ke seluruh penjuru ruangan dan netranya terpaku pada sebuah foto yang tertempel di dinding. Foto yang membuat jantungnya seakan berhenti berdetak, membuat paru-parunya berhenti memompa oksigen dan membuat tubuhnya seketika lemas.

Buku novel di tangannya meluruh jatuh ke lantai dan dia hanya bisa menatap nanar pada buku novel itu. Netranya kembali ke foto berfigura kayu ukir, tak terasa air matanya menggenang dan membuat gugusan bening yang siap tumpah.

Kau ....

Vano berbalik dan berjalan cepat keluar rumah mungil itu. Berlari kecil menuju mobil yang terparkir di depan halaman. Mesin mobil yang menderu rupanya mengundang sepasang mata dari jendela kamar.

Vano melajukan mobilnya ke jalanan dengan kecepatan penuh, ada rasa sakit dan marah menjadi satu.

Tuhan sepertinya mempermainkan cinta kita. Membuatnya berliku seperti kita sedang berada di sebuah taman Labirin. Finally I found You, Diandra.
Mungkin aku harus menghukummu dengan caraku karena sikap pelarianmu.

Ku Memilih Dia (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang