3

760 87 81
                                    


Happy reading...

Diandra mengurung dirinya hampir dua hari di dalam kamarnya. Tak di indahkannya ocehan Bu Tantri lewat Chat. Dirinya lebih memilih tak membalas karena akan semakin panjang daftar ocehan online Bu Tantri nantinya.

Duduk di tepi ranjang dan menatap ke luar jendelanya. Menatap daun dan pucuk pohon yang bergerak lincah kala tertiup angin. Sesekali pandangannya tertuju ke arah benda pipih yang menampilkan  satu nama berkali-kali. VANO.

Ponselnya berdering untuk kesekian kalinya dan nama itu kembali muncul. Sebuah ketukan di pintu tak juga membuat mata Diandra menoleh.

"Kenapa tak kau angkat telfon dariku,"

Suara Vano membuat Diandra berdecak sebal. Menoleh sekilas pada kekasih Early dengan malas.
Ranjangnya bergetar kala Vano duduk di sampingnya.

"Aku menjemputmu. Mamaku ingin bertemu dengan calon menantunya yang cantik. Dia ..."

"Stop! Berhenti berpura-pura. Batalkan pernikahan ini. Aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai. Aku tidak siap melakukan pernikahan ini denganmu."

Bulir bening mulai jatuh dari sudut mata Diandra.
Hancur sudah hatinya saat ini, di paksa menikah dan di tinggal Lucio sang kekasih.

"Aku berjanji pada Early untuk tak menyentuhmu. Aku juga telah meminta Papa untuk membelikanku sebuah rumah yang mempunyai dua kamar. Kita tidak akan sekamar dan aku membebaskanmu melakukan apa saja termasuk bertemu Lucio."

Diandra menoleh seketika pada Vano. Cowok itu hanya mengangguk singkat dengan gurat wajah tegasnya.

"Aku sudah bertemu Lucio."

"Kamu jahat. Melibatkan kami hanya untuk memuluskan rencanamu menikah dengan Early."

"Aku atau kau yang akan menggugat cerai, itu tak masalah. Kita lakukan drama ini sesingkat mungkin," tegas Vano.

Vano meraih tangan Diandra dan menggenggamnya erat.

"Sekarang ikutlah aku, menemui Mamaku. Dia sudah memasak banyak makanan untukmu dan terlihat sekali kalau dia menginginkan dirimu menjadi menantunya. Tolong, jangan buat dia kecewa."

Diandra terpaksa mengangguk pelan walaupun dengan berat hati. Menatap Vano yang terlihat mengiba.

"Baiklah," jawab Diandra pasrah.

....

Mobil yang membawa Vano dan Diandra merapat ke halaman luas rumah Vano. Keduanya saling menatap dan tersenyum.

"Maaf, untuk memuluskan drama ini, bolehkah aku merangkul dan mencium pipimu?" tanya Vano.

Sejenak Diandra terdiam. Seolah sedang menimbang pikiran yang mulai menghantuinya.

"Hanya di depan mereka dan tak lebih," peringat Diandra.

Vano tersenyum mendengar jawaban Diandra. Membuka seatbelt dirinya dan Diandra dengan cepat.

Diandra terkekeh pelan. "Aku bisa membukanya sendiri, Van. Kau tak perlu melakukannya untukku. Mereka tak ada di sini."

"Aku belajar untuk romantis pada calon istriku," kilah Vano sambil tersenyum.

Keduanya keluar dan tanpa di sangka Vano, Diandra bergelayut manja di lengannya. Vano melirik temannya itu dengan senyum miris. Rasa penyesalan mulai menggerayangi hatinya.

Kenapa aku harus mengorbankan gadis sebaik dan secantik dia? Tapi aku tak punya pilihan ... batin Vano.

Masuk kedalam rumah Vano, Bu Rani yang menunggu sedari tadi langsung datang menyambut.

Ku Memilih Dia (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang