"Lihatlah tidak ada yang peduli. Lebih tepatnya bukan tidak peduli, hanya berusaha untuk tidak mempedulikan. Sebab sudah pernah dikecewakan. Dan tidak ingin itu terulang, maka dari itu lebih baik pulang"
🌻🌻🌻
Kata orang, jika kita bertemu dengan orang yang tidak dikenal sekali mungkin itu sebuah kebetulan. Tapi jika itu terjadi berkali-kali, minimal tiga kali menandakan bahwa itu adalah jodoh kita.
Hari minggu adalah hari libur nasional, hari yang paling dinantikan setiap umat. Berbeda dengan Tina, baginya semua hari itu sama termasuk hari minggu karena ia bisa libur atau sekedar jalan-jalan. Karena harus mengemban tanggung jawab sebagai pelatih siswa untuk kompetisi. Jikapun bisa jalan-jalan maka dia akan sendirian karena tunangannya sedang diluar kota, perusahaan yang berinvestasi ingin bertemu langsung dengan Rengga.
Latihan pagi hingga siang. Sebenarnya latihannya sampai sore tapi Devi tidak bisa membersamai latihan hari ini, jadinya Tina tidak bisa meng-handle sendirian.
Ketika perjalanan pulang, Tina menghentikan motornya di bawah sebuah pohon untuk minum sembari mengecek handphone-nya yang sempat berdering.
"Aduhh," pekik Tina.
Tidak tahu siapa yang melempar hingga menimpah kepala Tina. Untung saat itu ia memakai helm, (*jika tidak, mungkin ia sudah tidak sadarkan diri).
"Eh ndok, kamu nggak apa-apa," tanya seorang ibu yang mendatangi Tina.
"Eh tidak apa-apa, Bu. Cuma sedikit sakit dan agak kaget juga, Bu," jawab Tina seadanya.
"Itu tadi Bapak mau ngambil mangga, cuma nggak nyampe. Jadi dipukul-pukul eh malah jatuh keluar pagar," ujar Ibu tersebut.
Tina memang sedang berhenti di bawah pohon mangga. Walaupun mangga tersebut sudah dibatasi pagar tapi ada bagian pohon yang keluar dan menjadi tempat teduh dijam matahari sudah mulai condong ke barat.
Terlihat pohon mangga tersebut berbuah lebat. Maka dari itu sepasang suami-istri yang tidak beda jauh usianya dari orang tua Tina tersebut mengambilnya, karena enak dimakan di cuaca yang panas saat ini (apalagi kalo ada minuman dingin).
"Yaudah masuk dulu, yuk," tawar ibu tersebut, yang diangguki Tina sebagai jawaban.
"Biar dikompres dulu kepalanya, kayaknya sakit tuh. Siapa tau nanti malah bengkak, nak ...,"
"Tinara, Bu. Panggil saja Tina" tutur Tina.
"Baiklah, Bu. Sebelumnya terima kasih banyak ya Bu." Lanjut Tina.
🌻🌻🌻
Percakapan itu mengalir dengan sendirinya tanpa kecanggungan atau pun suasana yang tidak baik. Tina merasa sudah seperti kenal lama dengan ibu yang bernama Fatimah ini.
"Oo jadi nak Tina ini guru. Di SMP Bhakti?" Tanya Fatimah.
"Asalamualaikum, barang elektroniknya Pak, Buk. Lagi diskon akhir taun." Sebuah suara dari pintu depan, membuat ketiga orang di ruangan tersebut pandangannya beralih ke pintu depan --jika sepasang suami-istri tersebut merasa malu dengan suara tersebut, lain halnya dengan Tina yang merasa bertanya-tanya karna tidak biasanya sales seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TINTAM (ON GOING)
Fiction généralekisah kita tak sehebat, semanis, dan seromantis orang lain. tapi, kisah kita sehebat, semanis, dan seromantis versi kita berdua. Tinara Afifah Seorang Guru sekolah menengah pertama, yang harus menghadapi siswa pada masa peralihan. Masa saat mereka...