"Melihat belum tentu memahami. Memahami sudah pasti peduli"
🌻🌻🌻
Hari minggu. Apa yang terlintas di benakmu jika mendengar kata hari minggu, pasti tidak jauh-jauh dari liburan, istirahat, quality time bareng keluarga or special someone.
Hari minggu memanglah hari yang selalu ditunggu oleh setiap orang, setelah lelahnya selama enam hari beraktivitas yang melelahkan setiap harinya. Dibayar dengan satu hari dengan libur nasional, mungkin gak akan cukup tapi memang begitulah normalnya.
Rei hanya menikmati hari minggu ini dengan bersantai di rumah hingga sesekali Chara datang berkunjung, berkunjung kepikiran dan hatinya. Sehingga menimbulkan pro dan kontra yang membuat Rei kesal dan stress sendiri, ketika perasaan ingin menerimanya tapi logika menolaknya mentah-mentah meskipun logika selalu dirayu Chara dengan datang kepikiran Rei.
"Seandainya ini bukan hari minggu. Pasti bisa sibukkan diri dan lupain dia."
"Mana besok ketemu dia lagi. Apa harus senang atau sedih ya."
Rei terus menggeruh sendiri, mencoba menenangkan pikiran-pikiran yang berseliweran di otaknya yang membuatnya tampak lebih buruk dibandingkan ketika sibuk bekerja.
🌻🌻🌻
Banyak yang tidak menyukai 'Hari Senin' sebab hari senin selalu identik dengan mulainya aktivitas seperti biasa normal kembali. Mulai dari yang sekolah, kerja, dan sebagainya. Hari yang menandakan bahwa hari weekend masih akan lama untuk menyapa setelah baru usai tapi selalu dirindukan.
Hari senin merupakan hari seperti biasanya oleh seorang yang bernama Reitama Aliyansha. Mulai dari buka toko dengan suka cita, melayani penggalan dengan ramah, dan mengerjakan semuanya dengan senang tanpa ada sebuah umpatan dan semacamnya. Tapi, hari senin ini berbeda dengan senin biasanya, hal itu membuat Rei mengingat sebuah janji dengan seseorang yang membuatnya dilema. Yah, hari ini adalah hari saatnya Rei bertemu dengan Chara sang mantan, bukan pertemuan nostalgia tapi pertemuan kontrak kerja. Rei akan datang ke sekolah Chara untuk mengukur para majelis guru yang Chara katakan.
Rei telah bersiap untuk mendatangi sekolah tempat Chara mengajar termasuk menyiapkan hati, karena pertahanan untuk move on dari Chara mulai sedikit goyah. Sedikit agak tidak merasa tidak enak untuk pergi takut memperburuk keadaan hati yang telah tertata rapi, tapi lebih buruk lagi jika tidak pergi padahal sejak awal sudah menyanggupi tawaran tersebut.
"Harus profesional, Rei." Semangat dan selalu menjadi pengingat untuk dirinya sendiri.
Jam 10.05 WIB
Rei sudah sampai dan sudah berada diantara para pahlawan tanpa tanda jasa, siapa lagi kalau bukan para Guru. Rei masih sempat dan spontan mencuri-curi pandang pada Chara yang baru datang setelah mengajar.
Entah kenapa melihat Chara baru selesai mengajar dengan setelan baju yang identik dengan seorang guru membuat auranya semakin terpancar yang membuat Rei kesulitan mengendalikan perasaannya. Padahal Chara ke tokonya juga memakai seragam Guru, tapi setelah melihat langsung di lingkungan sekolah tampak berbeda saja.
"Kenapa kita harus bertemu, Ra. Rasanya Aku kesulitan mengontrol perasaanku sendiri." batin Rei.
"Baiklah ibu dan bapak guru, sebelumnya saya akan mengukur pak Gurunya terlebih dahulu," ucap Rei.
"Jadi yang mau diukur berjumlah lima belas orang, saya mulai dari pak Narno," lanjut Rei, sambil mengambil nama guru yang akan diukur --sebelumnya Rei sudah membuat daftarnya.
"Jadi bajunya mau seperti apa pak? Agak besar? Pas? Atau bagaimana pak?" Tanya Rei mencoba mencairkan suasana, sedangkan para Guru perempuan masih sibuk mengobrol terlebih yang masih single sibik membicarakan dan mengagumi sosok Rei, sedangkan Chara hanya sibuk mengamati Rei.
"Sebagus menurut nak Rei aja, ehmm boleh sebesar baju yang saya pakai ini saja nih. Nanti kalau kebesaran saya dikira baju pinjam baju guru lain lagi, kalau kekecilan nanti dikira abege labil yang masih pada masa polinginlop lagi, kan gak lucu kalo saya baju ngepas" ucap pak Narno yang disertai gelak tawa, guu lain yang berada dalam ruangan yang samapun ikut tertawa mendengar guyonan pak Narno --yang pastinya tidak akan dikatakan baju pinjaman, karena badan pak Narno yang paling besar diantara guru laki-laki yang lainnya, sebetulnya pak Narno adalah kepala sekolah. Tapi, pak Narno orangnya sangat friendly terhadap guru maupun muridnya.
"Bisa aja si bapak" jawab Rei mencoba meredam tawanya, memalingkan pandangannya ke arah Chara yang ternyata juga sedikit menyunggingkan tawa.
"Nah sudah siap, Pak. Selanjutnya Pak Bibi," lanjut Rei.
"Nama bapak cute tapi bapaknya manly banget ya pak," kata Rei mencoba bergurau dengan guru Penjas itu.
"Itu kerjaan bapak saya. Berhubung saya anak bungsu dan ayah saya ingin punya anak perempuan bahkan sudah menyiapkan namanya. Tapi karena yang lahir cowok jadinya nama depan saja yang perempuan" ujar pak Bibi mencoba melawak dengan wajah datar.
Setelah beberapa menit. Akhirnya Rei selesai mengukur untuk baju pak guru yang saat itu berjumlah lima orang. Hanya tinggal mengukur para Guru perempuan yang berjumlah sepuluh orang tersebut.
🌻🌻🌻
Tbc.
~salam, Pakhi.
![](https://img.wattpad.com/cover/213244275-288-k518040.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
TINTAM (ON GOING)
General Fictionkisah kita tak sehebat, semanis, dan seromantis orang lain. tapi, kisah kita sehebat, semanis, dan seromantis versi kita berdua. Tinara Afifah Seorang Guru sekolah menengah pertama, yang harus menghadapi siswa pada masa peralihan. Masa saat mereka...