"Nyonya Kim, ini."
Salah satu staf yang merangkap teman baikmu, Hye Ra menyodorkan lembaran HVS berjilid kepadamu dengan senyum lebar. Kau balas tersenyum, senyum yang sebenarnya terlihat mengerikan bagi Hye Ra.
"Ah, iya saudari Hye Ra. Terimakasih banyak. Kau boleh pulang sekarang."
Begitu tanganmu menerima benda itu, kau langsung melemparnya tak jauh dari tumpukan dokumen yang lain. Tentu saja Hye Ra menyadari sepenuhnya mengapa bahkan kau tidak peduli jika meja kerjamu tampak sangat berantakan.
"Hei, apa kau juga tidak akan pulang? Ini sudah jam sepuluh malam. Kau tidak lupa kan kalau besok kita ada meeting dengan-"
"Iya iya, kau sudah mengingatkanku tujuh belas kali, oke. Aku tidak akan lupa. Jadi, pergilah."
Jawabmu tetap fokus pada dokumen yang sedang kau kerjakan. Hye Ra mendengus, kau tidak benar-benar mengusirnya. Dia cukup tahu diri untuk tidak memaksamu lagi. Setelah pamit, Hye Ra meninggalkanmu. Kau bersyukur, berkat bantuannya, setidaknya tugasmu sudah berkurang. Kau hanya tinggal membereskan sisanya besok.
Saat kau mulai berkemas, kau merasakan getaran ponselmu dari dalam saku bajumu. Kau merogoh lalu segera menanggapi sebuah panggilan.
"Iya ibu? Aku, aku masih di kantor, ada apa? Apa?!"
Kau tergesa menuju ke kantor milik suamimu, Kim Young Hoon yang letaknya sekitar tiga kilometer dari tempatmu bekerja. Dalam perjalanan kau sesekali menghubungi Young Hoon yang tak kunjung mendapat respon.
Kau merutuki hari ini. Lembur empat jam, kunjungan dadakan mertuamu serta kebisuan Young Hoon. Sepertinya cita-citamu untuk tidur nyenyak tidak akan terjadi dengan cepat. Atau bahkan bagian terparahnya, tidak terealisasikan. Hanya satu tempat yang terbayang dalam otakmu, kantor Young Hoon.
Kau memarkir mobil tak sampai masuk area kantor Young Hoon. Melihat keadaan kantor yang sudah sepi, kau memilih menghampiri security untuk menanyakan perihal keberadaan Young Hoon. Ternyata, dia sudah meninggalkan kantor sejak sore tadi. Kemana laki-laki sialan itu, batinmu.
Kau mencoba menghubungi salah satu teman Young Hoon dan lagi-lagi kau tak memperoleh jawaban memuaskan. Dengan gontai kau mengendarai mobil sembari menyisir kondisi sekitar, barangkali kau menemukan Young Hoon.
"Jika kau bukan suamiku, sejak dulu aku sudah membunuhmu."
Gumamu mengedarkan pandangan. Lima belas menit berlalu, kau menangkap sosok yang kau cari di depan sebuah bioskop bersama seorang wanita yang kau sendiri tak mengenalnya. Mereka bergandengan mesra, membuatmu sulit berpikir positif kalau mereka sekedar teman. Kau bimbang beberapa saat, jika kau mendatangi mereka, itu akan melanggar perjanjian yang kalian sepakati. Sebuah perjanjian yang berisi agar kau dan Young Hoon tak mengusik privasi hidup masing-masing meskipun kalian menikah. Iya, kalian menikah atas dasar perjodohan. Seburuk itu.
Tetapi, jika kau terus berdiam diri, kau tak dapat memastikan berapa lama lagi kau sanggup menunggu mereka. Tak ada pilihan lain, kau memilih menghampiri mereka. Kebetulan mereka akan masuk ke mobil Young Hoon. Dengan senyum sumringah yang sejujurnya kau paksakan, kau merangkul lengan Young Hoon. Laki-laki yang lebih tinggi dua puluh tiga centimeter darimu itu terkejut akan kemunculanmu.
"Sayangku, ya ampun. Kau sampai mengajak teman perempuanmu untuk menyarankan padamu popcorn yang enak ya? Kau benar-benar suami dan calon ayah yang romantis, aku mencintaimu."
Tak tanggung-tanggung dalam bersandiwara, kau bahkan mencium pipi Young Hoon di hadapan wanita tadi. Ini di luar kendalimu sebenarnya, perasaanmu yang mengaturnya.
"Kim Young Hoon, jadi kau punya istri? Berengsek! Kita putus!"
Sang wanita menampar pipi Young Hoon yang kau cium sebelumnya lantas pergi begitu saja. Kau sempat membeku. Jadi, dia pacar Young Hoon rupanya, kau dalam masalah sebentar lagi, tapi bukan saat tepat memikirkannya sekarang. Maka, kala Young Hoon akan mengejar sang wanita, dengan sigap kau mendorongnya masuk ke mobil. Kemudian, kau menyuruhnya bergeser, maka, kau kini duduk di kursi pengemudi. Sedangkan Young Hoon di kursi penumpang.
"Apa yang kau lakukan, hah? Kau sadar tidak kalau kau sudah melanggar perjanjian kita?"
Young Hoon murka. Begitulah hubungan kalian sebenarnya, bahkan daripada pernikahan, hubungan itu sepertinya lebih pantas disebut kompromi.
Kau mengarahkan mobil yang kalian naiki menuju ke rumah. Malas sekali membahas masalah dengan Young Hoon sekarang.Terserah jika dia akan mengoceh semaunya. Dalam hati kau berdo'a semoga ibu mertuamu sudah pulang.
.
"Ini salah ibu. Seharusnya, ibu memberitahu kalian terlebih dahulu. Jadi, kegagalan semacam ini tak perlu terjadi. Lain kali, ibu akan mengunjungi di waktu yang tepat dan mengajak ayah sekalian. Ibu pamit ya, jaga diri kalian."
Ibu mertuamu mengusap bahumu sebentar lalu pergi dari kediaman kalian. Kau gegas masuk ke rumah diikuti Young Hoon yang masih berkicau ria.
"Hei, aku masih butuh penjelasan darimu. Kenapa kau tiba-tiba datang kemudian membuat pengakuan di depan kekasihku? Kau sadar apa yang baru saja kau lakukan? Kau tak hanya melanggar kesepakatan kita, kau juga sudah merusak hubungan kami."
Kau mengerti sekarang, mengapa Young Hoon menciptakan perjanjian tidak mengusik privasi satu sama lain. Salah satunya karena dia punya hubungan khusus dengan perempuan lain. Dugaanmu selama ini benar. Di tangga ke tujuh dari bawah itulah kau berhenti. Kau membalikan badan agar dapat leluasa berbicara dengan Young Hoon.
"Apalagi, Kim Young Hoon? Kau sudah tahu situasinya, bukan? Kau tidak bisa kuhubungi, dan apakah aku akan diam saja kalau tahu ibumu datang berkunjung secara mendadak?"
Tatapan dingin terasa menusuk hati seorang Kim Young Hoon. Kali ini kau berbeda, sikapmu tak secuek biasanya. Malah terkesan tegas menurutnya.
"Aku bisa terima tujuanmu, tapi caramu itu yang tidak kumengerti. Kau boleh mendatangiku tadi, namun apa perlu kau sampai mengatakan kalau istriku di depan kekasihku? Kau melanggarnya dan kau merusak hubungan kami."
Entah mengapa, kau merasa marah atas tudingan Young Hoon. Padahal yang dia katakan adalah kebenaran, hanya saja, sekali lagi, perasaan anehmu ini tidak bisa kau prediksi. Kau maju beberapa langkah agar tak banyak jarak yang menghalangimu berbicara dengannya.
"Pertama, aku panik, Young Hoon. Aku baru saja berkemas di kantor saat ibumu meneleponku untuk memberitahu kalau beliau berkunjung kemari. Ibumu bilang kau juga belum pulang, lalu apa yang harus kulakukan sebagai alasan agar semuanya tidak terbongkar, sementara kau tidak menjawab satupun panggilanku. Dan yang kedua, aku tidak tahu bahwa dia adalah kekasihmu. Kau sendiri yang membuat perjanjian supaya kita tidak mengganggu privasi masing-masing. Aku minta maaf jika tindakanku menghancurkan hubungan kalian."
Kau membelakangi Young Hoon, ingin melanjutkan niatmu beristirahat yang tertahan oleh perkataan suamimu.
"Bagaimana kau akan bertanggungjawab? Apakah permintaan maafmu cukup mengembalikan dia padaku?"
Keterlaluan. Young Hoon telah menyulut amarahmu dengan hebatnya, laki-laki itu bahkan memasukkan kedua tangannya pada saku celananya seolah tak menyadari perasaan berapimu Kau terpaksa memutar tubuh padanya.
"Kau adalah laki-laki beristri, Kim Young Hoon. Dan kau menyuruh istrimu memperbaiki hubunganmu yang kacau dengan mantan kekasihmu? Aku tak habis fikir kenapa kau tega melakukannya."
"Karena aku tidak mencintaimu sama sekali."
Sahutnya enteng kemudian ganti mendahuluimu menuju ke kamarnya. Kalian tidur di ruangan yang berbeda sejak hari pertama pernikahan. Orang yang tidak tahu kenyataan ini akan mengecap buruk pernikahan kalian. Itu pasti.
.
.
.Gimana perasaan kalian setelah baca chapter permulaan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Lie (Completed)
FanfictionKim Younghoon yang keras kepala dan egois. Disandingkan dengan kamu yang tak pernah mau mengalah dan terus berbohong. Kalian disatukan dalam sebuah ikatan sakral yang ternyata, mengubah segalanya. Bisakah kalian menerima perubahan tersebut?