Young Hoon membungkukkan tubuhnya setelah menyelesaikan rapat khusus pagi itu. Beruntunglah dia tidak benar-benar terlambat. Sempat terpikir
untuk memarahimu sepulang nanti, namun mengingat pertengkaran kalian semalam, Young Hoon memutuskan mengabaikannya saja. Jika ditilik secara cermat, sebenarnya kau telah melaksanakan hampir semua kewajibanmu sebagai seorang istri, sangat berbanding terbalik dengan apa yang Young Hoon lakukan.Dia bahkan sudah melukai harga dirimu. Ini membuat Young Hoon terusik. Ekspresi wajahmu yang menggambarkan kekecewaan masih mendominasi otaknya walau hanya beberapa detik terekam.
"Kim Young Hoon!"
Terlalu larut dalam dunianya sehingga Young Hoon baru bisa mendengar panggilan sang ayah. Young Hoon tersenyum tipis saat ayahnya mendekatinya.
"Kenapa aku harus menyebutkan namamu berkali-kali? Apa yang sedang kau pikirkan?"
Young Hoon tidak mungkin mengungkapkan segalanya pada sang ayah. Itu sudah menjadi rahasia bagi kau dan Young Hoon sejak awal.
"Ibumu bilang, kalian sedang makan malam di luar saat dia mengunjungi kalian?"
Cepat sekali ibunya bercerita, kebohongan pula. Mau tak mau Young Hoon mengangguk guna membenarkan. Aneh sekali. Mengapa ia merasa bersalah sekarang?
"Aku senang mendengarnya. Tidak sia-sia kami menjodohkan kalian. Dan Young Hoon, mengenai kunjungan bisnis perusahaan kita, apa tidak sebaiknya kau mengajak istrimu juga? Bukankah sejak kalian menikah, kalian belum pernah berbulan madu?"
Bulan madu ya?
Young Hoon ingin melenyapkan dirinya saja dari dunia ini.
.
"Bagaimana kabarmu, Nak? Semuanya baik-baik saja, bukan?"
Tanya seorang wanita paruh baya di sampingmu, ibu dari Ju Yeon. Sosok yang memahami dirimu melebihi ibumu sendiri. Kau nyaris selalu berkeluh kesah kepadanya, dia tak absen untuk menenangkanmu yang kalut.
"Aku baik-baik saja. Bagaimana dengan ibu dan Ju Yeon? Apakah belum ada perkembangan juga?"
Kini ibu Ju Yeon beralih menatap buah hatinya yang terbaring bersama beberapa alat-alat kesehatan pada tubuhnya. Pemandangan ini tak pernah berubah.
"Ju Yeon masih menyelami mimpi-mimpi manisnya, dia belum bersedia bangun. Kau tenang saja, saat putraku sadar nanti, kau akan kuberitahu."
"Terimakasih."
Ada gurat ketulusan dalam balasan senyum ibu Ju Yeon, kau bisa merasakannya. Tiba-tiba dia menggenggam tanganmu.
"Tapi, aku merasa bahwa ada hal yang sedang membelitmu, jika kau mau, kau bisa cerita pada ibu. Barangkali ibu bisa membantumu?"
Sedikit ragu memaparkan masalahmu dan Young Hoon. Satu sisi kau tahu, kau tidak mungkin berterus terang kepada orangtuamu. Mereka akan kecewa mengetahui putrinya satu-satunya tidak bahagia atas pernikahannya.
"Aku merusaknya, ibu. Hubungan Young Hoon dan kekasihnya. Kemarin malam ibu mertuaku mendadak datang berkunjung, aku sedang lembur dan Young Hoon juga belum pulang. Saat aku menemukannya, aku tak tahu jika dia tengah berkencan. Aku bimbang, tapi aku tak ada pilihan selain menghampirinya dan tanpa fikir panjang aku mengatakan sesuatu yang secara tidak langsung mengakui kalau aku istrinya. Kekasihnya langsung memutuskannya, Young Hoon marah besar padaku, memintaku bertanggungjawab atas kesalahanku. Ibu, aku sudah meminta maaf, tapi aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk memperbaiki hubungan mereka."
Ibu Ju Yeon melihatmu mulai menitikkan air mata, dia memelukmu. Ditepuknya punggungmu demi memberimu ketenangan. Senyum terpatri di bibir wanita lima puluh tujuh tahun tersebut. Baginya, kau tak berbeda dengan Ju Yeon, kau seperti putrinya sendiri.
"Kau kan memang istrinya Young Hoon, itu adalah fakta, sayang. Kau tidak berdosa hanya karena kau mengatakannya, bahkan sudah seharusnya kekasihnya mengetahui fakta itu. Masalah nanti apakah mereka bisa meneruskan hubungan mereka atau tidak, itu urusan mereka. Kalian mungkin tidak saling mencintai, tetapi jangan lupakan kalau kalian tetap suami istri yang sah. Kau punya hak yang sama. Di sini, Young Hoon harus bertindak tegas dan bijak. Kalau dia tidak mencintaimu, setidaknya dia harus menghargai pernikahan kalian. Dan kalau kekasihnya pintar, berperasaan, dia tak perlu kembali pada Young Hoon. Jadi, kau jangan khawatir. Ibu mendukungmu dari belakang. Ibu percaya, kau sudah melakukan yang terbaik."
Ibu Ju Yeon meletakkan rahangmu dalam telapak tangannya sembari melemparimu senyum manisnya. Ia berharap kau mampu menghadapi semua kesulitanmu dan berbahagia seperti yang seharusnya kau dapatkan. Ibu Ju Yeon memiliki firasat jika kau mulai mencintai Young Hoon. Dia merasa lega, meski mungkin itu akan menyakitkan bagi putranya.
.
Kau mendapati lampu-lampu di rumah sudah menyala. Berarti kemungkinan besar Young Hoon sudah pulang dari kantornya. Agak menyesal karena kau meninggalkannya begitu saja pagi tadi, namun kau segera menepis perasaan tersebut.
Di ruang tengah, kau berpapasan dengan Young Hoon, dia tersenyum ke arahmu. Sebuah hal yang tak pernah dia lakukan kepadamu selama ini. Apa Young Hoon sudah tidak waras? Kau tak mau ambil pusing, kau melanjutkan langkahmu tetapi Young Hoon menghalangi.
"Kau pasti lelah. Mandilah lebih dulu, aku sudah siapkan air hangat. Oh iya, kau juga lapar bukan? Setelah mandi, jangan lupa makan, aku menunggumu di ruang makan, oke?"
Bukannya bereaksi, kau malah terus memandangi Young Hoon hingga dia merasa risih.
"Kenapa? Cepatlah atau aku akan memandikanmu? Kau harus segera istirahat juga."
Kau tidak mengerti dan menurut saja ketika Young Hoon mendorongmu sampai ke kamar. Sebelum dia selesai menutup pintu, kau memanggilnya. Kau terheran melihat sebuket bunga mawar merah, beberapa batang cokelat serta boneka beruang besar berwarna merah muda tergeletak di atas ranjang.
"Ini apa? Kenapa tiba-tiba kau begini? Apa yang sedang kau rencanakan?"
Kau menyerbunya dengan berbagai pertanyaan. Tidak mungkin seorang Kim Young Hoon bersikap romantis begitu saja tanpa sebab yang jelas. Apalagi setelah apa yang dia katakan, itu tidak masuk akal. Atau dia berusaha merayumu agar kau membangunkannya setiap hari lagi?
Young Hoon meraih kedua tanganmu. Hal langka yang terasa begitu mustahil.
"Tanda permintaan maaf. Aku baru sadar jika kemarin kata-kataku sangat kasar kepadamu. Semarah apapun, tak seharusnya aku bicara begitu. Kau adalah istriku-"
"Young Hoon, kenapa kau meminta maaf? Kau mengutarakan kebenaran. Kau tidak mencintaiku, itu kejujuran, bukan? Apa yang salah dengan kejujuran. Aku yang salah, aku telah menghancurkan hubunganmu dengan pacarmu. Tapi maaf, aku juga tidak tahu harus apa supaya kalian bersama lagi."
Kau melepaskan genggaman Young Hoon kemudian masuk ke dalam kamar mandi di kamarmu. Young Hoon tertegun. Perasaan bersalah semakin menggunung dalam benaknya.
Hatinya seolah terluka mendengar jawaban darimu dan dia masih belum yakin mengenai alasannya. Benarkah dia mulai menyimpan perasaan spesial terhadapmu? Young Hoon menghempaskan suara batinnya untuk turun ke ruang makan, tak sengaja atensi dirinya tertuju pada pigura yang tergantung tidak jauh dari pintu kamarmu. Pigura foto pernikahan kalian yang Young Hoon larang untuk dipasang di ruang tamu.
Sejahat itukah Young Hoon terhadapmu hanya karena kalian tidak saling mencintai?
.
.
.Younghoon pirang wey rambutnya, makin kece gak sih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Love and Lie (Completed)
FanfictionKim Younghoon yang keras kepala dan egois. Disandingkan dengan kamu yang tak pernah mau mengalah dan terus berbohong. Kalian disatukan dalam sebuah ikatan sakral yang ternyata, mengubah segalanya. Bisakah kalian menerima perubahan tersebut?