Chapter 4

467 74 0
                                    

Young Hoon menjatuhkan kepalanya lagi gara-gara gagal menahan kantuknya. Kau tidak kunjung menemuinya ke ruang makan seperti yang Young Hoon pinta. Alhasil dia menunggu hingga jam menunjukkan pukul sebelas malam. Young Hoon terkejut, tidak mungkin kau mandi selama dua jam lamanya. Makanan di depannya pun masih utuh, berarti kau belum memakannya.

Sembari menahan kantuk, Young Hoon memutuskan mengecekmu di kamar. Kau masih terjaga dengan laptop milikmu. Kau memang melanjutkan beberapa detail yang tak sempat kau kerjakan di kantor karena terburu-buru menjenguk Ju Yeon di rumah sakit. Young Hoon kembali ke dapur untuk membuatkanmu susu. Entah kenapa tiba-tiba terlintas ide seperti itu.

Setelah jadi, Young Hoon kembali ke kamarmu. Kau melirik bingung pada dirinya yang langsung menaruh segelas susu di nakasmu. Dengan santainya, Young Hoon lesehan di dekatmu.

"Kau ini rajin sekali, ya. Besok hari minggu dan kau masih bekerja, tapi kau juga bandel, kau membiarkan perutmu kosong sampai besok pagi."

Jarimu berhenti bergerak begitu mendengar komentar dari Young Hoon. Kau menoleh ke arahnya yang memasang tampang bodohnya. Kau yakin sekali jika Young Hoon mempunyai motif di balik perbuatannya ini. Kau belum menemukan cara saja untuk membongkarnya.

"Katakan padaku yang sebenarnya. Apa kau ingin aku menemui mantan pacarmu kemudian meminta maaf atas kejadian kemarin, begitu? Beritahu aku cepat."

Young Hoon menaikkan alis kirinya, terheran mengapa kau terus-terusan membahas sesuatu yang bahkan sudah terlupakan olehnya. Ya memang benar dia memiliki maksud terselubung ketika berbuat baik kepadamu, namun bukan itu.

Kau mengguncang lengan Young Hoon untuk mengembalikan fokus suamimu.

"Atau kau masih kesal setelah aku..."

Betapa sulitnya mengatakan kalimat itu.
Young Hoon kian bingung dengan arah pembicaraanmu.

"Ekhm! Aku minta maaf, oke? Aku tidak benar-benar ingin membuatmu malu setelah aku mencium pipimu waktu-"

Young Hoon tertawa seketika, tawa keras yang terasa lepas untuk pertama kalinya kau dengar. Kedua mata kecilnya seakan tenggelam dengan bibir yang terbuka lebar. Pipinya tertarik ke samping secara maksimal. Seandainya boleh mengakui, kau menyukai bagaimana manisnya Young Hoon kala tertawa. Bagaimana tingkahnya tersebut telah mempercepat detak jantungmu.

Tidak. Tidak. Buang pendapat semacam itu, demikian otakmu memberi titah. Guna mengalihkan perhatian yang direnggut Young Hoon, kau mengutak-atik laptopmu lagi. Biarlah Young Hoon tertawa hingga sakit perutnya. Kau tidak peduli.

Dan akhirnya Young Hoon menyudahi tawanya perlahan-lahan saat melihatmu kembali serius. Bahkan di ujung matanya terdapat air mata yang langsung diusap oleh Young Hoon. Dia berdeham untuk memperbaiki suaranya yang habis oleh tawa.

"Tidak istriku sayang, aku-kenapa?"

Kau memandanginya yang baru saja memanggilmu istriku sayang. Dengan cepat Young Hoon menggelengkan kepalanya.

"Maksudku, aku tidak mempermasalahkan itu. Sungguh. Dengar baik-baik. Aku emosi saat itu, aku tidak berpikir jernih, jadi aku mengatakan hal yang tidak-tidak. Tolong jangan merasa bersalah. Dan, aku ingin mengajakmu ke Kanada besok sore. Aku ada kunjungan bisnis ke sana dan ayah memintaku untuk mengajakmu. Jika kau tidak keberatan, maukah kau pergi denganku?"

Kau terdiam, mencerna semua perkataan Young Hoon. Benarkah dia mengajakmu bepergian berdua saja? Apakah mungkin?

"Tapi kalau ternyata kau sibuk, aku tidak akan memaksamu."

"Kau yakin akan mengajakku ke sana berdua saja? Ini bukan sebuah penolakan, tapi kau sendiri tahu seperti apa hubungan kita. Selama beberapa hari di sana, apakah kau akan tahan terus bersamaku?"

Love and Lie (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang