Berangkat Kerja

716 48 0
                                    

Aksa menatap wajah di cermin berkali-kali, kepada pipi yang ditampar Hayu kemarin. Untung tidak ada bekasnya, hanya memerah beberapa saat.

Masa' diajak bikin anak aja dia dimarahi? Itukan haknya. Persetan dengan perjanjian itu, tidak ada hitam di atas putih. Jadi Hayu berkewajiban melayani.

Tapi pipinya sakit, rerlebih hati. Entah sudah berapa kali dia merasakan ini. Dulu wajar saja kalau Hayu melakukan itu karena mereka belum halal. Sekarang?

Sabar, Aksa.

Matanya melirik ke arah jam di dinding. Jarumnya semakin mengeser ke angka delapan. Dia masih cuti kuliah, tapi tetap harus ke kantor papa. Belum ada bulan madu seperti pasangan yang baru menikah. Lelaki itu sedang mengumpulkan uang, supaya dia bisa mengajak istrinya jalan-jalan.

Hayu sudah tak terlihat saat dia membuka mata. Mungkin, sudah turun ke bawah membantu mama memasak. Baru dua hari menikah tapi rasanya kurang nyaman tinggal di rumah mertua. Ingin pindah dari sini, tapi alasannya apa?

Jarak kantor Hayu dan kampusnya lebih dekat jika tinggal disini daripada di rumah papanya. Om Danu seorang pejabat penting, pastilah mampu membeli sebuah rumah elite di tengah kota. Papanya juga berkecukupan, tapi belum sekaya keluarga ini.

Aksa mengganti kausnya dengan kemeja dan celana kain yang lebih formal. Dia tidak mau memakai dasi, tapi penampilannya kali ini cukup sopan. Pelan disisirnya rambut, kemudian menyemprotkan sedikit parfum sebelum akhirnya mengambil tas, dan turun ke bawah.

Dia masih mengantuk. Semalaman tidak bisa tidur dan bermain play station hingga jam 2 pagi. Berat baginya menahan hasrat, sementara mereka tidur di satu kamar.

Aksa berdoa dalam hati supaya dia tidak berbuat nekat untuk memesrai istrinya secara paksa. Tubuh Hayu yang mungil itu, bisa saja dia taklukan jika mau. Tapi tekad dalam hati sudah bulat, jika kelak mereka melakukannya, maka itu karena sama-sama mencinta.

Keyakinan dalam hati bahwa kelak Hayu akan membuka diri dan menerimanya sebagai suami yang utuh, masih bersemanyam di hati.

Tiba di ruang makan, dia sudah disambut oleh mama mertua dan istrinya. Harusnya Aksa bangun pagi dan membantu apa saja yang dibisa, namun dilarang. Semua pekerjaan di rumah ini dari depan pagar hingga ke belakang sudah ada yang mengerjakan.

Dia ingin mengajak Papa Danu melakukan sesuatu bersama untuk mendekatkan diri, misalnya jogging atau bermain kartu juga sungkan. Mertua laki-lakinya sangat sibuk dengan pekerjaan.

"Papa mana?" tanya Aksa saat tak mendapati Danu di meja makan.

"Keluar kota. Tadi subuh banget berangkat," jawab Sarah. "Ayo, kamu sarapan dulu. Mau berangkat kerja, kan?"

"Iya, Ma. Mau ke kantor Papa Setya. Hari ini gak ada kuliah, jadi aku kerja seharian sampai sore," jawabnya.

Sarah memeberikan kode kepada putrinya agar mengambilkan suaminya piring. Hayu dengan terpaksa melakukannya, mengisi piring dengan menu sarapan hari ini. Mie goreng jawa lengkap dengan ikan crispy dan sambal pedas. Ada kerupuk udang yang membuat air liur Aksa hampir menetes.

"Makasih, Sayang." Lelaki itu mencoba bersikap mesra di depan mertuanya. Jangan sampai terlihat mereka bermusuhan seperti ini.

Saat hendak menyuap, Aksa menutup mulutmya karena tiba-tiba saja dia menguap. Dia membuang wajah ke samping supaya tetap terlihat sopan.

"Minum kopi aja biar gak ngantuk," saran Sarah.

"Iya, Ma. Kemaren malam begadang sampai pagi. Jadinya ngantuk." Aksa melirik istrinya sambil tersenyum.

Melihat itu Sarah semakin bersemangat. Berharap agar segera diberikan cucu, sehingga rumah ini tidak sepi karena anak dan suaminya sibuk bekerja.

"Hayu, buatin suami kamu kopi," perintahnya.

"Biar si Mbok aja yang bikin, Ma," jawabnya malas. Biasanya juga kalau papa meminta kopi, pembantu mereka yang akan turun tangan.

"Jangan gitu, dong. Kamu ini, belajar mengurus suami. Nanti kalau punya rumah sendiri, kan enak." Tangan Sarah memberi kode agar putrinya segera ke belakang dan membuatkan kopi.

"Udah, Ma. Gak usah. Biar Hayu habiskan makannya dulu," kata Aksa saat melihat raut wajah istrinya berubah cemberut.

Tak mengapa saat ini mengalah, akan tiba nanti masanya Hayu akan takluk dan patuh kepadanya. Saat ini Aksa hanya akan fokus menyelesaikan kuliah kemudian bekerja semaksimal mungkin demi masa depan mereka. Akan dia buktikan, bahwa Hayu beruntung telah menikah dengannya.

Akhirnya mereka melanjutkan makan dalam diam. Suasana sedikit canggung.

"Aku berangkat kerja dulu, ya," pamitnya ketika selesai makan.

Hayu menganggukkan kepala.

"Sana antar suami kamu. Salaman," perintah Sarah lagi. Putrinya memang kurang mengerti mengenai adab sebagai seorang istri.

Hayu mengantarkan suaminya ke depan rumah, lalu mengambil punggung tangan Aksa dan menyalami. Dia mencoba menurut perkataan mama. Lagian ini hanya bersalaman, bukan yang lain.

Hal itu membuat Aksa senang bukan kepalang. Tangannya bergetak meraih kepala Hayu kemudian menghadiahkan sebuah sentuhan. Wanita itu terkejut tapi tak dapat mengelak.

"DP dulu. Mana tau ntar malam dapat sajian utama," pancingnya.

Hayu menjadi kaget. Dia hendak memukul tubuh suaminya karena kesal. Namun, sebelum itu terjadi, lengannya sudah ditangkap. Pinggangnya direngkuh dengan erat.

Aksa meraih Hayu dalam pelukan. Kapan lagi kesempatan ini terjadi. Mumpung rumah lagi sepi juga. Di pos depan ada security tapi tidak kelihatan karena jaraknya cukup jauh.

"Apaan kamu!"

"Masa' peluk aja gak boleh?"

"Lepasin gak."

"Kiss dulu, lah. Baru lepas," godanya lagi.

Seketika wajah wanita itu memerah.

"Aku mau ke dapur," lirih Hayu saat rengkuhan itu semakin erat.

Aksa menatap wajah istrinya tanpa berkedip. Membuat rona merah tercipta di wajah cantik itu, yang membuatnya semakin gemas.

"Gimana rasanya dikekepin suami? Enak, kan?" goda Aksa lagi. Dia mengulum senyum melihat istrinya yang salah tingkah.

"Nanti keliatan orang, malu tau." Hayu mencoba melepaskan diri. Dia merasa risih diperlakukan seperti ini. Bisa saja kan nanti ada orang datang.

"Apa lanjut di kamar? Ntar aku bilang papa gak usah kerja hari ini. Lagi bikin cucu," bisiknya. mesra.

"Ud--"

"Eh maaf mama ganggu." Sarah merasa tak enak hati saat melihat anak menantunya berpelukan di depan rumah.

Tadi dia berjalan ke depan menyusul Hayu dan ingin mengajak putrinya ke dapur mencoba resep baru, mumpung masih cuti kerja. Tapi tak sengaja malah melihat mereka berduaan.

"Gak apa-apa, Ma." Mereka segera melepaskan diri.

Aksa merapikan pakaiannya lalu bersalaman dengan Sarah dan berpamitan. Wanita paruh baya itu langsung berjalan ke dalam setelahnya.

Dia membawa mobil sendiri, sehingga garasi rumah itu menjadi penuh. Untungngnya halaman rumah Danu cukup luas sehingga masih cukup untuk mobilnya.

"Dah," Aksa melambaikan saat mobilnya hendak keluar.

Hayu hanya bisa menatap kerpergian suaminya, lalu berjalan ke belakang menyusul mama. Entah apa yang dirasakannya sekarang. Bibirnya mengukir senyum saat mengingat kejadian tadi.

Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang