Kecewa

819 38 0
                                    

Aksa membuka mata saat dirasakannya sinar matahari mulai memancar dari balik gorden. Mata elang itu melirik ke arah jam di dinding. Masih pagi, angka 7 yang ditunjukkan oleh jarumnya. Dia menggeliat karena tubuh yang terasa pegal.

Semalam usahanya gagal. Hayu masih belum bisa ditaklukan. Akhirnya dia mengalah, ikut turun ke bawah dan makan malam bersama mama Sarah.

Terdengar suara air dari kamar mandi. Tak lama pintunya terbuka. Aksa kembali memejamkan mata, berpura-pura tidur, namun sebenarnya diam-diam mengintip.

Hayu keluar dengan memakai bathrobe. Istrinya baru selesai mandi. Masih ada tetesan air di rambut basah itu.

Si cantik itu sedang mengeringkan rambut dengan handuk. Kemudian duduk di meja rias, mengambil sisir juga hair dryer supaya lebih cepat kering.

Tangan mungil itu mengambil sebuah pouch dan mengeluarkan satu persatu alat make-up. Foundation, powder, blush on dan lisptik berwarna merah.

Alisnya sudah tebal dan tak perlu dibentuk. Kulit wajahnya memang sudah terlahir sempurna, sehingga dia tidak banyak melakukan perawatan. Sebulan satu kali pergi ke salon melakukan facial dan luluran itu sudah cukup.

Dia masih cuti kerja. Jadi hari ini jadwalnya akan pergi berjalan-jalan dengan mama. Di rumah tidak ada yang bisa dilakukan, jadinya Hayu merasa bosan. Menonton televisi bukanlah kegiatan favorit. Dia memang suka bekerja atau berpergian sejak dulu.

Aksa menelan ludah, menyaksikan pemandangan indah di depan matanya. Gesture tubuh Hayu yang sedang merias diri membuatnya gregetan.

Seksi.

Ingin rasanya tubuh mungil itu didekap erat dan tak dilepaskan lagi. Apalah daya belum bisa dilakukan.

Setelah selesai berdandan Hayu membuka lemari dan memilih baju apa yang akan dikenakan. Saat hendak membuka bathrobe, matanya melirik ke arah tempat tidur, memastikan bahwa suaminya masih terlelap.

Aksa terlihat nyenyak dengan napas yang teratur, sehingga dia merasa aman jika melepasnya.

Tangan mungil itu mulai melepas ikatan di pinggang dan mulai membukanya.

Mata Aksa terbelalak, dia menahan napas. Istrinya dengan santai berganti pakaian. Lelaki itu sampai menutup mulut agar ilernya tak berceceran di bantal. Saat Hayu hendak memasang celana jeans, tiba-tiba saja....

Bruk!

Aksa terjatuh dari tempat tidur, karena terlalu bersemangat melihat pemandangan indah itu.

Hayu berteriak kaget dan kembali memasang bathrobe yang tadi diletakkan di kursi. Sebenarnya dia belum selesai berpakaian, tapi suara tadi membuatnya kaget.

"Ka-mu ngintip aku?!"

Tangannya menunjuk ke arah Aksa yang sekarang sedang berusaha berdiri. Tampak lelaki itu mengaduh karena ada bagian tubuhnya yang sakit akibat berbenturan dengan lantai.

"Eng-gak. Ini tadi mimpi. Jadinya jatuh," elak Aksa.

Tentu saja dia tidak mau mengaku, padahal tadi sudah sempat menyaksikan. Jika ada tombol replay, maka dia ingin mengulangi lagi.

"Mimpi apa?" tanya Hayu sambil memegang erat bagian depan bathrobe. Jangan sampai terlepas, dia bisa malu.

Melihat itu Aksa menjadi sebal. Istrinya bersikap seperti hendak dilecehkan. Begitu ketakutan berada di dalam satu kamar dengannya. Tidur berjauhan dengan guling sebagai pembatas. Mirip seperti dalam film, namun ini terjadi kepadanya.

"Mimpi gelud. Makanya seru, jadi jatuh." Dia mengusap lengannya yang sakit. Malang sekali nasibnya semenjak pindah ke rumah ini.

"Gelud?" tanya Hayu heran.

"Iya. Gelud sama kamu, seru banget." Lelaki itu berjalan mendekat.

Hayu jadi gelagapan. Dia mundur selangkah, hingga akhirnya mentok di dinding dekat jendela.

Aksa mengurungnya dengan kedua tangan di sisi kiri dan kanan. Kemudian menundukkan kepala sehingga wajah mereka sejajar. Tatapannya lekat, mencari sesuatu dari mata istrinya. Tak adakah cinta untuknya? Tak maukah Hayu membuka hati walaupun sedikit?

Harum tubuh Hayu merasuk ke indera. Bisa nekat dia kalau melihat pemandangan indah begini setiap hari.

"Kamu gak suka banget sama aku, ya?" tanya Aksa dengan serius. Sikap Hayu sungguh menyiksa, hingga dia tak tahu harus berbuat apa.

Hayu menatap suaminya sesaat lalu menunduk.

"Lalu pernikahan kita ini mau dibawa kemana? Gak pengen normal kayak pasangan lain?" Dia bertanya lagi. Berharap istrinya akan mengatakan sesuatu hal yang melegakan hati.

"A-ku gak tau. Kita udah sepakat gak saling nyen-tuh," jawab Hayu terbata.

Dalam situasi begini, dia sendiri bingung harus memutuskan apa. Jika boleh memilih, bolehkah dia meminta berpisah. Menjalani hari-hari menjadi istri Aksa juga menyiksanya.

"Sampai kapan? Kalau begini, mending kamu kabur aja waktu mereka mutusin buat nikahin kita."

Aksa melepaskan tangan. Dia membalik badan dan mengusap wajah. Posisinya kini membelakangi Hayu, sehingga mereka tak saling melihat ekspresi satu dengan yang lain.

"Kita udah sepakat, kan?"

"Iya. Tapi aku pikir semua bisa berubah. Kamu mau membuka hati, menganggap aku suami yang sesungguhnya. Bukan begini," sesalnya.

"Aku mau pergi sama mama," kata Hayu mengalihkan pembicaraan.

Dia tak mau membahas lebih dalam. Baginya, menjalani pernikahan seperti ini sudah cukup. Status mereka sah seperti yang diinginkan oleh semua orang.

"Aku gak larang kamu pergi. Tapi lain kali tolong bilang. Hargai aku sedikit," ucap Aksa, kemudian kakinya melangkah ke arah kamar mandi.

Dia akan ke kampus, lalu pulangnya ke kantor papa seperti biasa. Jika menurutkan keinginan, rasanya tadi sudah ingin mengangkat tubuh istrinya ke tempat tidur.

Hayu menarik napas dalam. Dengan cepat dia memakai baju dan mengambil tas. Setelah sarapan, mereka akan langsung pergi. Ada morning sale di sebuah mall sampai jam 10 pagi. Mama Sarah bilang, mereka akan jalan setelah Aksa berangkat kerja.

***

"Aku berangkat, ya."

Aksa berpamitan kepada istrinya. Tak ada pelukan seperti kemarin pagi. Mereka berjalan beriringan ke depan dalam diam. Tadi sarapan juga sama, sibuk dengan piring masing-masing tanpa bersuara.

"Iya." Dia mengambil punggung tangan suaminya dengan enggan.

"Nanti kabari pulang jam berapa."

Hayu mengangguk dan melambaikan tangan saat klakson mobil dibunyikan. Dia berjalan ke dalam hendak mengambil tas dan memberitahu mama bahwa sudah siap berangkat.

Sarah mengulum senyum saat melihat putrinya datang. Dalam hati mengucap syukur atas sedikit perubahan sikap Hayu kepada Aksa.

Tanpa Hayu sadari, dia sedang diajari menjadi istri yang taat, patuh juga menghormati suami secara pelan-pelan oleh mamanya.

Sarah tahu, jika putrinya terpaksa melakukan pernikahan karena keinginan mereka. Tapi, Aksa juga anak yang baik, rasanya tidak salah keputusan mereka untuk menjodohkan. Tinggal bagaimana putrinya bisa menerima.

"Jalan sekarang aja, Ma," ajaknya. Waktu semakin berjalan. Kalau kelamaan, nanti waktu morning sale-nya habis.

Besok dia sudah masuk bekerja. Weekend juga kadang masih ada laporan yang dibawa ke rumah. Waktunya untuk mama cuma sedikit. Papa belum pulang, kunjungan keluar kota selama semiggu.

"Yuk." Sarah menggandeng lengan putrinya. Lalu mereka masuk ke dalam mobil karena supir sudah siap sejak tadi untuk mengantar.

Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang