Gombal

2K 46 11
                                    

"Bobok sini. Deket babang," ucap Aksa menirukan bahasa kekinian anak-anak zaman sekarang, saat Hayu masuk ke kamarnya dan terlihat kebingungan hendak melakukan apa.

Di kampus, para mahasiswa rata-rata menggunakan bahasa kekinian dalam pergaulan. Aksa sendiri termasuk yang suka mengikuti karena selain usianya masih muda, ternyata itu cukup asyik buat seru-seruan. Tapi jika berhadapan dengan Hayu, orang tua dan rekannya di kantor papa, lelaki itu tetap menggunakan bahasa yang sopan.

Hayu menatap suaminya dengan ilfeel. Dua hari ini dia harus menahan diri untuk tak bersikap aneh. Ini di rumah mertua. Sekalipun tidak bisa berakting mesra, paling tidak terlihat akur di depan mereka itu lebih baik.

"Geser. Aku ngantuk," ucapnya singkat saat melihat Aksa tak bergerak sejak tadi. Lelaki itu malah tetap duduk di ujung ranjang sementara dia masih berdiri di depannya. Ingin melompati, tapi rasanya tidak sopan.

"Sini aja pangku sama aku, biar enak." kata Aksa lagi, sengaja menggoda istrinya.

Sekarang inilah kesempatan mereka untuk lebih dekat. Hayu pasti tak akan bisa menolak. Mana tahu rezeki, malam pertama yang tertunda kini bisa menjadi nyata. Cukup lama dia bersabar. Sudah satu minggu lebih Hayu menghindar, dan dia masih bersabar. Tapi entah sampai kapan dia kuat. Ini saja sudah gregetan setengah mati.

"Kalau kamu gak mau geser, aku tidur di sofa!" ancam wanita itu.

Sejak datang tadi, Aksa memang sengaja bersikap intim di depan orang tuanya. Setelah selesai makan, mereka mengobrol sebentar sebelum masuk ke kamar. Sepanjang bercerita suaminya sengaja memeluk dan mencuri sentuhan di kening, menampakkan kemesraan agar mereka terlihat seperti sepasang pengantin baru sama seperti pasangan yang lain.

Mau tak mau Hayu ikut tersenyum dan berpura-pura membalas sentuhan itu. Apalagi melihat binar di mata Mama Rani yang nampak bahagia melihat kemesraan mereka. Karena sudah larut dan mengantuk, akhirnya Hayu dan Aksa berpamitan masuk ke dalam. Berdua naik ke atas dengan berpegangan tangan supaya terlihat akur. Ah, berpura-pura itu memang melelahkan.

Benar saja, ketika pintu terbuka, suasananya sudah berubah 180 derajat dari hari terakhir Aksa meninggalkan kamarnya. Mama Rani mengganti walpaper dan mencabut semua poster yang ada. Aksa suka sekali mengoleksi tokoh idolanya di game online dan membeli beberapa action figure kemudian memajangnya di kamar. Kini, semua benda itu tak tampak lagi.

Katanya semua sudah disimpan di lemari paling bawah dalam sebuah kotak. Mama meminta izin terlebih dahulu sebelum mengubah susunannya. Aksa menyetujui namun tak menyangka akan banyak berbeda dari sebelumnya. Dinding kamar dilapisi wallpaper motif garis-garis sehingga menciptakan suasana yang lebih tenang.

Mama juga mengganti seprai dan bed cover baru, juga menambhakan bebererapa bantal hias berbentuk love. Aksa sampai takjub melihatnya. Sementara Hayu sendiri dalam hati merasa gamang. Apakah malam ini dia akan selamat dari cengkeraman lelaki itu atau pertahanannya akan bobol.

"Yaudah. Sini." Aksa akhirnya mengalah. Dia bergeser ke ujung. Hayu mengambil guling dan meletakkannya di tengah, seperti biasa sebagai pembatas di antara mereka berdua.

Di malam yang sesunyi ini,

Aku sendiri,

Tiada yang menemani.

Aksa mulai bernyanyi menyinggung istrinya. Itu membuat Hayu menutup telinga karena malas mendengarkan suaranya yang cempreng itu.

"Kamu bisa diem, gak? Aku mau tidur. Perasaan dari kemarin nyanyi terus," sungutnya. Kesal karena Aksa sepertinya cuek dan masih tetap saja menyanyikan lagu itu hingga selesai.

"Biar aku gak nyanyi lagi, kasih peluk, dong!"

Sifat isengnya muncul lagi. Masa di rumah orang tuanya gagal juga. Kasihan kan sejak hari pertama ijab kabul hingga sekarang nasibnya masih terkatung-katung seperti ini. Harusnya mereka sedang mereguk indahnya bulan madu di usia pernikahan yang sekarang. Bukannya bermusuhan dan saling menghindar.

"Kamu jangan ngelunjak, ya. Aku masih bersikap baik di depan mama papa. Tolong hargai," kata Hayu dengan jutek. Entah sampai dia sanggup bertahan dengan pernikahan yang seperti ini.

Aksa bangun dan berbalik menatap istrinya. Itu membuat Hayu takut. Jika lelaki itu tersinggung dengan kata-katanya tadi, bisa bahaya. Bisa saja dia nekat dan mengajaknya bermesraan.

"Kamu jahat banget sama aku. Harusnya aku menuntut hak. Itu kewajiban kamu. Tau, kan, dosa besar kalau istri menolak suami?" katanya dengan serius.

Nada suara Aksa cukup tenang namun menusuk hati. Hayu tersentak dan menunduk, tak mau balas menatap. Sekalipun mereka sudah sepakat sejak awal, tapi itu memang hak suami jika menginginkannya. Dia tahu, hanya saja belum bisa melakukan. Entah mengapa dirinya belum rela jika disentuh lelaki itu.

Hayu mengambil selimut dan menutupi tubuh, mengabaikan ucapan suaminya tadi. Dia memejamkan mata karena sudah lelah. Jika menanggapi, nanti malah akan panjang sementara yang mereka butuhkan saat ini adalah beristirahat.

Aksa menarik napas panjang kemudian menarik guling yang membatasi mereka. Dia mendekat lalu dengan cepat merengkuh tubuh istrinya dari belakang. Lalu berbisik, "Kalau memang kita belum bisa itu, biarkan aku peluk kamu sampai pagi. Buat aku, ini udah cukup," pintanya.

Lalu kepalanya bersandar di ceruk leher Hayu. Itu membuat aliran darah wanita itu seperti dipompa dengan kencang. Jantungnya berdetak tak karuan. Dia terdiam untuk beberapa saat. Tak lama terdengar dengkur halus sang suami. Dia merasa lega, lalu kemudian ikut memejamkan mata.

***

"Pagi, Sayang." Sebuah bisikan mesra di telinga membangunkannya. Hayu membuka mata dan mendapati Aksa sedang menatap dengan mesra. Lelaki itu berada di atas sehingga membuatnya risih jka ingin bergerak.

"Enak banget tidurnya. Mimpi apa tadi malam?" tanya Aksa lagi.

Wanita itu gelagapan. Matanya melirik ke arah dinding. Kaget saat melihat jarum pendek berada di angka 9. Betapa memalukan jika menginap di rumah mertua malah bangun kesiangan. Sekalipun mama Rani baik dan tidak mempermasalahkan itu, tetap saja dia merasa tidak enak hati.

"Berat." Tangannya mendorong tubuh besar itu agar menyingkir. Sejak tadi Aksa betah sekali berlama-lama disitu.

"Ayok sarapan. Aku temenin," ajaknya tanpa melepaskan diri. Posisi lelaki itu masih sama sejak tadi. Rasanya memang nyaman begini, apalagi kalau dilanjutkan dengan ... ah, sudahlah.

"Ini udah siang banget. Kenapa kamu gak bangunin aku?" tanya Hayu.

"Aku udah bilang mama tadi. Kamu kecapean makanya masih tidur," jelas Aksa. Tentu saja dia membela istrinya. Mereka baru pulang kerja, berganti pakaian kemudian langsung pergi kesini.

"Syukurlah. Aku gak enak sama mama kamu."

"Mereka ngerti, kok. Aku bilang kita abis bikin cucu, makanya lemes."

Hayu melotot tak terima. Bisa-bisanya Aksa berkata seperti itu, dan malah tergelak melihat reaksinya. Si cantik itu mencoba melepaskan diri, namun kedua tangannya tiba-tiba dikunci.

"Gimana kalau sekarang aja? Kita lakuin beneran yang tadi aku bilang sama mama." Mata Aksa mengedip mesra.

***
Cerita ini berlanjut di di app Novelme. Silakan berkunjung ke akun aku disana: Rini Ermaya

 Silakan berkunjung ke akun aku disana: Rini Ermaya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang