Kecewa

564 47 0
                                    

Hayu mempercepat langkahnya ketika keluar dari ruang meeting.

"Tunggu!" Seseorang menarik lengannya. Gadis itu berusaha melepaskan tapi cekalannya begitu kuat.

"Apa lagi?" Dia membalik badan san menatap lelaki itu galak.

"Aku mau minta maaf soal malam minggu kemarin. Itu ... diluar rencana," ucap Bayu setengah memelas. Dia merasa tak enak hati karena telah ingkar janji.

"Maksudnya gak nyangka kalau tunangan kamu datang?" ucap Hayu tenang.

Dia harus tahu diri. Lelaki dihadapannya ini mungkin hanya ingin berteman lebih dekat. Sepertinya dia yang terlalu berharap lebih.

"Itu ... aku ..." Bayu tak tahu harus berkata apa. Dia menggaruk kepala yang tidak gatal, juga menarik napas panjang berulang kali.

Hayu pintar menyembunyikan perasaan. Namun, kata-katanya tadi cukup menohok hati.

"Kalau kamu udah punya tunangan, baiknya jangan dekati cewek lain apalagi ngasih harapan," katanya tegas. Lebih baik diucapkan sekarang daripada nanti jika sudah terlanjur mempunyai hubungan.

"Kami dijodohkan. Aku gak suka sama dia. Aku sukanya sama kamu," ucap lelaki itu jujur.

Hayu mengernyitkan dahi. Perjodohan? Zaman sekarang? Eh tapi bukannya dia dan Aksa juga sedang dijodohkan. Aduh, kenapa dia teringat kembali dengan bocah itu?

"Itu bukan urusan aku. Maaf aku belum sarapan dari tadi karena buru-buru berangkat nyiapin semua keperluan pak bos buat morning session pagi ini. Bye!"

Dia melangkah dengan anggun meninggalkan Bayu yang termenung dan tak dapat berkata-kata.

Suara hak sepatunya menggema di sepanjang lorong. Goyangan tubuh ramping tapi padat berisi itulah membuat Bayu mabuk kepayang selama ini. Haya saja Hayu memang sukar didekati. Entah mengapa beberapa minggu ini menjadi lebih ramah. Karena itulah dia merasa ada kesempatan.

Giliran ada, tunangannya malah datang mendadak tanpa mengabari. Katanya biar suprise dan kencan mereka menjadi lebih romantis.

Romantis apanya? Gagal total. Pulang dari makan seafood, dia malah dilabrak dan dicecar berbagai macam pertanyaan. Pagi ini, ditolak Hayu lagi. Sepertinya dewa fortuna belum berpihak kepadanya.

Mengabaikan Bayu yang masih terdiam ditempatnya, Hayu berniat pergi ke kantin karyawan yang terletak di lantai atas. Dia membayangkan batapa lezatnya soto ayam panas berkuah ditambah sambal dan jeruk nipis.

Tapi sebelum itu, dia akan menyimpan berkas-berkas yang ada di dalam tasnya ke ruangan, biar tidak ribet. Ke kantin cukup membawa dompet dan ponsel.

Dia membuka kunci ruangan dan meletakkan tasnya di meja. Bersiap hendak keluar saat seseorang mengetuk pintu.

"Bu Hayu. Ini ada titipan buat Ibu," ucap seorang OB yang langsung menyerahkan sebuah bungkusan.

"Apa ini, Pak?" Dia menerimanya dengan tanda tanya.

"Dibuka aja, Bu. Saya tadi diminta bagian resepsionis buat nganterin ini ke ruangan Ibu. Itu tadi dititipkan sama mereka," jelas si OB.

Hayu membuka isi bungkusan setelah si OB keluar dari ruangan. Dia tersenyum senang saat melihat apa isinya. Dua rice bowl dengan isian bebeda. Satu isi ayam suir dan mie goreng jawa. Satunya ayam pedas dengan lelehan mozarella. Sudah agak dingin sebenarnya, tapi berhubung cacing diperut sudah meminta jatah, dengan cepat dia melahapnya.

Enak. Hingga dua porsi itu habis dalam sekejap. Dia lupa tadi hendak makan di kantin. Mungkin nanti saja pas istirahat makan siang.

Bip!

Ponselnya berbunyi. Ada pesan dari mama yang minta dibelikan buah di toko langganan sepulang dia bekerja nanti.

Selain itu ada pesan lain. Hayu membaca satu persatu. Lalu ada sebuah pesan dari nomor tak dikenal.

"Aku titip menu sarapan untuk kamu. Semoga suka." Begitu isi pesannya.

Hayu jadi teringat. Dia tadi lupa menanyakan siapa pengirimnya. Hal itu membuatnya jadi penasaran.

"Makasih. Makanannya enak. Maaf ini dari siapa?" ketiknya sebagai balasan.

"Calon suami kamu."

Deg!

Ternyata si bocah. Hayu membuka profile-nya. Tampaklah foto Aksa dengan posisi menyamping sambil tersenyum. Pantas saja tadi tidak terlalu ngeh siapa yang mengirim pesan.

Lama dia melihat. Tenyata bocah ini manis juga, sekalipun sikapnya masih kekanakan.

Hayu memilih tak membalas lagi. Ada banyak perkerjaan yang harus dia selesaikan.

***

Brak!

Sebuah spidol terlempar di hadapannya. Aksa tersentak saat sang dosen killer menatapnya dengan sangar.

"Mati aku," sungutnya dalam hati.

"Kamu mau saya kasih nilai D?" tanya sang dosen dengan tangan terlipat. Wajahnya memang galak dengan kumis yang melintang.

"Ma-af, Pak," ucapnya terbata.

"Kemarikan ponsel kamu!"

"Ta-pi ..."

Tangan sang dosen terulur meminta. Dengan berat hati akhirnya Aksa memberikan benda itu. Salah sendiri kenapa malah membalas pesan Hayu di saat jam kuliah. Tapi itukan penting, tidak boleh dilewatkan. Apalagi gadisnya mengucapkan terima kasih karena telah dibelikan makan siang.

"Kamu ke depan. Jelaskan kembali yang tadi," ucap sang dosen yang disertai gelak tawa dari teman-temannya yang lain.

Dengan berat hati akhirnya dia maju dan menjelaskan apa saja yang tadi sempat didengar. Untungnya materi yang terlewat hanya ketika berbalas pesan. Ponselnya pun kembali ke gengaman. Entah mimpi apa si dosen killer sedikit lunak hari ini. Biasanya hukuman yang diberikan lebih parah.

Ketika jam kuliah berakhir, lelaki itu segera berlalu. Tak dipedulikannya pangilan dari salah seorang teman yang mengajak untuk berkumpul di kantin belakang. Aksa hanya melambaikan tangan sebagai balasan.

Mobilnya melaju menuju ke sebuah tempat. Kantor papa. Setiap selesai kuliah, dia harus ikut bekerja, sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika mau Hayu dilamarkan, maka sebagai barteran, dia harus ikut membantu papa.

"Baru selesai?" tanya papa saat dia mengetuk pintu ruangan.

"Iya, Pa," jawabnya sambil duduk di sofa. Tangannya bergerak meraih air mineral kemasan dan menghabiskannya dengan cepat.

"Kamu kesininya lari atau gimana?" tanya papa ketika melihat putranya terengah-engah.

"Tadi buru-buru kesini. Kalau gak, bisa gak kuat iman buat nongkrong sama anak-anak," jelasnya.

Semenjak ikut bekerja, Aksa memang jarang berkumpul bersama teman seangkatannya. Apalagi sedang melakukan pendekatan dengan Hayu. Otomatis waktunya tersita banyak.

"Ini tugas yang harus kamu kerjakan. Rekap pake laptop papa. Biar laporan lain papa kerjain di PC." Setya meletakkannya setumpuk berkas ke hadapan putranya.

Aksa menerimanya dengan separuh hati. Pekerjaan di kantor lebih memusingkan dibandibg dengan materi kuliah.

Tangannya mulai mengetikkan sesuatu, sedikit demi sedikit mencoba menyerap informasi. Sedikit demi juga sedikit mulai memahami beberapa aturan. Sekalipun ini tak cocok dengan bidangnya, namun dia seperti mendapat ilmu baru.

Sebenarnya dia anak yang cerdas. Hanya saja kelewat manja. Papa tersenyum senang saat melihat putranya tampak serius saat mengerjakan laporan. Harapannya kelak, Aksa bisa mempunyai kantor sendiri sesuai dengan bidang yang diminati.

Untuk saat ini, biarlah dia belajar dulu. Paling tidak, belajar bertanggung jawab untuk mencari nafkah karena sebentar lagi akan menikah.

Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang