Rayuan Maut

826 45 0
                                    

"Ini buat aku?" tanya Aksa saat pulang ke rumah dan mendapati sebuah paper bag berisi kemeja terletak di kasur.

"Iya. Tadi mama suruh beliin," jawab Hayu.

Ada sedikit rasa kecewa dalam hati Aksa. Ternyata itu permintaan mama Sarah, bukan atas keinginan Hayu sendiri.

"Aku cobain, ya." Tangan besarnya mulai membuka bungkusan plastik. Matanya melirik ke arah label harga. Sudah tidak ada, mungkin sudah dibuang.

"Ganti di kamar mandi sana!" usir Hayu. Tidak mungkin kan, dia melihat suaminya berganti pakaian disini.

"Disini ajalah. Kan cuma buka baju. Bukan buka yang lain," ucapnya cuek.

Mata lelaki itu melirik genit. Ya kali saja, istrinya dapat hidayah sehingga tersadar dan mau melayani.

Hayu tak menanggapi, dan malah membuka paper bag miliknya sendiri. Ada beberapa blouse yang dibeli. Juga sepatu untuk dipakai saat masuk kerja nanti. Tadi pagi memang rencananya mereka akan mengubek-ubek barang diskonan. Kemudian malah tergoda masuk ke dalam mall dan membeli yang lain.

Lalu ketika sampai di bagian male, mama memilih kaus untuk papa. Hayu hanya menemani, tapi mama menyuruhnya membelikan satu kemeja untuk Aksa bekerja.

Jadinya dengan terpaksa dia membeli juga, kemudian teringat kalau belum tahu ukuran badan suaminya. Jangankan itu, hal lain tentang Aksa juga dia tidak tahu. Mereka dipaksa menikah dan belum sempat berkenalan lama. Ketika ditanya berapa nomornya, lelaki itu malah menggoda dengan menanyakan ukuran yang mana. Dasar!

Melihat istrinya tak memberikan respons, Aksa dengan pelan membuka kancing satu persatu, kemudian....

"Aduh!" ucapannya membuat Hayu kaget. Ada apa lagi ini?

"Kenapa?" Dia bertanya keheranan.

"Ini tangan aku yang jatuh tadi pagi sakit banget," kata Aksa sambil mengusap lengan kanan. Pegal sih iya, tapi kalau sakit ya tidak. Inikan hanya modus biar Hayu mau membantunya membuka baju.

"Yaudah nanti aku panggilkan tukang urut," kata Hayu. Dia masih sibuk membuka bungkusan baju-baju miliknya sendiri dan menimbang untuk dicocokkan dengan tas warna apa untuk berangkat kerja besok.

"Bantuin aku buja bajunya. Susah." Aksa berpura-pura meringis kesakitan. Matanya melirik berkali-kali, berharap istrinya percaya.

Mendengar itu, Hayu menjadi curiga. Sepertinya tadi baik-baik saja, kenapa sekarang malah sakit?

"Kalau gitu nanti aja nyobainnya. Gak usah dipaksaksain," tolaknya halus. Mata cantik itu menatap Aksa dengan penuh selidik.

"Kalau dicobain besok, kamu udah berangkat kerja. Aku kan mau tau penilaian kamu. Ini cocok apa gak?" katanya beralasan.

Seribu satu cara Aksa gunakan untuk mendekati sang istri. Ibarat kata pepatah, banyak jalan menuju Roma. Tak bisa dengan yang satu, maka akan terbuka yang lain.

Hayu menjadi ragu-ragu. Melihat itu Aksa semakin kuat mengaduh, sengaja mengibaskan lengan, agar istrinya benar-benar percaya. Karena belum mendapat respons juga, akhirnya dia menyingkirkan baju itu ke sudut tempat tidur dan memasang wajah kecewa. Lalu berbaring sambil berpura-pura memejamkan mata.

Wanita itu jadi tidak tega. Benar juga sih, besok dia sudah masuk. Bakal lama di kantor hingga sore, bahkan mungkin menjelang malam baru bisa pulang untuk menghindari macet. Lebih baik dicoba sekarang, nanti tinggal diantar ke laundry untuk dicuci setrika.

"Sini." Hayu berjalan mendekati ranjang dan duduk didekat suaminya. Aksa langsung terbangun. Karena bersemangat, tangannya tersenggol besi tempat tidur sehingga menjadi sakit benaran. Tuh, kan, makanya jangan bohong. Akhirnya kejadian benaran.

Lelaki itu mengaduh kesakitan. Sikunya ngilu sampai ke ujung jari. Hayu yang panik langsung membantu memegang lengan itu dan mengusapnya. Aksa terpana seketika, tak menyangka reaksi istrinya akan begitu. Dia membiarkan jemari halus itu mengusap lengannya yang pegal. Sakitnya masih terasa, tapi hatinya senang bukan kepalang.

"Udah gak apa-apa," kata Aksa lembut sambil mengulum senyum. Matanya menatap lekat seraut wajah cantik ini.

Hayu yang tersadar kemudian menggeser duduk sehingga sedikit menjauh. "Jadi cobain bajunya, gak?" tanya wanita itu.

Dia sudah ingin keluar kamar. Tak betah rasanya berlama-lama disini. Padahal ini kamar sendiri. Sejak ada Aksa jadinya tidak bebas.

"Boleh." Aksa memajukan tubuhnya. Kali ini dia yang menggeser maju agar mereka lebih dekat.

Jemari Hayu gemetaran saat membuka kancing kemeja suaminya. Tadi sepulang kerja, Aksa belum sempat berganti pakaian dan langsung ingin mencoba baju yang baru dibeli.

Aksa pasrah saja saat satu persatu kancing itu terlepas.

"Udah! Buka aja sisanya sendiri," kata Hayu membuang wajah, malu melihat sebagian tubuh suaminya yang sudah tersingkap.

Aksa melepaskan kemeja dengan gerakan pelan. Malah tak mencoba memakai kemeja yang baru dan membiarkan bagian atas tubuhnya terbuka.

"Coba liat," ucapnya sengaja mengerjai. Dari tadi Hayu berpura-pura memandang ke arah lain. Dia tahu, istrinya sedang menahan malu.

Hayu menoleh karena mengira suaminya benar-benar sudah mencoba. Ternya dia tertipu lagi. Matanya melotot melihat Aksa yang tertawa senang. Dia hendak berdiri saat lengannya tiba-tiba saja dicekal. Kenapa Aksa suka sekali melakukan ini? Rasanya ingin meminta pindah ke kamar lain agar kejadian seperti ini tidak terulang setiap hari.

"Tadi kan, kamu udah buka baju aku. Sekarang gantian. Aku yang bukain kamu. Biar impas," katanya dengan nada gombal. Lelaki itu tersenyum senang, tahu kali ini dia akan menang. Hayu tak dapat mengelak, juga tidak melawan seperti biasanya.

"Kamu jangan coba-coba. Nanti aku teriak!" ancamnya.

"Emang ada yang denger?"

Sebelum Hayu sempat menjawab, Aksa sudah menarik tubuhnya hingga mereka tak berjarak. Napas lelaki itu memburu. Dia menginginkan istrinya sekarang. Apa itu salah?

Wanita itu tak berkutik ketika bibirnya disentuh dengan lembut secara tiba-tiba. Ingin meronta tapi tengkuknya sudah ditahan, sehingga tak dapat bergerak sama sekali. Aksa tak perduli akan reaksi istrinya setelah ini. Dia hanya ingin mengungkapkan cinta.

Begitulah lelaki. Bagi mereka, ungkapan kasih sayang yang paling tinggi adalah dengan menyentuh wanita yang paling dicinta.

Tanpa ragu-ragu dia mereguk manisnya sang istri. Lalu dengan cepat Aksa merubah posisi tubuh mereka sehingga kini Hayu berada di bawah. Lelaki itu mengunci kedua lengan istrinya ke atas, sehingga semakin tak berkutik.

Tok tok tok!

Pintu kamar diketuk dengan keras.

Dua orang itu terkejut dan saling melepaskan diri. Aksa segera memakai baju, sementara Hayu merapikan rambut yang berantakan lalu berjalan membuka pintu.

"Ya, Bik?"

"Dipanggil nyonya makan malam, Non. Udah siap dari tadi. Ditungguin belum muncul juga. Nyonya gak mau makan sendirian," jawab Inem.

"Nanti kami turun. Sebentar lagi," jawab Hayu dengan senyum, padahal dalam hati berdebar kencang. Dia mencoba menenangkan perasaan kemudian ke kamar mandi dan mencuci muka.

"Kenapa?" tanya Aksa setelah istrinya keluar dengan handuk di tangan, yang dipakai untuk mengelap wajah.

"Makan malam," jawabnya singkat.

Lelaki itu bangun dari tempat tidur kemudian mengambil kaus.

Setelah selesai, Hayu berjalan menuju pintu. Sebelum daunnya terbuka, Aksa berkata. "Nanti habis makan, kita lanjutin yang tadi, ya!"

Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang