Jangan Menggodaku

995 47 0
                                    

Hayu memasukkan beberapa bajunya ke dalam koper. Ini jumat malam dan mereka akan menginap di rumah mama Rani selama dua hari. Minggu sore akan kembali lagi, karena senin sudah masuk kerja.

Tak bisa dibantah karena mama Sarah malah menyuruh dia pergi. Katanya biar adil, mama Rani juga pasti kangen anaknya. Papa juga sudah pulang, jadi mama tidak sendirian lagi.

Dia sudah mengutarakan keberatan kepada suaminya, namun tak digubris sama sekali. Jadi dengan terpaksa akhirnya Hayu menurut. Aksa sejak tadi hanya memperhatikan apa yang dilakukan istri cantiknya. Dia tak membawa apa pun. Pakaiannya semua ada disana, yang disimpan disini hanya seberapa.

"Mau ke rumah mertua kok cemberut gitu," sindir Aksa lagi.

Entah mengapa dia senang sekali memojokkan istrinya. Mungkin karena harus menahan diri berhari-hari sehingga kepala terasa sakit. Ditambah dengan materi kuliah yang semakin banyak, juga pekerjaan di kantor papa.

Ah, andai saja bisa bermanja-manja dengan Hayu, jadi bisa melepas penat dan lelah. Dia ingin tidur dipangkuan istrinya sambil bercerita, membagi keluh kesah seperti pasangan yang lain.

"Kamu gak bilang. Mama Rani tiba-tiba aja nelpon aku," sungut Hayu.

"Aku ketemu papa di kantor. Terus ngobrol soal itu. Baru wacana, belum sempat bilang kamu. Tapi kayaknya mama udah seneng. Jadi mau gimana lagi?" jelas Aksa. Sebenarnya dia belum memutuskan jadi menginap atau tidak. Sementara papa Setya sudah terlanjur mengatakan itu kepada mama. Jadilah mau tidak mau mereka akan menginap disana.

"Baju kamu?" tanya Hayu saat hendak menutup koper. Sejak tadi suaminya hanya diam tanpa mempersiapkan apa-apa.

"Gak usah. Palingan aku tidur pake boxer," katanya santai, yang membuat Hayu semakin kesal.

Bibirnya ditekuk sedemikian rupa, sehingga membuat Aksa mengulum senyum karena lucu melihat ekspresi istrinya.

"Terserah!"

"Kamu gak bawa lingerie?" tanya lelaki itu iseng.

Mendengar itu, Hayu menutup koper dengan keras. Sengaja membantingnya. Ini Aksa mulutnya kebangetan sekali. Mulut itu, mungkin minta dijahit dengan jarum, sehingga jangan terucap lagi.

"Buat apa?"

"Buat nyenengin suami, lah. Kan dapat pahala, tuh!"

Lelaki itu mengerling, ingin melihat bagaimana reaksi istrinya. Dia senang sekali memancing emosi Hayu dengan mengucapkan kata-kata seperti ini.

"Aku gak punya baju begituan!" jawab Hayu ketus.

Beberapa hari ini sejak bertengkar waktu itu, mereka benar-benar seperti orang asing. Biasanya masih bertegur sapa atau berbasa-basi. Namun, tak lagi karena Aksa masih tersinggung dengan ucapan istrinya. Di kamar mereka sibuk sendiri-sendiri. Aksa bahka tidur di sofa kamar karena masih kesal. Baru hari inilah mereka berbicara, mau tak mau karena akan pergi bersama.

"Apa kita beli dulu?" Lengkung dibibirnya semakin melebar. Sifat isengnya muncul lagi. Sekalipun selalu bersikap jutek, jika digoda seperti itu, wajah Hayu akan merona.

"Males." Hayu mengambil ponsel dan note book kemudian memasukkannya ke dalam tas. Dia sudah siap berangkat.

"Sini kopernya. Tuan puteri boleh keluar duluan."Aksa mengambil koper kemudian membukakan pintu. Mereka turun ke bawah dan berpamitan.

"Jadi berangkat?" tanya Danu saat melihat anak dan menantunya berjalan beriringan. Di depan semua orang mereka berdua terlihat akur, namun dibelakang seperti Tom and Jerry. Ribut.

"Iya, Pa." Hayu mencium tangan papa dan mamanya bergantian. Begitu pula dengan Aksa.

"Pelan-pelan nyetirnya. Ini udah malem," pesan Sarah.

Tadi Aksa pulang agak telat, lalu membersihkan diri dan makan malam sendirian, karena yang lain sudah selesai. Ada yang sedang dikerjakannya. Sesuatu yang hasilnya nanti untuk menyenangkan istrinya.

"Pergi dulu, Ma. Pa."

Mereka menuju ke depan dengan diantar oleh kedua orang tua itu. Aksa memasukkan barang di bagasi kemudian membukakan pintu untuk istrinya.

Dia menyalakan mesin setelah memasang seat belt. Hayu terlihat kesulitan saat akan melakukan hal yang sama. Maklum saja, mereka berangkat dengan menggunakan mobil Aksa. Sebuah Avanza keluaran lama yang bahkan catnya sudah memudar. Berbeda dengan mobil Hayu keluaran terbaru yang dibelinya setelah bonus tahunan di kantor cair.

"Bisa?" tanya lelaki itu.

"Susah."

"Sini, aku bantu."

Lalu Aksa membungkukkan badan dan memasang seat belt istrinya. Sengaja berlama-lama dan mengutak-atik sedikit. Biar momen berdekatan itu durasinya jadi panjang.

"Iya, susah," katanya. Padahal jika sedikit dipaksakan, sejak tadi pun bisa.

"Jadi gimana? Gak usah pake aja," kata Hayu, merasa risih karena tubuh mereka saling merapat. Apalagi tangan Aksa mulai bergerak ke sana kemari.

"Dikit lagi."

Lalu setelah selesai, kepalanya mendongak. Bertepatan dengan Hayu yang hendak menggeser tubuh. Jadilah tubuh mereka bertubrukan. Wajah Aksa menghantam bagian depan tubuh istrinya. Bagian yang selama ini diidam-idamkan untuk disentuh.

Lelaki itu bukannya menarik diri, malah sengaja berlama-lama disitu. Hayu yang melihat gelagat suaminya, mendorong kepala Aksa dengan keras sehingga mengaduh.

"Sakit," katanya berpura-pura, padahal senang bukan kepalang. Dalam hati mengucap terima kasih kepada seat belt yang macet.

"Makanya jangan aneh-aneh!" tegas Hayu.

"Sama istri sendiri jugaaaa," ucapnya dengan nada manja.

Mereka masih di garasi. Untunglah mama papa sudah masuk. Security masih menunggu di depan dan sudah membukakan pintu pagar. Lalu keheningan tercipta hingga tiba di rumah orang tua Aksa. Rani menyambut mereka dengan suka cita. Dipeluknya sang putra dengan penuh kerinduan.

"Ayo cuci tangan. Mama bikin ikan bakar sambel terasi," kata Rani.

Hayu menatap mama mertuanya dengan takjub. Mereka baru saja datang dan sambutannya seperti ini.

"Kata Aksa kamu suka ikan bakar. Pas jalan malam minggu waktu itu habis seekor," lanjut Rani lagi.

Hayu terpana mendengarnya. Jadi, apa saja yang sudah Aksa ceritakan tentang dirinya selama ini, sehingga Mama Rani sampai tahu mengenai hal itu.

"Ayok!"

Aksa menggandeng lengan istrinya. Hayu tidak akan bisa menolak. Inilah kesempatannya untuk memesrai wanita itu. Mana ada menantu perempuan yang berani berulah di rumah mertua.

Wanita itu menahan emosi dalam hati. Apalagi kini tangan Aksa melingkar di pinggangnya. Mereka berjalan ke dapur dan langsung mencuci tangan.

Rani membakar ulang ikan yang tadi sudah dimasak. Hanya sebentar, untuk menghangatkan. Aroma ikan yang harum membuat mereka menjadi kelaparan lagi. Begitu disajikan, air liur Hayu hendak menetes. Dia memang suka dengan menu ini.

"Ambilkan nasi, Yang. Sambelnya yang banyak," perintah Aksa.

Mata Hayu mendelik. Dalam hati mengumpat, "Yang, yang, kepalamu peyang."

Lalu dia mengambil piring dan menyendok nasi yang cukup banyak. Tak lupa ikan dan sambal yang banyak sesuai pesanan suaminya. Ternyata sambalnya pedas sekali, sehingga Aksa mengipas mulut dengan tangan.

Setya dan Rani hanya tertawa melihat hal itu. Putra mereka sudah menikah tetapi sifatnya masih tidak berubah. Sementara Hayu mengulum senyum tapi dalam hati tertawa senang. "Syukurin. Makanya jangan seenaknya merintah. Mentang-mentang di rumah orang tua sendiri," ucapnya dalam hati.

Get Married [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang