Seolah aku menjadi putri dalam semalam.
Gaun panjang merah pekat berdesir menyapu lantai. Dengan anting-anting berpola mawar merah yang menjuntai cantik. Disertai tiara perak bertatahkan batu ruby tersemat di rambut hitamku----membentuk kontras yang indah. Lalu melengkapinya, senyum lembut dan aura yang menawan. Itu sempurna.
Hari ini umurku 20 tahun. Yang berarti perayaan kedewasaan bagi Harad. Untuk Harad yang memiliki rentang umur 200-300 tahun. Kedewasaan sama dengan pesta mewah. Karenanya---ini hariku, ini malamku.
“Bersulang!” Suara dentingan gelas menyebar dalam luasnya ballroom. Diikuti gelak tawa dan erangan nikmat setelahnya.
“Ah, Kiran, sungguh darah yang lezat.” komentar sesosok wanita Harad, ekspresinya penuh pujian. “Ngomong-ngomong, selamat untuk kedewasaanmu.”
“Untuk hari istimewa, tentu saja harus santapan yang nikmat pula.” Aku bersandar malas di takhtaku, sembari memutar lambat darah dalam gelas. “Terima kasih, Vea.”
“Tidak perlu.” Mengibaskan tangan, Vea tertawa santai.
“Hei, tapi tetap darah segar yang paling enak.” Dari sisi lain, sesosok pemuda menyeringai riang, sekejap menampakkan deretan gigi berdarah. Dan di sampingnya, terdapat manusia kecil dengan wajah pucat. Darah mengalir turun dari lehernya.
Vea seketika mengernyit menatap pemuda itu. “Masing-masing memiliki estetika tersendiri, oke? Hanya kau, Deron, terlalu berantakan.”
“Hei Vea, apa kau harus selalu berlidah tajam, tiap kali kita bertemu?” Deron memutar bola mata, lalu menyeka mulutnya dengan saputangan.
“Apa? Kau memang pantas dikritik.” Vea mencibir.
“Vea! Berhenti atau aku akan mencekikmu.” geram Deron, melotot marah pada wanita itu.
“Nona, minum lagi?” Tiba-tiba saja, dari belakang seorang manusia berjenis laki-laki menawarkan tekonya. Seketika menginterupsiku dari lanjut menonton drama.
Aku tersenyum lembut dan mengangguk. “Tentu, Ian.”
Membalas sopan, Ian menuangkan darah dalam gelas anggur yang kosong hingga terisi setengahnya. Kemudian ia kembali mundur dan berdiri diam di samping. Aku sedikit menunduk, bermaksud menyesap darah, saat sesuatu berkilat dalam gelas tertangkap oleh mataku.
Memiringkan gelas, dentingan tajam terdengar menabrak permukaan kaca. Menyipitkan mata, aku mengambil benda itu dari gelas. Sebuah cincin berpola mawar nan berlumuran darah kini tampak jelas di tanganku.
“Ian..., apa maksudnya ini?” Menoleh ke samping, senyumanku semakin dalam. Aura menawan yang terpancar, juga sedikit terdistorsi oleh kegelapan.
“Itu, nona ... itu.” Wajah Ian berubah merah, ia menggigit bibir gugup.
“Katakan dengan jelas.” desisku lembut.
“Itu tanda cintaku untukmu, nona.” Ian setengah berlutut di bawahku. “Kiran, aku mencintaimu.” ucapnya mantap, bertekad sepenuh hati.
“Cinta? Haha, jangan katakan omong kosong!”
Prang! Seketika gelas melesat dan menghantam keras dahi Ian. Darah mengalir deras dalam sekejap, membasahi wajahnya. Ditambah pecahan kaca yang menancap, membuat rupa Ian tampak sangat mengerikan bahkan jika hanya sekilas terlihat. Seluruh ballroom juga mendadak hening.
Perlahan aku bangkit dari takhta dan berdiri di depannya. Mencondongkan tubuh lebih dekat, aku menjepit dagu dan memaksanya menatap ke atas. Lalu dengan sapuan ringan namun tegas, aku memotong pangkal leher Ian menggunakan sepotong kaca tajam. Membelalakkan mata lebar, ia tersentak syok. Ekspresinya seolah diambang kehancuran dan ketakutan ekstrem.
Melangkah mundur, aku menghindari cipratan darah yang berceceran. Lantas berbalik dan mendengus muram. “Merepotkan.”
“Hahaha, Kiran! Bravo!” Suara tepuk tangan seketika memecah kesunyian dalam ballroom.
Aku menaikkan alis, menatap pada sosok berambut pirang mencolok yang keluar dari kerumunan. Tak jauh darinya, seorang manusia berjenis laki-laki mengikuti di belakang dengan cermat. Melewati genangan darah, sosok Harad itu berdiri di hadapanku.
“Selamat atas kedewasaanmu, cantik.” Ia mengecup punggung tanganku, lalu bergeser ke samping. Mempersembahkan manusia di belakangnya. “Dan ini hadiahmu. Ia harus sesuai dengan seleramu.”
Menyapu sekilas pada manusia itu, aku mengulas senyum lembut. “Tentu. Terima kasih, Egard.”
“Haha, baik. Anggap saja sebagai penghiburan dariku.” Egard tertawa seraya mendorong pundak manusia itu. “Hei, boy. Berikan salam pada pemilik barumu.”
“Nona.” sapa manusia itu, membungkuk patuh.
“Ya.” Mengangguk sebagai pengakuan, aku menoleh lagi pada Egard. “Apa ini termasuk stok terbarumu?”
“Dan masih dalam jajaran yang berkualitas bagus.” timpal Egard bangga.
Aku mengangkat dagu manusia di depanku dengan jari telunjuk. Mengamati wajahnya yang tampan, dilengkapi mata sipit yang menggoda. Dan bahkan, aku tidak bisa mendesah lembut. Rupanya jelas mematikan.
“En, ia memang indah.” balasku setuju, menarik kembali jariku seraya menikmati parasnya terang-terangan.
“Terima kasih atas pujianmu, nona.” Manusia itu membungkuk rendah, dengan satu tangannya menangkup dada.
“Hei, bahkan mulutnya manis.” Dari samping, Vea akhirnya berbicara. Sepertinya ia sudah dapat mengatasi keterkejutan awalnya. Sorot matanya dipenuhi apresiasi.
Mendengar itu, Egard tak lagi bisa menahan seringai puas yang terbit di wajahnya. Aku hanya tersenyum tipis, sebelum kemudian bangkit dari takhta. Menyapukan pandangan ke seluruh aula, aku bertepuk tangan nyaring dua kali. Menarik seluruh atensi padaku.
“Silakan nikmati waktumu sendiri. Aku akan kembali lebih dulu.”
Melenggang anggun, aku diam-diam menghela napas. Walau aku adalah tokoh utama pesta saat ini, tapi aku tak lagi memiliki minat untuk menonton lebih. Pula, seharusnya ini jadi hari yang paling menyenangkan. Sayang sekali....
Aku lalu menoleh dan berhenti di depan manusia itu yang menatap lekat pada jasad tak jauh dari kami. Tepatnya jasad mantan peliharaanku yang kini tergenang darah. Baunya sudah menggelitikku sedari tadi, dan sekarang aku juga perlu menenangkan diri.
“Hei.” Aku memanggil.
“Ah, ya, nona?” Ia tersentak halus, kemudian mata sipitnya beralih memandangku.
Aku mengulas senyum lembut nan familier. “Ayo.”
“Ya, nona.”
Setelahnya aku benar-benar meninggalkan pesta. Mengikuti di belakang, adalah peliharaan baruku.
***
Vote, Comment and Share! | IG: @izzamumtaz
KAMU SEDANG MEMBACA
Getih Harad
FantasyBangsa kami menyukai darah, tapi kami bukan vampir. Kami tidak akan terbakar saat terkena sinar matahari. Kami tidak takut perak dan bawang putih. Kami juga bukan mayat hidup. Kami hidup seperti halnya manusia. Dan kami hidup di antara para manusia...