Senja akhirnya datang, dan langit perlahan-lahan berubah menjadi jingga-kemerahan, seolah amukan api yang menyebar dan melalap seluruh cakrawala. Para tamu secara teratur berkerumun mengelilingi paviliun Tahara, dan hanya menyisakan jalan setapak, tepat di mana pintu masuk Tahara berada.
Diikuti iring-iringan lagu yang mengalun lembut, dari jauh, kedua pengantin berjalan berdampingan memasuki Tahara. Yang kemudian disambut oleh salah satu tetua Harad yang akan memimpin upacara perkawinan hari ini. Baik Vea maupun Deron, kini berdiri di depan sebuah cawan emas besar, berisi cairan bening layaknya air yang bersinar temaram.
Keduanya kali ini menggunakan gaun serta jas yang seragam. Dengan warna dasar merah marun, disertai corak emas di tiap pinggir kerah, lengan, maupun bawah pakaian. Warna khusus yang akan dikenakan tiap Harad saat sedang mengadakan perkawinan. Dan di sisi dada bagian kiri, akan disematkan bros khusus yang melambangkan simbol keluarga masing-masing.
Dan aku kini berdiri bersama Kavyar, sembari memegang sebuah lilin merah yang diberikan pada setiap tamu Harad yang datang, tak jauh di sisi kiri Vea, hanya dipisahkan oleh pagar rendah paviliun. Tepat saat aku melihat Vea yang seolah-olah mencari sesuatu, sampai mata kami saling bertemu, dan sorot matanya sangat jelas menampakkan kegugupan.
Aku sedikit mengangguk dan mengedipkan mata, mengisyaratkannya untuk tenang. Dan Vea sedikit meringis, sebelum kemudian diam-diam mengacungkan jari tengah dengan tangan kiri. Melihat itu, aku hanya balas memutar bola mata. Dasar Vea, sempat-sempatnya ia masih bertindak konyol di saat seperti ini.
Namun tak lama kemudian, suara tetua Harad itu bergema memenuhi Tahara. Dan akhirnya memulai upacara hari ini. "Dua Harad yang sepakat dan saling mengikat janji, untuk menjaga garis keturunan murni. Yakni Tuan Deron Gaviant serta Nona Veanka Caroline." Tetua Harad itu mengangguk pada Deron dan Vea bergantian.
Setelah mendapat tanggapan, lantas ia melanjutkan. "Pada malam hari ini, di tempat sakral kali ini. Atas saksi saya Yoran Hall, serta seluruh Harad yang hadir, di bawah kubah Tahara. Saya menyatakan Tuan Deron Gaviant serta Nona Veanka Caroline untuk saling berkomitmen demi menyatukan juga membentuk garis murni yang baru. Dan untuk ini, pengikatan bisa dimulai."
Lalu setelah itu, tetua Harad itu mengisyaratkan agar keduanya mengambil belati perak yang telah disiapkan di sisi Deron dan Vea. Yang langsung disikapi keduanya secara bersamaan. Aku menyaksikan Deron dan Vea saling berhadapan, dengan belati di telapak tangan masing-masing dan langsung menggoresnya tanpa ragu. Darah mengalir dan jatuh ke cawan, dan kemudian keduanya mengucapkan kalimat yang sama secara serempak.
"Aku bersumpah atas darahku. Untuk selalu dan selamanya menjaga garis yang suci hingga kematian!"
Dan tepat saat itu, cahaya keemasan yang awalnya redup menjadi semakin jelas, hingga menerangi seluruh paviliun. Lalu cahaya itu perlahan berputar-putar menyelimuti keduanya sampai kemudian semakin bersinar menyilaukan, lantas berubah warna putih dan meledak seketika menjadi bubuk keemasan. Kemudian sebuah benang merah melilit jari manis kiri Deron serta Vea, dan menghubungkan keduanya menjadi satu.
"Dan ikatan keduanya telah berhasil. Diharapkan agar baik Tuan Deron Gaviant maupun Nona Veanka Caroline agar mematuhi sumpahnya hingga kematian. Atau konsekuensi akan menyertai, ketika salah satu atau keduanya melanggar sumpah." nasihat tetua itu untuk terakhir kalinya. Dan bersamaan dengan perkataan itu, luka di tangan Deron serta Vea secara ajaib sembuh seperti semula.
"Baiklah, sebelum acara ini benar-benar berakhir, setelah saya memberi aba-aba, silakan untuk para tamu meniup lilin masing-masing demi memberkati kedua pengantin hari ini." Tetua itu mengangkat tangan perlahan, dan dengan lambaian tangan, serentak seluruh Harad meniup lilin mereka hingga padam.
Lantas segera saja, benang merah itu bersinar, terbakar dari tengah sampai ke ujung dan hanya menyisakan sepasang cincin yang tercap jelas di kulit kedua pengantin. Kemudian darah yang dituangkan ke dalam cawan bereaksi dan melesat ke atas, membentuk dua nama Deron serta Vea, sebelum perlahan pudar, lalu menghilang di udara. Dan dengan ini, upacara perkawinan pun selesai.
***"Selamat atas perkawinanmu, Vea."
"Terima kasih, Kiran. Ngomong-ngomong, giliranmu selanjutnya bersama tunangan pilihanmu. Benar, Kavyar?" goda Vea menyenggol bahuku, sambil melirik bergantian antara Kavyar dan aku.
Aku hanya memutar bola mata sebagai jawaban, terlalu malas untuk meladeni tingkah konyolnya. Membuat Vea yang melihatnya seketika berkacak pinggang tak terima. "Apa maksudmu itu, hah?"
"Bukankah itu sudah jelas? Tak usah ditanyakan pun, soal aku dan Kavyar juga pasti berakhir sepertimu." cibirku, mengejek ucapan Vea yang sebenarnya tidak perlu lagi dipertanyakan.
"Kiran!" Vea kehilangan kata-kata, dan hanya bisa melotot kesal ke arahku. Sebelum kemudian mengentakkan kaki beberapa kali, seraya mulai menghitung 1 sampai 3 bolak-balik hingga amarahnya perlahan mereda, baru melanjutkan. "Oke, lupakan saja. Aku tak ingin membuat diriku malu di hari besarku sendiri. Tapi lain kali, awas saja kau, Kiran." ancam Vea mengepalkan tangan yang sama sekali tidak berpengaruh padaku.
Bagaimanapun ancaman Vea hanya sekadar gertakan, tanpa benar-benar melakukan apa pun. Jadi aku hanya mengangkat bahu tak peduli. Yang justru semakin memicu awan asap di kepala Vea melihat ekspresi datar di wajahku.
"Oke, oke, calm down, sayang.... Lebih baik simpan tenagamu untuk malam kita nanti, bagaimana?" bujuk Deron bermaksud untuk meredakan suasana.
Namun justru menjadi bumerang akibat perkataan Deron yang memang selalu memancing pertengkaran. Langsung saja emosi Vea berubah menjadi gunung berapi, meledak dan mengeluarkan aliran lahar tanpa henti. "Deron! Kiran! Apa kau sengaja bersekongkol untuk mempermalukan diriku sendiri di pesta malam ini, huh!?"
Dan akhirnya, sebelum aku dan Deron menambah bahan bakar ke api, Kavyarlah yang lebih dulu menyela dan menenangkan. "Oke, kawan. Sekali lagi selamat atas perkawinanmu dengan Vea. Dan untukmu Vea, hanya abaikan saja ucapan temanku itu, atau pukul saja langsung agar ia tidak bisa lagi berulah. Seperti ini." Kavyar seketika menampar belakang kepalanya dan diam-diam menatap Deron memperingati, sebelum kemudian memasang senyum elegannya kembali seraya berucap sopan.
"Baiklah, kalau begitu aku dan Kiranku tersayang tidak akan mengganggumu lagi. Semoga langgeng kalian." Ia menepuk bahu Deron untuk terakhir kalinya dan setelah itu mengajakku untuk pergi bersama dengan isyarat tangan. Dan aku balas mengaitkan lenganku, lalu menaikkan alis provokatif pada Vea sebelum kemudian benar-benar melenggang pergi.
Bersamaan dengan umpatan yang keluar dari dua sejoli yang baru saja mengadakan acara perkawinan mereka beberapa saat lalu. "Sialan, kalian!"
Yang dalam sekejap memancing tawa kami berdua. Aku dan Kavyar saling menatap, dan sinar mata kami menunjukkan pesan yang sama. Benar-benar mereka, sejoli konyol yang cocok.
***
Vote, Comment and Share! | IG: @izzamumtaz
KAMU SEDANG MEMBACA
Getih Harad
FantasiBangsa kami menyukai darah, tapi kami bukan vampir. Kami tidak akan terbakar saat terkena sinar matahari. Kami tidak takut perak dan bawang putih. Kami juga bukan mayat hidup. Kami hidup seperti halnya manusia. Dan kami hidup di antara para manusia...