14. Sepekan Tanpanya

134 4 2
                                    

"Apa memang begini cara rindu bekerja? Semua benda atau tempat menandai dirinya dengan sosoknya."

   Pukul 06:30, masih terlalu pagi untuk sepanjang jalan hutan UI, Depok

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

   Pukul 06:30, masih terlalu pagi untuk sepanjang jalan hutan UI, Depok. Tapi sepagi ini, jalan yang dipenuhi pohon-pohon besar itu cukup ramai oleh burung-burung kecil, juga manusia-manusia yang sedang berolahraga pagi.

     Ada beberapa remaja yang memakai baju training, malah riang sibuk berfoto. Ada juga sepasang (tampaknya) suami-istri yang berjalan mendorong baby stroller.

     Sesekali, angin berhembus kencang hingga menggugurkan daun-daun kering di sepanjang jalan ini. Hal itu sedikit mengganggu olahraga pagiku dengan Rizky.

     Ya, setelah deep talk malam kemarin, kami semakin akrab, bahkan sekarang kami melakukan jogging pagi bersama. Kami hanya berdua, karena yang lain tampaknya tidak berselera untuk olahraga. Mereka juga sedang menyiapkan stamina untuk malam ini—show di salah satu kafe besar di Jakarta Selatan, dan itu juga akan menjadi live pertamaku sejak aku merantau.

     Kegiatan pagi yang produktif ini, mengingatkanku pada Arga. Awal saat kami mulai pendekatan, kencan kami dimulai dengan jogging bersama. Ah, tidak! Segalanya mengingatkanku padanya, bahkan hal yang terlalu kecil. Apa memang begini cara rindu bekerja? Semua benda atau tempat menandai dirinya dengan sosoknya.

     Rasa piluku tak berlarut lama, Rizky sedikit menghiburku dengan celotehannya, dan terus mendorongku agar terus bergerak. Perlu diingat, aku kemari untuk berolahraga, bukan termenung dan mengenang.

Setelah puas berolahraga, kami pulang dan beristirahat. Kami simpan energi baik-baik agar malam ini kami bisa tampil maksimal. Aku benar-benar tidak sabaran menantikan malam ini, manggung pertamaku di Ibukota.

Aku tertidur pulas sampai sore hari. Begitupun Rizky. Entah mengapa, tidur siang kali ini begitu teras nikmatnya. Mungkin karena aku yang sudah lama tidak berolahraga, sehingga kurasakan kelelahan yang teramat sangat.

Aku membuka ponselku, langsung pikiranku tertuju pada Arga. Perasaan rinduku sudah tak terbendung lagi. Akhirnya, aku putuskan untuk mengiriminya teks lebih dulu. Kusudahi gengsiku ini.

Aku: "Assalamu'alaikum"

Dia tidak membalas. Harusnya aku tidak boleh menunggu seperti ini, dan harusnya aku tidak boleh berharap dia akan membalasku dengan cepat.

Tapi, apa yang salah? Hubungan kami sebetulnya baik-baik saja. Tapi kenapa rasanya ada yang janggal? Seolah kami sedang bertengkar. Apalagi sikapnya yang terlampau cuek. Bahkan, tak terasa sudah seminggu sampai terakhir kita bertemu, dia tak kunjung menelponku. Tentu ini tak wajar. Aku merasakan hawa kejenuhan di hatinya.

Pikiranku meracuni otakku sendiri. Aku semakin berpikir yang bukan-bukan. Padahal jelas, dia tak pernah mengirimiku pesan. Aku pun sama, selain karena terlalu asyik dengan kehidupan di sini—alasanku ialah, menahan agar tidak menghubunginya terlebih dahulu demi mengetes kepeduliannya. Meskipun hasilnya jelas bahwa sepertinya dia tidak peduli.

[BL] Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang