15. Masalah

92 4 2
                                    

     "Namun perasaanku dihabiskan oleh kekecewaan karena rindu tanpa temu."

     Aku berangkat sore hari menggunakan bis umum untuk kembali ke kelahiranku, Cianjur

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Aku berangkat sore hari menggunakan bis umum untuk kembali ke kelahiranku, Cianjur. Tempat asalku, di mana aku hidup selama ini sepertinya patut juga untuk kuceritakan.

     Aku lahir di kota kecil di Jawa Barat, yaitu Cianjur. Kota yang membuatku merasa terpenjara seumur hidupku. Tidak ada kebebasan, dikelilingi orang-orang konservatif yang berpikiran tertutup. Bayangkan saja, apa yang terjadi jika aku coming out as gay di kota ini? Mungkin aku akan jadi musuh masyarakat. Intinya, perasaan cinta dan benci dalam dadaku ada tertuju untuk kota kelahiranku, Cianjur.

     Terlihat dari jam handphoneku, waktu menunjukan pukul 16:00. Suhu AC dalam bis cukup buatku menggigil, yakni sampai 16° C. Sementara kulihat pemandangan lewat jendela bis,  langit begitu cerah, biru dengan gradasi jingga tanpa awan.

     Di perbatasan Bogor—Cianjur Jawa Barat,
sebuah pemandangan indah yang bernama Puncak berdiri di bawah langit yang nyaris selalu tertutup awan. Di kota ini hujan turun lebih sering dibandingkan tempat lainnya di Indonesia, bahkan orang menyebut kota ini adalah 'Kota Hujan'. Meskipun begitu, orang-orang dari ibukota tak pernah jera untuk menjadikan tempat ini sebagai tempat berwisata atau tempat penghilang rasa penar.

Perjalanan kepulanganku tentu tidak bisa menghindari sosok Arga di kepalaku. Aku sendiri tak tahu alasannya mengapa, padahal sudah jelas kini ia milikku. Dan pertukaran kabar antara kami bisa dibilang masih intens, meskipun mulai terlampau renggang sejak aku merantau ke Depok.

Namun sesuatu menghantuiku...

Ada satu firasat pahit, yang entah itu apa. Menjadi kekasihnya bukan berarti aku mampu bahagia sepenuhnya. Padahal apa yang mesti kukhawatirkan? namun—kau tahu? firasat buruk tentang cinta tidak pernah salah. Ada sesuatu yang membuatku takut, dan itu menjadi salah satu alasan terbesarku untuk pulang sejenak.

     Sesampainya di rumah, Nenek sedang asyik menyeruput kopi sachet kesukaannya, sambil menghisap sebatang kretek di depan televisi. Sampai akhirnya dia tahu kehadiranku, dia menyambutku dengan riang. Beliau memelukku. Meskipun hanya satu minggu, tentu itu membuat Nenek sangat merindukanku. Bagaimana tidak? Nenek benar-benar merawatku dari kecil seperti buah hatinya sendiri. Aktivitasku tak pernah lepas dari jangkauan pengawasannya.

     Aku membalasnya dengan senyuman tanggung. Aku pun tak mengerti kenapa, karena pikiranku tertutupi oleh bayang-bayang Arga, sehingga membuahkan rasa kalut. Yang lebih hebatnya lagi, perasaan tersebut benar-benar menutupi rasa rinduku pada Nenek, seseorang yang membesarkan sedari kecil.

     "Udah makan kamu?" tanya Nenek.

     "Udah Nek. Aku sekarang mau istrahat dulu ya," jawabku sekenanya dan menghindari Nenek yang terlihat jelas bahwa dia masih ingin bercengkrama denganku. Sangat terlihat jelas dari binar matanya, bahwa dia penasaran tentang pengalamanku di kota 'orang' selama sepekan ini.

[BL] Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang