13. Tentang Depok

189 4 0
                                    

"Aku harusnya tak terlampau senang terlebih dahulu agar tidak kecewa akan ekspektasiku"

     Di kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan besar yang ramai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Di kota ini, kalian bisa melihat dengan leluasa pemandangan jalan besar yang ramai. Jalan itu dibelah pembatas setinggi satu langkah kaki orang dewasa. Ada lampu putih bundar setiap beberapa meter di pembatas jalan, serta pot semen dengan rumpun bunga, meskipun terlihat tak cukup rimbun. Lampu putih bundar itulah yang terlihat indah. Berbaur dengan ratusan siluet cahaya lampu mobil.

     Aku berada dalam perjalanan untuk menghadapi hidup baru di kota ini, dengan mobil pamanku yang dia pinjam dari bosnya, dia begitu berbesar hati untuk meluangkan waktunya mengantarku merantau. Sampailah aku di Margonda, Depok.

     Aku menghela napas panjang.
Beberapa angkutan umum berwarna biru seperti biasa berhenti di bibir jalan, menurunkan penumpang semaunya. Membuat lebih panjang lagi kemacetan malam ini. Sopir angkot itu sedikit pun tak peduli, meski klakson mobil di belakangnya menyalak buas. Penumpang juga semaunya mengembangkan payung sebelum kaki melangkah turun dari mobil. Membuat penumpang lain yang terkena terpaan payung mengomel.

     Tujuanku adalah sebuah komplek, tepat di belakang sebuah tanah yang luas berhektar-hektar, tanah itu adalah milik sebuah kampus terbesar di negeri ini, Universitas Indonesia.

Sampailah aku dan Paman di sebuah bangunan dua tingkat, dengan cat tembok salmon dan dilindungi pagar berwarna ungu pucat. Tidak terlalu megah, ukurannya hampir sama dengan bangunan rumah di komplek menengah pada umumnya. Rumah itu tampak lebih fancy lagi karena memiliki taman kecil dihiasi bonsai-bonsai yang sudah berbunga.

Paman memarkirkan mobilnya di tepi jalan di depan rumah itu, setelah aku turun. Dengan inisiatif, aku langsung menekan bel yang ada pada pagar rumah tersebut.

Selang beberapa menit, keluarlah seorang wanita dewasa dengan rambut terikat dan memakai kacamata tebal. Dia membukakan kunci pagar untuk kami.

"Arga ya? Silahkan masuk," ajaknya padaku dan Paman.

Setelah kami masuk, kami dipersilahkan duduk, tak lupa dua cangkir kopi disuguhkan oleh seorang bibi yang kuyakini dari cara beliau berpakaian, bahwa dia adalah seorang ART.

"Oh iya, perkenalkan. Aku Dina, aku asisten Kak Navy, manager kamu."

Aku tersenyum tanggung tanpa memandang wajahnya. Sungguh aku payah dalam berbasa-basi dan berkenalan, aku benar-benar pemalu.

"Arga, ini adalah basecamp Navy Management. Mulai sekarang kamu tinggal di sini. Kamu gak tinggal sendirian, personil lainpun tinggal di sini semua," terangnya. "Mbak Asih, tolong panggilkan anak-anak. Kalo pada tidur ketokin aja!" perintahnya pada ART yang dia panggil Mbak Asih. "Tapi gak mungkin sih mereka tidur jam segini," gumamnya diikuti dengan tertawa kecil sambil memandang ke arahku dan Paman.

[BL] Red VelvetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang